39.Elin's Wrath

180 27 5
                                    

Di kediaman Bratasena, Tito kali ini benar-benar memarahi Elin. Bukan kerana sikap sembrono asal menerima tantangan, melainkan akibat manuver-manuver Elin yang membuat Tito sampai khawatir, untuk pertama kalinya Tito khawatir akan Elin, bukan soal keselamatannya namun hal lain.

"Kamu udah hilang akal ya? Berani-beraninya kamu pakai manuver seagresif itu??" Kesal Tito.

Elin hanya bisa diam, amarahnya yang ia tahan-tahan tampak terlihat jelas di wajah Elin.

"Tapi Ayah sendiri kan yang bilang, aturannya cuman 3 buat aku. Jangan kalah, jangan kalah, jangan kalah." Ucap Elin.

"Sekarang Ayah ganti, jangan terlalu agresif, jangan kalah, jangan kalah!" Tito pun segera berbalik dan hendak naik ke kamar.

"Tapi Ayah sendiri juga sama agresifnya kan waktu muda? Kenapa Ayah ga bolehin aku pake manuver yang sama dengan Ayah, apa Ayah ga percaya sama anaknya sendiri??" Tanya Elin dengan nada tinggi.

"Elin, jaga nada bicara kamu!" Bentak Gita.

"Elin, ga sopan tau nggak!" Geram Alya.

Tito pun mematung sejenak, tanpa harus menoleh Tito pun berkata dengan nada yang teramat dingin.

"Aku percaya kamu Nak, tapi aku masih belum percaya konsekuensi kalau kamu memakai manuver seagresif itu!" Tito pun segera naik keatas.

"Ini peringatan Elin, jangan coba-coba bentak Ayah, ga sopan!" Tegur Gita.

Elin pun berusaha menenangkan dirinya, merasa ia terlalu berlebihan malam ini.

"Maaf." Ucap Elin.

"Iya, yaudah tidur. Besok jemput Avtur!" Elin pun mengangguk dengan perintah Gita.

"Bekerja, bekerja, bekerja...
Tenaga semua telah bersatu...
Mesin pabrik berputar terus..."

Pukul 02.30, di kediaman Jayawardhana Anindya terbangun saat mendengarkan alarmnya berbunyi, ia pun segera mematikan alarmnya dan berjalan ke kamar mandi untuk cuci muka.

"Hoaaam.... Seperti hari biasanya 4 galon susu kedelai, hah... Bisa-bisanya aku nyiapin semuanya sendiri!" Setelah cuci muka, Anindya mengelap wajahnya dengan handuk dan segera ingin ke dapur untuk membuat kopi sebagai bekal perjalanannya ke Puncak, namun saat membuka pintu kamar mandi Anindya dikejutkan dengan kehadiran Freya, yang ia kira belum pulang dari Inggris.

"Mama?" Ucap Anindya.

"Oh, kamu ya..." Ucap Freya dengan wajah lesu.

"Mama kok ga ngabarin mau pulang??" Ucap Anindya panik.

"Ya... Gimana ya, kejutan kali? Ah nggak tau lah, Ayah baru pulang Sabtu besok. Oh ya kamu ga lupa cuci mobil Mama kan?" Tanya Freya.

Anindya pun baru ingat kalo ia sempat disuruh mencuci mobil Freya, tapi tak ia lakukan.

"I... Ya, mungkin." Ucap Anindya.

"Ah sudahlah, yaudah ambil susu kedelai sana, oh ya cepet ya ga pake lama!" Perintah Freya.

"O.. o... Oke!" Segera Anindya pun bersiap.

Di sekolah suasana ramai dan penuh dengan warna-warni masa remaja pun menghiasi sekolahan. Namun Elin tampaknya masih merenungi sikapnya kemarin yang tiba-tiba berubah 180 derajat.

"Elin... Bakso kamu, kebetulan ga ada bakso biasa, jadinya aku beliin bakso biawak!" Jelas Lana.

Tak ada respon dari Elin, yang membuat Lana, Nayla, Fritzy, Lily dan Kimmy heran.

"Elin, Evo kamu meledak!" Ucap Lana.

"Hah... Gimana-gimana??" Ucap Elin panik.

"Kamu mikirin apaan sih? Ayo dong kasih tau kami!" Tegur Lana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Generation Racer (Nachfolger)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang