Masih di hari yang sama, setelah menonton hasil rekaman CCTV, Shirley memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian di sekitar kampus. Dia butuh waktu untuk merenung dan menjernihkan pikirannya. Meski tahu dirinya bisa menjadi target pembunuhan berikutnya, Shirley tetap melangkah tanpa rasa takut.
Langit mulai berwarna jingga saat matahari terbenam, menciptakan bayangan panjang di halaman belakang kampus. Shirley berjalan melewati pepohonan, membiarkan angin sejuk malam menerpa wajahnya. Pikirannya terus berputar, mencoba memahami rangkaian peristiwa yang telah terjadi.
Ia butuh waktu untuk menjernihkan pikirannya. Semua kekacauan dalam beberapa hari terakhir membuatnya merasa sesak. Ia tidak peduli bahwa mungkin saja pembunuh masih berkeliaran. Dalam benaknya, ia hanya ingin merasakan ketenangan sejenak. Padahal, seseorang bisa saja menyerangnya saat ia sendirian tanpa ada yang melihat dan mampu melindungi.
"Kenapa kehidupan kuliahku malah berubah seperti ini?" tanya Shirley pelan.
Saat ia melewati area taman yang jarang dikunjungi, Shirley mendengar sesuatu. Suara lirih, seperti rintihan. Ia menghentikan langkahnya, menajamkan pendengaran. Suara itu terdengar lagi, lebih jelas. Kali ini seperti suara seseorang yang kesakitan.
"Siapa di sana?" Shirley bertanya dengan suara tegas, tapi hatinya mulai diliputi rasa khawatir. Ia melangkah pelan menuju sumber suara, rasa penasaran bercampur ketakutan mulai menguasainya. Mengingat rasa takut itu, seketika membuat dirinya sadar akan sesuatu, ia bisa saja dalam bahaya dan seorang pembunuh bisa datang.
"Gawat."
Shirley hendak pergi, tapi ia merasa semakin penasaran dengan suara-suara pelan itu, maka dari itu ia memilih untuk mencari dan memeriksa.
Ketika ia sampai di balik pohon besar, ia tertegun.
Di sana, di atas tanah yang basah, terbaring Michael. Pria itu tampak mengenakan pakaian yang kusut dan penuh noda darah. Wajahnya pucat, dan matanya terlihat penuh rasa takut. Ia mencoba mengangkat tangannya, tapi tubuhnya terlalu lemah, kondisinya yang terluka parah membuat pria itu hampir tak bisa melakukan apa pun.
"Michael?" Shirley berbisik dengan nada terkejut. Ia berjongkok di sebelah pria itu, merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Michael memiliki kondisi darah berlumuran di sekujur tubuhnya menggenangi rerumputan dan tanah, tidak adanya jejak darah di sekeliling membuat situasi dapat disimpulkan bahwa Michael diserang di tempat.
Saat ini, Michael membuka mulut, tetapi hanya suara samar yang keluar. "Jangan... dekat..." katanya pelan, suaranya hampir tak terdengar.
"Jangan bicara dulu, bertahanlah, aku akan memanggil bantuan." Pada saat situasi yang panik dan mendebarkan itu, Shirley masih bisa berpikir jernih, hal pertama yang dirinya lakukan tentunya harus memanggil bantuan.
"K ... kau..." bisiknya lemah, sebelum terbatuk parah.
Shirley segera merogoh sakunya untuk mengambil ponsel dan menghubungi Inspektur Harrison. "Inspektur, aku menemukan Michael! Dia di halaman belakang kampus, dan dia terluka parah! Tolong kirim ambulans secepatnya!"
Sambil menunggu bantuan tiba, Shirley berusaha menenangkan Michael. "Michael, tolong bertahan. Bantuan sedang dalam perjalanan. Apa yang terjadi padamu?"
Michael mencoba berbicara, tetapi suaranya terlalu lemah. Shirley mendekatkan telinganya ke bibir Michael untuk mendengarkan lebih jelas.
"Aku... itu bukan aku... aku tidak membunuh... tolong percaya... ada yang lain..."
"Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini padamu?" Shirley bertanya, meski ia tahu Michael terlalu lemah untuk memberikan jawaban.
"Dia..." gumam Michael, tetapi kata-katanya terputus oleh batuk yang berdarah. Matanya menatap Shirley dengan penuh ketakutan, seperti ingin menyampaikan sesuatu yang penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Upacara Penyambutan Berdarah (Morgana University Series)
Mystery / ThrillerPenerimaan Mahasiswa baru sudah dibuka, Morgana University berada di sebuah kota kecil, banyak rumor simpang-siur tentang bangunan ini, konon katanya sering ada kematian seolah universitas ini dikutuk. Terutama ketika upacara penyambutan, akan selal...