Cowok berbahu lebar itu menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur, pandangannya tertuju pada langit langit kamar. Ia mengusap gusar wajahnya, sungguh pikirannya sedang kacau 2 minggu terakhir ini. Adnan pun bangkit dari tidurnya menuju kamar mandi, sepertinya air bisa memadamkan api di kepalanya kini.
"Aww!" Umpat Adnan saat kakinya tidak sengaja menendang benda di samping tempat tidurnya. Itu koper yang belum juga di bukanya sejak dari bandara tadi. Ia terdiam sejenak, pikirannya kembali pada kejadian tadi siang di bandara.
'R.A.G?' Gumamnya dalam hati. Bukan, ia sama sekali tidak tertarik dengan perempuan sok alim tadi. Ia hanya penasaran dengan sticker yang tertempel pada koper wanita itu. Pantas saja dia dengan entengnya membawa koper milik Adnan. Koper mereka memiliki sticker dengan inisial yang sama.
"Nama gue, Roosel Adnan Galaxy. Apaa kita punya inisial nama yang sama? Ah penting amat" Adnan berbicara pada dirinya sendiri lalu melanjutkan langkahnya untuk masuk ke kamar mandi. Untuk apa juga dia penasaran dengan nama gadis itu.
Setelah selesai dengan kegiatan mandinya, Adnan kembali merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Kali ini badannya sudah segar, walaupun beban pikirannya tidak berkurang sama sekali.
#Drrt...#Drrt...
Suara ponsel yang bergetar membuat Adnan dengan malas meraih benda itu di atas nakas. Melihat nama kontak yang tertera dilayarnya, Ia segera duduk tegak bersemangat menerima panggilan itu.
"Sayang?" Sapa Adnan seketika ia menggeser tombol terima pada layar.
"Kamu kok gak ada kabar seharian ini? Aku telfon juga gak aktif" Cecar Adnan pada seseorang diseberang telepon.
"Ha? Gimana? Oke aku kesana sekarang". Adnan bergegas mengambil jaket kulit hitamnya dan menyambar kunci motor di atas meja.
Raut wajahnya sungguh tidak bisa diartikan. Dengan tergesa ia menuruni tangga, untung saja Papa dan Mama nya sudah terlelap. Adnan bisa bebas keluar tanpa harus berdebat dengan orang tuanya.
Adnan membawa motornya dengan brutal. Jalanan yang sudah sepi memudahkannya untuk mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Yang ada dipikirannya sekarang hanyalah gadisnya. Entah apa yang terjadi padanya hingga suara lembutnya terdengar sangat ringkih ditelepon tadi. Salah satu kelemahan Adnan adalah melihat gadis itu menangis, hatinya serasa ikut teriris melihat orang yang disayanginya berlinang air mata.
"Sayang! Zi! Zizi?!" Panggil Adnan di depan sebuah pintu apartemen sambil menekan bel. Ya, Adnan lah yang membelikan apartemen itu untuk gadisnya, ia tidak mau kejadian 2 tahun silam terulang kembali.
Pintu apartemen itu terbuka memperlihatkan seorang gadis cantik dengan mata sembab yang sedang terisak perih. Ia langsung memeluk sosok tegap dihadapannya dengan erat tanpa berkata apa-apa.
Adnan yang kaget dengan keadaan Zizi mencoba menenangkannya dan menuntunnya menuju sofa ruang tamu. Menangkup wajahnya dan mengelap cucuran air mata di wajah indah itu.
"What happened, hmm?" Tanya Adnan lembut. Gadis itu menepis kedua tangan Adnan.
"Aku udah tau semuanya" Ungkap Zizi setelahnya.
"Tau apa?"
"Tentang kamu yang akan nikah sama pilihan orang tua kamu"
DUARRR!!! Bak disambar petir, Adnan seketika melemas mendengar penuturan kekasihnya itu. Padahal Ia sudah berusaha untuk menutupi masalah ini dari Zizi.
"Tadi mama kamu nemuin aku" Sambung Zizi yang menatap kosong ke arah depan. Sementara Adnan masih terdiam tak tau harus menjelaskan apa lagi.
"Terus kita gimana Nan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu untuk Adnan
RomancePerjodohan, sebuah cerita klise yang mungkin dialami banyak orang termasuk Adnan dan Rindu. Kedua insan yang sama sekali tidak saling mengenal harus terikat dalam ikatan suci pernikahan berlandaskan janji dari kedua kakek mereka. Bukan hal yang muda...