Pagi itu, Shirley dan Daniella duduk di bangku yang terletak di halaman kampus, menunggu Alex yang berjanji akan menemui mereka. Udara terasa lebih dingin dari biasanya, seolah memantulkan kegelisahan yang mereka rasakan. Shirley terus memandangi layar ponselnya, berharap ada kabar baik yang masuk, sementara Daniella terlihat lebih tenang, meskipun ekspresi wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
“Menurutmu, apa yang terjadi? Apa yang menimpa Tristan?” tanya Daniella yang memulai topik percakapan. Saat itu, Shirley sedang memegang gelas plastik dengan coklat hangat yang masih mengeluarkan asap.
“Entahlah, aku kurang tahu soal urusan lelaki, harusnya kau tanyakan ini pada Alex, aku bukan orang yang tepat untuk mengobrol,” balas Shirley, kemudian ia meneguk coklat tersebut.
Daniella hanya menghela napas.
“Mau?” tanya Shirley sambil menyodorkan gelas plastik berisi coklat.
“No, thanks.”
Alex datang tergesa-gesa, membawa tas kecil di bahunya. “Kalian sudah lama menunggu?” tanyanya, sambil mendudukkan diri di hadapan mereka.
“Tidak terlalu,” jawab Daniella sambil mengangkat bahu. “Apa ada kabar dari Tristan?”
Alex menggeleng dengan wajah muram. “Aku sudah mencoba menghubungi ponselnya sejak semalam, tapi masih tidak aktif. Aku bahkan pergi ke asramanya tadi.”
“Dan?” Shirley langsung menegakkan tubuhnya, rasa cemas terpancar dari suaranya. Ia membuang gelas plastik yang sudah habis isinya ke tempat sampah.
“Dia tidak ada di sana. Teman sekamarnya bilang dia tidak pulang sejak kemarin pagi. Temannya sekamarnya pikir dia hanya sibuk di luar kampus, tapi...” Alex menggantungkan kalimatnya, terlihat ragu untuk melanjutkan.
“Tapi apa?” desak Daniella.
“Ini tidak seperti Tristan. Dia selalu memberi tahu setidaknya salah satu dari kita kalau dia akan pergi lama. Teman sekamarnya juga bilang dia meninggalkan barang-barangnya di kamar. Tidak ada yang hilang kecuali dirinya.”
Keheningan menyelimuti mereka sejenak. Shirley menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. “Jadi, apa rencanamu sekarang?”
“Aku pikir kita harus mencarinya. Aku tidak bisa diam saja,” kata Alex. “Mungkin kita bisa mulai dari tempat yang biasa dia kunjungi. Kafe, perpustakaan, atau bahkan laboratorium.”
Daniella mengangguk setuju. “Ya sudahlah, ayo kita cari dia, kebetulan hari ini hanya ada kelas siang sampai sore.”
Shirley, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. “Aku rasa ini lebih dari sekadar seseorang pergi tanpa jejak. Mengingat apa yang baru saja terjadi... mungkin ini ada hubungannya.”
Alex menatap Shirley dengan serius. “Kau berpikir ini ada kaitannya dengan kasus pembunuhan berantai?”
Shirley mengangkat bahu. “Aku tidak tahu. Tapi kita tidak bisa mengabaikan kemungkinan itu. Setelah semua yang terjadi, aku rasa tidak ada yang kebetulan lagi. Apalagi setelah ada foto berdarah kita semua di dalam loker milik Michael beberapa waktu lalu.”
Merenungkan apa yang Shirley sampaikan, mereka menjadi khawatir pada keselamatan Tristan. Ketiganya memutuskan untuk memulai pencarian di seluruh kampus. Mereka berjalan cepat melewati lorong kampus yang mulai ramai oleh mahasiswa lain.
Di perpustakaan, Daniella mendekati pustakawan untuk bertanya. “Maaf, apakah Anda melihat Tristan kemarin? Dia biasanya duduk di lantai dua.”
Pustakawan, seorang wanita paruh baya dengan kacamata tebal, menggeleng. “Saya tidak ingat melihatnya kemarin. Tapi saya bisa cek di buku pengunjung, mungkin dia sempat mencatatkan namanya.”
![](https://img.wattpad.com/cover/381245959-288-k424767.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Upacara Penyambutan Berdarah (Morgana University Series)
غموض / إثارةPenerimaan Mahasiswa baru sudah dibuka, Morgana University berada di sebuah kota kecil, banyak rumor simpang-siur tentang bangunan ini, konon katanya sering ada kematian seolah universitas ini dikutuk. Terutama ketika upacara penyambutan, akan selal...