Tristan, Shirley, Daniella, dan Alex duduk bersebelahan, masing-masing sudah menyiapkan peralatan tulis. Profesor Anderson masuk dengan membawa setumpuk buku, kacamatanya bertengger di hidung sambil membaca beberapa catatan di tangannya. “Selamat pagi, semuanya,” sapanya tanpa melihat para murid, sibuk meletakkan buku-bukunya di atas meja.
“Selamat pagi, Profesor,” murid-murid menjawab serentak, namun tanpa antusiasme. Mereka tahu, hari ini Profesor Anderson akan mengadakan eksperimen langsung di kelas dan biasanya akan meminta beberapa siswa untuk maju membantu.
Di luar kelas, Taylah terlihat berjalan santai melewati lorong kampus dengan tangan dimasukkan ke dalam saku jaketnya. Ia bahkan tak memedulikan dering bel yang menandakan pelajaran sudah dimulai. Baginya, menghabiskan waktu di luar kelas lebih menarik daripada duduk di ruang kelas mendengarkan teori-teori yang menurutnya membosankan.
Beberapa waktu kemudian, suara bel tanda berakhirnya kelas akhirnya berbunyi, disambut napas lega dari para mahasiswa yang segera bergegas meninggalkan ruangan. Shirley, Daniella, Tristan, dan Alex juga membereskan buku catatan mereka dengan gerakan malas. Pelajaran Profesor Anderson selalu melelahkan, tetapi tak ada yang lebih menguras energi mereka selain pikiran tentang misteri yang belum terpecahkan.
“Well, satu kelas lagi selesai,” kata Alex sambil merenggangkan tubuhnya, menepuk bahu Tristan yang tampak serius menyalin catatan terakhir. “Kurasa ini saatnya kita cari Taylah sebelum dia menemukan masalah baru.”
Shirley tertawa kecil. “Kalau dia belum dihentikan satpam karena masuk ke tempat yang tidak seharusnya.”
Mereka berjalan menuju loker di lorong belakang kampus. Tempat itu biasanya mulai sepi setelah kelas berakhir. Beberapa mahasiswa masih lalu-lalang, tapi kebanyakan sudah menuju kantin atau meninggalkan kampus. Di sudut lorong, mereka melihat Taylah yang tengah bersandar santai di dinding sambil memainkan ponselnya. Taylah sudah pasti sedang menunggu mereka di sana.
“Hai, gengs!” sapa Taylah dengan nada santai, tanpa sedikit pun niat untuk menyembunyikan senyum jahilnya. Dia mengenakan kaos bergambar wajah alien dengan tulisan “I Want To Believe” di bawahnya, dilengkapi celana jeans robek yang membuatnya semakin mencolok.
“Taylah, apa yang sedang kau lakukan di sini? Apa kau tak punya kelas?” tanya Shirley. Taylah kemudian berjalan beriringan dengan mereka.
“Ada sih,” jawab Taylah sembari mengangkat bahu. “Tapi aku tadi menemukan sesuatu yang jauh lebih menarik.”
“Dan apa itu? Apa makanan sisa orang lain?” tebak Tristan dengan sedikit meledek. Pasalnya perilaku Taylah yang seenaknya selalu mengambil makanan milik orang lain, tak peduli apakah itu sudah dimakan atau belum.
“Aku tak memakan makanan sisa,” Taylah membalas dengan nada manja sambil mendekati Shirley, kemudian merangkul bahu gadis itu.
“Oke, jadi, apa yang membuatmu teralihkan sampai-sampai meninggalkan kelas?” tanya Shirley. Hal itu langsung mengingat apa yang dirinya temukan, ia langsung melepaskan rangkulannya.
“Come on. Follow me!” Taylah kemudian berlari meninggalkan mereka. Tentu, keempatnya tampak terkejut.
“Apa yang....”
“Kejar saja dia,” ucap Daniella dengan lelah. Maka dari itu, mereka berempat langsung berlari mengejar.
“Dia mau menuju loker?” tanya Alex.
“This way! Hurry up, gengs!” seru Taylah dari kejauhan, gadis itu sudah berbelok ke lorong kiri. Hingga tak lama kemudian, gadis itu berhenti di tengah lorong kosong, Daniella menghela napas berat, ia terlihat kelelahan meski hanya berlari sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Upacara Penyambutan Berdarah (Morgana University Series)
Mystery / ThrillerPenerimaan Mahasiswa baru sudah dibuka, Morgana University berada di sebuah kota kecil, banyak rumor simpang-siur tentang bangunan ini, konon katanya sering ada kematian seolah universitas ini dikutuk. Terutama ketika upacara penyambutan, akan selal...