PART 4

9 0 0
                                    

Adnan terlihat begitu khawatir dengan mamanya sekarang, begitupun juga dengan Pak Surya. Ia dengan gesit membantu Adnan untuk mengangkat tubuh Bu Firda ke dalam ambulance bersama dengan para tenaga kesehatan.

Sepanjang jalan, tak ada yang menyampaikan argumen apapun. Hanya Adnan yang sesekali memanggil mamanya, berharap wanita paruh baya itu bisa sadar dengan panggilannya.

Menyesal. Ya, itu mungkin yang bisa mendeskripsikan perasaan Adnan sekarang. Andai saja tadi dia tidak membentak mamanya dengan keras, mungkin mamanya akan baik-baik saja sekarang, mungkin penyakit jantungnya tidak akan kambuh lagi.

Adnan berlari kecil beriringan dengan stretcher yang didorong oleh para nakes. Tangannya tidak lepas dari tangan mamanya, Ia sudah menggenggam tangan itu sejak saat di dalam ambulance tadi.

Stretcher yang didorong tadi akhirnya sampai ke tempat tujuannya, Ruang UGD. Pak Surya dan Adnan tentunya tidak bisa ikut masuk ke dalam ruang itu. Mereka pun duduk di kursi tunggu sambil terus memanjatkan doa.

2 Jam berlalu. Pak Surya baru saja selesai melaksanakan shalat Maghrib di Musholla rumah sakit. Sementara Adnan masih tetap pada posisinya. Duduk termenung di kursi tunggu. Tak lama kemudian, seorang dokter keluar dari ruang UGD, membuat Adnan dan Papanya segera menghampiri.

"Alhamdulillah, Tante Firda bisa bertahan. Sekarang sudah bisa pindah ke ruang inap" Ucap Aidil dengan senyuman diwajahnya. Ia sudah hapal betul dengan ekspresi keluarga pasien yang menunggu di depan ruang ini. Cemas, khawatir, penuh harap. Dan Ia selalu senang setiap kali bisa merubah ekspresi itu menjadi senyuman.

"Tante?" Adnan sebenarnya sangat senang dan bersyukur karena mamanya sudah membaik. Namun panggilan tadi sedikit mengganjal untuknya.

"Alhamdulillah... Terimakasih Aidil" Ucap Pak Surya tanpa memperdulikan pertanyaan Adnan.

"Sama-sama om. Ah ya, gue Aidil, abangnya Rindu" Aidil kemudian mengulurkan tangannya kearah Adnan.

"Rindu? Ah ya... ya Rindu" Ucap Adnan yang sempat bingung dengan nama yang diucapkan Aidil. Namun, sedetik kemudian Ia ingat siapa nama itu. Rindu. Dalang dari semua masalah dihidupnya. Walaupun begitu, Adnan tetap membalas uluran tangan tersebut. Bagaimanapun dokter dihadapannya ini sudah menyelamatkan mamanya.

"Thanks" Ucap Adnan kemudian yang dibalas anggukan kepala oleh Aidil.

"Oh ya, mungkin kita harus menunggu satu sampai dua jam ya sampai tante Firda sadar dari obat bius"

"Baik, sekali lagi terimakasih ya Aidil. Om sama Adnan ke kamar tante dulu" Pak Surya pamit dan berjalan menuju kamar rawat istrinya bersama Adnan.

'Weiss, ganteng juga calon suami Rindu. Walaupun masih gantengan gue' Gumam Aidil dalam hati. Ia kemudian berjalan ke arah yang berbeda menuju ruangannya.

Kamar rawat VVIP itu terlihat cukup besar dengan bed yang mewah dan perlengkapan yang mumpuni di dalamnya. Terdapat juga pemanas ruangan disamping tempat tidur Bu Firda. Tangan wanita paruh baya itu masih tersambung dengan infus.

"Assalamualaikum..." Salam itu membuat Pak Surya menoleh ke arah pintu. Ternyata yang datang adalah Pak Furqon dan Bu Lyla.

"Waalaikumsalam, wah terimakasih sudah repot-repot kesini Pak, Bu"

"Iya, tadi Aidil yang telfon saya kasih kabar kalo Bu Firda ternyata dirawat" Ucap Bu Lyla khawatir.

Ketiganya lalu duduk di kursi sofa tak jauh dari tempat tidur pasien. Tenggelam dengan pembicaraan tentang penyakit yang diderita oleh Bu Firda.

Sementara, Adnan baru saja keluar dari toilet, ia bergegas berjalan keluar untuk menuju kamar rawat mamanya, siapa tau mamanya sudah sadar. Namun langkahnya terhenti karena ada seseorang yang menghalangi jalannya.

Rindu untuk AdnanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang