Part 7

3 0 0
                                    

Rindu dan Adnan berdiri di pelaminan menyalami satu per satu tamu yang datang untuk memberikan restu dan doa untuk mereka berdua. Adnan tentunya tersenyum dengan sangat terpaksa. Beberapa kali Ia menampilkan wajah malas namun terus dipelototi oleh mamanya. Adnan terpaksa harus berakting. Pura-pura bahagia dengan semua ini.
Berbeda dengan Rindu, Ia tersenyum begitu tulus dan bahagia. Sesekali Ia melambaikan tangan dan terkekeh dengan beberapa tamu undangan yang merupakan teman-temannya. Adnan sebenarnya bingung dengan gadis disampingnya. Sebelum pernikahan Rindu juga terlihat tidak suka dengannya. Namun hari ini Ia terlihat begitu bahagia, seperti tidak ada masalah apa-apa.
"Barakallah Rinduuu...." Ayla, sahabat SMA Rindu memeluknya sembari memberi ucapan selamat.
"Jazakillah Ayla. Kirain gak bisa datang..." Komentar Rindu. Memang benar, temannya itu sudah mengabari dan meminta maaf karena tidak bisa datang.
"Haha... Surprise. Ini aku bela-belain loh terbang dari Dubai kesini haha" Ayla terkekeh lalu berjalan maju memberikan ruang untuk tamu lainnya.
Tiga orang pria dengan setelan jas berjalan mendekati pasangan pengantin. Itu adalah Kelvin yang mengenakan tuxedo navy juga Cakra dan Galang dengan tuxedo hitam.
"Widiiih... udah jadi suami nih" Komentar Galang sambil bersalaman ala cowok dengan Adnan. Sementara yang diberi selamat hanya menampilkan wajah datarnya.
"Cantik ya bini lu" Cakra berbisik tepat ditelinga Adnan.
"Mata lu dijaga dong..." Adnan sewot dengan candaan Cakra.
"Yee... sinis amat sih. Eh, Rindu selamat ya. Kalo nakal dijewer aja tuh suaminya" Rindu tertawa melihat persahabatan Adnan dan kawan-kawannya.
"Selamat ya Adnan, Rindu. Yang bener lu jadi suami" Nasehat Kelvin kepada sahabatnya.
"Kayak lu udah pernah aja" komentar Adnan.
Tak lama sang MC mengumumkan untuk foto bersama. Raya dan Alya dengan cepat maju dan naik ke pelaminan ingin berfoto dengan Rindu. Begitupun para sahabat Adnan.
"Yok.. siap, 3,2,..." Seorang fotografer memberikan aba-aba.
Raya yang berdiri di samping Rindu tiba-tiba saja menyenggol sahabatnya itu agak keras. Membuat Rindu menubruk tubuh Adnan, sementara suaminya itu refleks menahan pinggang Rindu dengan tangan kekarnya.
"satu..."
#Cekrek
Raya tersenyum puas dengan apa yang baru saja dilakukannya. Sementara Rindu sedang mengendalikan detak jantungnya sekarang. Tangan Adnan sudah tidak melingkar dipinggangnya, pria itu langsung menarik tangannya hanya dalam hitungan detik.
"Sekarang mbak sama mas nya ya berdua..." Perintah sang fotografer.
Rindu dan Adnan bersiap-siap untuk difoto. Mereka berdiri berdampingan dengan jarak selangkah.
"Ini kok kayak lagi berantem sih, mepetan dikit mas sama mbaknya"
Dengan cepat Adnan merangkul bahu Rindu, menghapus jarak diantara mereka.
"Oke, tiga, dua, satu..."
#Cekrek
Sebuah foto manis akhirnya berhasil diabadikan oleh sang fotografer, Ia tersenyum puas melihat fotonya. Dengan buru-buru, Adnan menarik kembali tangannya lalu membuat jarak lagi diantara mereka.
Rindu tersenyum pahit. Akankah pernikahan ini menjadi pernikahan yang dia impikan? Tidak. Ia tidak boleh patah semangat. Ia yakin Adnan akan menerimanya suatu hari nanti seperti dirinya yang sudah sepenuhnya menerima Adnan sejak selesai Ijab Qabul tadi.
* * *
Kamar pengantin itu terlihat sangat indah dengan hiasan nuansa putih dan gold. Rindu sudah lebih dulu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Rasanya gerah sekali berjam-jam menggunakan gaun pengantin dan menyalami para tamu.
Rindu terdiam sejenak melihat pakaian tidur yang akan Ia kenakan. Tidak, itu bukanlah pakaian yang sexy, namun Rindu sama sekali belum pernah memakai pakaian seperti ini bahkan melepas hijabnya selain didepan Abi dan Abangnya. Dengan ragu-ragu Rindu mengenakan sebuah setelan baju tidur seperti dress dengan gardigan kimononya.
Ia kemudian melihat pantulan dirinya dicermin. Gadis itu tersenyum lalu dengan yakin membuka pintu kamar mandi menuju kamarnya.
Bertepatan dengan keluarnya Rindu dari kamar mandi, Adnan juga baru masuk ke kamar pengantin mereka. Adnan terpaku melihat sosok didepannya. Seorang wanita cantik yang menggunakan pakaian tidur berwarna maroon. Kulitnya begitu cerah dan bersih tanpa ada goresan dibagian manapun. Rambut panjangnya tergerai indah menutupi leher jenjangnya.
Adnan meneguk salivanya. Matanya masih tertuju pada Rindu, seperti terhipnotis.
"Mas... mas, mas Adnan!" Rindu mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Adnan yang masih mengenakan setelan jas itu.
"Eh i..iya kenapa?" Adnan tampak kebingungan harus bagaimana.
"Mas kenapa bengong?"
"Mas?" Adnan mengulangi panggilan Rindu.
"Iya, mulai sekarang aku panggil kamu Mas" Ucap Rindu bersemangat.
"Duh apasih gak usah pake panggilan-panggilan!" Seperti biasa, Adnan bersikap dingin lagi.
"Gak, aku akan tetap panggil kamu mas..." Rindu bersikukuh.
"Yayaya... udahlah terserah lo. Gue mau mandi"
"Eits... gak ada panggilan 'Lo Gue' lagi. Pokoknya mas harus gunain 'Aku/Kamu'."
"Ck..." Adnan berdecak lalu masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Rindu.
Setelah selesai dengan aktivitas mandinya, Adnan melihat ke sekeliling kamar mandi itu. Tidak ada satu pun handuk di sana. Betapa bodoh dirinya tidak mengecek terlebih dahulu. Adnan berpikir sejenak, tidak mungkin Ia keluar dalam keadaan seperti ini.
"Rindu!!!" Teriak Adnan dari dalam kamar mandi. Dengan terpaksa Ia harus meminta bantuan wanita itu.
"Ya? Kenapa mas?" Rindu mendekatkan dirinya ke pintu kamar mandi agar bisa mendengar suara Adnan dengan jelas.
"Ambilin gue handuk!"
"Apa? Gak denger..."
"AMBILIN GUE HANDUK!!!"
"Gak denger, gak denger..."
"Ck... Ambilin aku handuk! Oh iya, sama baju terserah ada di koper" Adnan tidak ingin memperlihatkan tubuhnya, enak saja. Zizi yang pacarnya saja tidak pernah melihatnya bertelanjang dada, Ia harus menjaga dirinya untuk Zizi, tekad Adnan.
Rindu tertawa puas lalu berjalan mengambil handuk di lemari.
"Ini handuknya mas!" Teriak Rindu dari luar.
Pintu kamar mandi terbuka sedikit. Adnan mengulurkan tangannya keluar meraih handuk yang dibawakan Rindu. Lalu dengan secepat kilat menutup pintunya lagi.
"Bajunya mana?" Teriak Adnan lagi.
"Gak mau, ambil sendiri..." Rindu benar-benar menaikkan tensi seorang Adnan.
Adnan berpikir keras di dalam kamar mandi. Kalau keluar berarti Rindu akan melihatnya. Tapi kalau tetap di kamar mandi bisa mati kedinginan.
Adnan pun dengan sebal membuka pintu kamar mandi. Di sana sudah ada Rindu yang memperhatikannya sambil menopang dagu.
"Apa liat-liat!!" Sinis Adnan.
"Orang aku lagi liatin suamiku kok..." Rindu menahan tawanya. Asyik juga menjahili manusia kutub utara itu, batin Rindu.
#Drrt...drrt..
Ponsel yang Adnan letakkan di atas nakas samping tempat tidur bergetar dengan panjang. Tanda ada panggilan. Rindu yang jaraknya lebih dekat meraih ponsel itu. Sebuah nama kontak tertera sebagai pemanggil disana "My Lady". Raut wajah Rindu berubah seketika.
Ia sebenarnya sudah memprediksi hal ini sebelum Adnan resmi menikahinya. Melihat lelaki itu bersih keras tidak ingin dijodohkan membuatnya berkesimpulan yang sama dengan apa yang sedang Ia lihat sekarang.
Melihat itu Adnan buru-buru menghampiri Rindu dengan handuk masih melingkar dipinggangnya.
"Siniin HPnya!!" Perintah Adnan.
"Coba aja kalo bisa" Tantang Rindu. Ia mengalihkan ponsel itu dari tangan kanan ke kiri, lalu menyembunyikannya di belakang tubuhnya.
Adnan mencoba meraih ponselnya dibelakang tubuh Rindu. Namun keseimbangannya hilang. Tubuhnya jatuh mendorong dan menindih tubuh rindu di atas ranjang. Tak ada jarak lagi antara mereka sekarang, bahkan Rindu bisa dengan jelas mencium aroma maskulin dari tubuh Adnan.
Begitu pun lelaki diatasnya kini. Adnan mematung. Seluruh saraf tubuhnya seakan mendorongnya untuk mendekatkan wajahnya pada Rindu.

Rindu untuk AdnanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang