Sore itu, lorong loker di gedung utama sudah mulai lengang. Hanya beberapa mahasiswa yang terlihat berlalu-lalang, sebagian bersiap untuk pulang atau sekadar menyelesaikan urusan terakhir mereka sebelum malam tiba. Daniella, Alex, Shirley, dan Tristan berjalan perlahan menuju area loker mereka, masih terjebak dalam diskusi soal teori masing-masing tentang siapa pelaku pembunuhan sebenarnya.
Karena Taylah bukan bagian dari kelompok mereka, gadis itu tak setiap saat bersama-sama dengan mereka.
“Jadi, kita tak membahas pelajaran?” tanya Shirley tatkala mereka terus membahas tentang kasus yang sedang mereka hadapi, sedangkan pelajaran yang menurutnya sulit malah diabaikan begitu saja.
“Aku inginnya seperti itu, tapi sekarang kasus semakin serius, lebih dari itu, sekarang kemungkinan besar kita menjadi target pembunuhan berikutnya.” Daniella menghela napas berat.
Mendapati perkataan itu, Shirley tak bisa mengatakan apa-apa lagi. Faktanya, kemungkinan besar mereka memang akan menjadi target berikutnya karena penemuan foto-foto milik mereka.
Secara tiba-tiba, Tristan menghentikan langkahnya, sebelum ada yang mengajukan pertanyaan, Tristan menunjuk ke depan. “Lihat, bukankah orang itu adalah Michael?” bisiknya.
Mereka semua menoleh ke arah yang dimaksud. Michael, yang selama ini mereka cari, terlihat berdiri di depan salah satu loker, yaitu loker yang sebelumnya terkunci dan berisi barang-barang berdarah. Pria itu tampak kusut—rambutnya acak-acakan, bajunya kotor, dan gerakannya gelisah. Dia tampak memeriksa loker dengan tergesa-gesa, seolah mencari sesuatu.
“Kau benar, dia orangnya.” Alex mengonfirmasi.
“Apa yang sedang dia lakukan?” tanya Shirley.
Daniella segera maju, sedikit mengeraskan suaranya agar terdengar. “Michael!”
Pria itu terkejut, menoleh dengan tatapan panik. Wajahnya pucat, matanya memancarkan ketakutan. Alih-alih menjawab panggilan Daniella, dia justru langsung berbalik dan mulai berlari secepat mungkin meninggalkan mereka.
“Dia lari!” teriak Alex, mulai mengejar tanpa ragu. Tristan, Daniella dan Shirley pun ikut berlari mengejar.
“Kenapa kau memanggilnya coba?” keluh Shirley yang menyalahkan Daniella karena akibat perbuatan temannya ini, Michael langsung melarikan diri.
“Sorry, aku tak mengira kalau dia akan lari,” sahut Daniella.
“Huh, dasar Dani. Sekarang kita harus kerepotan.”
Mereka mengejar Michael melewati lorong kampus yang mulai sepi. Jejak langkah mereka bergema di dinding. Michael berlari menuju tangga darurat, membuka pintu dengan kasar, dan melesat turun ke lantai bawah.
“Michael, tunggu!” teriak Shirley, napasnya mulai terengah. “Kami hanya ingin bicara!”
Michael tidak menghentikan langkahnya meski sudah diteriaki. Tristan berusaha menghalangi jalan keluar lain, berharap bisa memojokkan Michael di salah satu koridor. Namun, Michael tampaknya sangat mengenal setiap sudut kampus, membuat pengejaran semakin sulit.
“Dia menuju tangga!” teriak Tristan. “Kita harus memotong jalannya dari sisi lain!”
Mereka semua berpencar, mencoba mengelilingi Michael dan mencegahnya melarikan diri. Shirley dan Alex mengambil jalur lain, berharap bisa menghadang Michael di ujung tangga.
Saat Michael mencapai tangga, dia berhenti sejenak untuk menarik napas. Namun, melihat Shirley dan Alex di depannya, dia tidak punya pilihan lain selain melompat turun beberapa anak tangga sekaligus, berusaha mempercepat pelariannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Upacara Penyambutan Berdarah (Morgana University Series)
Mystery / ThrillerPenerimaan Mahasiswa baru sudah dibuka, Morgana University berada di sebuah kota kecil, banyak rumor simpang-siur tentang bangunan ini, konon katanya sering ada kematian seolah universitas ini dikutuk. Terutama ketika upacara penyambutan, akan selal...