Adnan mempercepat langkahnya menuju kamar. Ia baru saja kembali dari Masjid untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah bersama Papanya, Abi, dan Aidil. Kebetulan Papa dan Mama Adnan memang masih menginap di rumah keluarga Pak Furqon, mertuanya.
"Rin... Rindu!" Panggil Adnan sesaat setelah Ia memasukki kamar yang masih penuh dengan dekorasi pengantin itu.
"Rindu...." Tak ada jawaban. Adnan mendekat ke kamar mandi dan membuka pintunya. Nihil. Mungkin Rindu sudah turun ke bawah.
Lelaki itu kemudian mengganti pakaian muslimnya dengan baju dan celana yang Ia gunakan semalam. Lalu melangkah cepat ke bawah.
"Rin... Rindu?" Tentu saja Adnan memanggil Rindu dengan nada yang biasa saja, tidak sinis seperti sebelumnya. Bisa menjadi masalah kalau di dengar seisi rumah ini.
"Yaelah, baru juga ditinggal Nan. Udah kangen aja" Tegur Aidil yang sekarang sedang duduk santai di depan televisi. Ia sedang menonton berita terbaru pagi ini.
Adnan tersenyum paksa lalu berjalan mendekat ke arah Aidil.
"Rindu mana bang?"
"Aelah. Gak usah abang abangan sama gue. Kita seumuran kan? Panggil Aidil aja" Kakak dari Rindu itu memang seumuran dengan Adnan dan lebih tua 3 tahun dari Rindu.
"Siaap. Aidil haha" Adnan kemudian mengambil tempat untuk duduk disamping saudara iparnya itu. Ia lupa akan niatnya untuk mencari Rindu dan mengomelinya.
"Mas, Abang... Ayok sarapan dulu" Panggil Rindu dari arah dapur. Ia bisa menangkap ekspresi kesal Adnan yang ditujukan untuknya. Pasti karena kejadian tadi pagi, pikir Rindu.
Dua lelaki yang dipanggil itu pun bangkit dan berjalan beruntun ke meja makan. Di sana sudah ada Pak Furqon, Pak Surya, Bu Lyla, dan Juga Bu Firda, sementara Rindu masih hilir mudik berjalan dari dapur ke meja makan untuk mengangkat beberapa menu sarapan. Ia sengaja menolak bantuan dari Umi maupun mama mertuanya.
"Waah... pasti enak nih masakan menantu mama" Ucab Bu Firda setelah Rindu menudukkan dirinya di kursi sebelah Adnan.
"Aamiin, semoga cocok ya mah" Jawab Rindu bersahabat.
Mereka kemudian membaca doa bersama di pimpin oleh Pak Furqon. Adnan sedikit kikuk melihat kebiasaan keluarga ini. Masa' makan sarapan doang doanya udah kayak syukuran aja, panjang banget. Batinnya.
"Mas lauknya mau apa?" Tanya Rindu yang sudah siap ingin mengambilkan makanan untuk suaminya.
Adnan menatap Rindu dengan alis bertaut seakan berkata : "Lu apaan sih". Namun malah dibalas senyum manis oleh Rindu.
"Ituloh ditanyain sama istrinya" Komentar Bu Firda mewakili tatapan semua orang yang ada di meja makan.
"Emm... A..aku sama kamu aja... Eh em maksudnya itu sama ayam goreng" Adnan tiba-tiba saja menjadi gagap karena salah tingkah.
"Lah masa' adek gue mau dijadiin lauk hahaha" Aidil tertawa terbahak-bahak ditempatnya sebelum ditegur oleh Abinya.
Adnan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil menerima piring berisi makanan dari Rindu.
"Makasih..." Orang-orang disekitarnya kembali menatapnya lagi. Adnan mengerti dengan itu.
"Sa... sayang" ucapnya terpaksa.
"With pleasure, habibi..." Rindu masih menampilkan senyum diwajahnya. Ia harus bisa meyakinkan keluarganya bahwa Ia baik-baik saja.
Semua anggota keluarga di meja makan kemudian tersenyum bahagia melihat pemandangan di hadapan mereka.
Setelah sarapan, Adnan terlihat buru-buru berjalan menuju kamar, setengah berlari lebih tepatnya. Rindu yang sadar akan hal itu mengikuti suaminya dari belakang.
"Mas mau kemana?" Tanya Rindu saat melihat Adnan sudah mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi.
"Kerjalah" Jawabnya datar.
"Loh, bukannya masih punya jatah cuti ya?" Setahu Rindu, Adnan diberikan cuti hampir seminggu dari perusahaan. Bahkan mengingat posisinya diperusahaan, Adnan bisa saja mengalihtugaskan pekerjaan ke bawahannya.
"Iya, tapi gue males diem di rumah, apalagi harus liat wajah lo!" Adnan lalu melangkah masuk menuju kamar mandi.
Rindu terdiam di tempatnya. Ia tak bisa membendung air matanya lagi. Hari ini adalah hari pertama Ia menyandang status sebagai seorang istri. Namun, Ia sama sekali tidak mendapatkan perlakuan baik dari suaminya.
Rindu meenarik napas dalam lalu menghembuskannya. Berusaha meredam emosi yang ada di dadanya. Ia tidak boleh seperti ini, dia sudah setuju untuk menikah dengan Adnan, itu artinya Ia harus siap dengan segala konsekuensinya. Pikir Rindu.
Wanita itu kemudian berjalan ke arah lemari. Tadi pagi saat Adnan pergi ke masjid, Ia sudah merapikan pakaian suaminya itu ke dalam lemari. Rindu kemudian mengambil kemeja, celana bahan, dan juga dasi dengan warna senada. Tak lupa Ia juga menyetrika pakaian itu dengan cepat sebelum Adnan selesai mandi.
Rindu meletakkan pakaian tadi di atas tempat tidur lalu meninggalkan kamar itu menuju dapur. Ia tidak ingin merusak mood suaminya untuk yang kesekian kalinya hari ini. Lebih baik Ia segera ke dapur dan menyiapkan bekal untuk Adnan.
Adnan selesai dengan kegiatan mandinya. Matanya tertuju ke arah satu set pakaian yang sudah terlipat rapih di atas tempat tidur. Ia menghembuskan napas malas. Untuk apa wanita itu menyiapkan keperluannya, semua ini harusnya dilakukan oleh Zizi, batinnya. Lelaki itu lalu membuka lemari dan memilih sendiri pakaian untuk dipakainya ke kantor.
Adnan berjalan menuruni tangga dengan tergesa sambil menenteng tas kerjanya. Langkahnya terhenti karena panggilan yang sama sekali tidak diinginkannya.
"Mas, ini bekalnya dibawa!" Teriak Rindu yang berjalan dari arah dapur mendekati Adnan.
Adnan menatap sinis bungkusan bekal itu. Apalagi yang direncanakan oleh wanita ini? Namun, Ia segera mengambilnya karena matanya tidak sengaja menangkap kehadiran Bu Lyla.
"Makasih, mas berangkat dulu ya" Ucap Adnan kemudian.
"Iya, hati-hati ya mas" Jawab Rindu lalu menyalami tangan suaminya.
Adnan sebenarnya risih dengan itu. Tapi apa boleh buat, Ia harus berpura-pura untuk menjaga hati orang tua mereka.
* * *
"Selamat pagi pak Adnan" Ucap receptionist kantor yang melihat kedatangan bos mereka itu. Agak kaget sebenarnya, baru saja kemarin menikah hari ini sudah masuk kantor saja.
Adnan hanya menjawab salam itu dengan anggukan kepala. Langkah panjangnya menuntunnya menuju lift untuk keruangannya.
#Ting
Lift pun berhenti di lantai 5 tempat dimana ruangan CEO PT.Nusa Bhakti itu berada. Seorang lelaki seumuran denganmya menyapa Adnan. Ia pun terlihat kaget dengan kehadiran CEO muda itu.
"Wah!! udah masuk nih pengantin baru" Celetuk Cakra yang baru saja ingin meamsuki ruangannya.
"Ck... apaan sih" Adnan tidak menanggapi sahabatnya itu dan tetap berjalan menuju ruangannya.
"Yee... bingung banget dah ini orang habis nikah harusnya senang, tuh anak malah emosian" Cakra misuh-misuh sendiri lalu masuk ke ruangannya.
"Surprise!! Good morning sayang!" Tanpa disangka Adnan, ternyata Zizi sudah berada di ruangannya. Wanita itu berjalan mendekati Adnan sambil merentangakan tangannya.
Kedua insan yang saling merindukan itu kemudian saling berpelukan melepaskan rasa rindu yang sudah membuncah.
"Kangen banget" Ucap Adnan lalu mencium puncak kepala Zizi.
"Miss you more. Kamu tuh di telfonin gak jawab-jawab kenapa sih?" Cecar Zizi.
"Ya, kamu tau kan sayang. Kalo di rumah itu ada Rindu. Aku gak bisa leluasa, belum lagi ada Umi, Abi, dan abangnya"
Zizi memutar bola matanya mendengar nama itu disebut. Rindu. Wanita yang sekarang menjadi saingan terberatnya untuk mendapatkan Adnan.
"Ini apa sayang?" Tanya Zizi saat melihat tas kecil yang dibawa oleh Adnan.
"Bekal"
"Sejak kapan kamu bawa bawa bekal ke kantor?" Tak ada jawaban dari Adnan.
"Oh, dibuatin istri kamu ya?" Tanya Zizi tanpa meminta jawaban.
Gadis itu kemudian membuka tas kecil yang berisi tempat makan. Di atasnya ada sebuah sticky note yang tertempel.
'Diabisin ya mas, semoga suka. Semangat kerjanya suamiku *:'
Zizi tentunya cemburu dengan itu. Raut wajahnya yang tadinya ceria berubah menjadi masam. Adnan yang melihat itu kemudian mendekatinya dan membaca pesan di sticky note itu.
"Udah, gak usah dipikirin. You're the only one, I promise" Ucap Adnan sambil mengelus punggung Zizi. Gadis itu kemudian memeluk tubuh Adnan. Menenggelamkan wajah jantiknya di dada bidang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu untuk Adnan
RomancePerjodohan, sebuah cerita klise yang mungkin dialami banyak orang termasuk Adnan dan Rindu. Kedua insan yang sama sekali tidak saling mengenal harus terikat dalam ikatan suci pernikahan berlandaskan janji dari kedua kakek mereka. Bukan hal yang muda...