Zandvoort, Netherland.
Ketukan di pintu kamar hotel memecah keheningan malam Zandvoort. MJ mengalihkan pandangan dari laptop-nya, layar masih menampilkan setengah artikel yang harus dia selesaikan untuk Haute. Jam digital di nakas menunjukkan hampir tengah malam, dan kopi di samping laptopnya sudah dingin tak tersentuh.
"It's open," dia berseru, mengira room service yang dia pesan sejam lalu akhirnya datang.
Jeff muncul di ambang pintu, masih dalam teamwear Cavallino-nya. Rambutnya berantakan, jelas habis berkali-kali mengacaknya selama briefing panjang, kebiasaan yang MJ perhatikan selalu dia lakukan saat stres. Ada sesuatu dalam sorot matanya malam ini, sesuatu yang membuat MJ langsung menutup laptopnya.
"Hey," MJ menegakkan tubuh. "Bukannya lo harusnya masih sama tim?"
Jeff mengangkat alis, senyum jahil muncul di wajahnya meski matanya masih menyiratkan kelelahan. "Lo? Seriously, Michelle Jane? Bukannya kita udah sepakat sejak Premier di London waktu itu?"
MJ memutar mata. "That was one time. Dan itu cuma karena kita di depan media. Lo masih aja bercanda padahal udah capek gitu."
"Aku kan udah mulai pake aku-kamu," Jeff melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya. "Masa kamu masih gue-lo?"
"Stop," MJ tertawa kecil. "It's weird."
"Weird gimana?" Jeff duduk di tepi tempat tidur MJ. "Kan kita udah resmi pacaran, Michelle Jane sayang."
"Resmi pura-pura pacaran," MJ mengoreksi, tapi ada senyum geli di bibirnya. "And please, gue nggak biasa dipanggil sayang."
"Kan udah seharusnya. Aku-kamu lebih romantis tau."
"Since when do you care about romantis?" MJ menggeleng, tapi ada senyum geli yang tak bisa dia tahan.
"Since I–" Jeff terdiam, seolah menangkap diri sebelum mengatakan sesuatu yang berbahaya. Dia bergeser mendekat, matanya menatap MJ dengan intensitas yang membuat jantungnya berdebar lebih cepat. "Since we started all of this."
Ada sesuatu dalam suaranya—sesuatu yang rapuh dan jujur—yang membuat MJ ingin mengulurkan tangan dan menyentuhnya. Tapi dia menahan diri.
"You're being weird tonight."
Jeff tidak menjawab. Sebaliknya, dalam satu gerakan yang tak terduga, dia menarik MJ ke dalam pelukannya. Tubuhnya yang hangat terasa familiar sekarang, dan MJ membenci bagaimana dia langsung merasa aman dalam pelukan ini.
"Jeff?"
"Just..." Jeff menenggelamkan wajahnya di rambut MJ, napasnya hangat di telinga MJ. "Let me stay like this for a while."
MJ terdiam, membiarkan Jeff memeluknya. Dia bisa merasakan ketegangan di setiap otot Jeff, cara napasnya yang tidak beraturan, seolah menahan sesuatu yang terlalu berat untuk ditanggung sendiri. Tangannya yang biasanya tenang kini sedikit bergetar di punggung MJ.
"Tadi gue sama Cleo seharian," MJ akhirnya berbicara, mencoba mengalihkan apapun yang mengganggu Jeff. "She's quite something."
"Dia cerita apa aja?" suara Jeff teredam di rambut MJ.
"Oh, banyak," MJ tersenyum, mengingat betapa antusiasnya Cleo bercerita. "Terutama soal kakaknya yang dulu hobi pake kaos kaki warna pink-orange waktu karting."
Jeff mengerang. "God, she didn't."
"Oh, she did. Lengkap dengan foto-fotonya."
"I'm going to kill her."
"No, you won't," MJ tertawa kecil. "You love her too much."
Jeff terdiam sejenak. "Yeah, I do."
![](https://img.wattpad.com/cover/377730712-288-k866928.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rule Number Five
RomanceMichelle Jane Kennedy, seorang jurnalis fesyen, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah ditugaskan mewawancarai Jeff Gautama, rekan setim adiknya di F1. Jeff, seorang pembalap berbakat dengan reputasi buruknya di luar trek, berad...