Part 11

1 0 0
                                    

"Perlu kamu ingat ya mas. Bukan hanya kamu yang terjebak dalam pernikahan ini. Aku juga" Ucap Rindu dengan suara bergetar.

Ia kemudian berlari kecil meninggalkan Adnan yang menegang di tempatnya. Ia tidak menyangka respon istrinya akan seperti itu. Padahal biasanya Rindu selalu santai dengan perlakuan dinginnya.

Adnan menatap punggung itu hingga hilang dibalik pintu. Sekarang Ia merasa sangat bersalah telah membuat gadis itu menangis. Benar kata Rindu, yang terjebak dalam pernikahan ini bukan hanya dirinya sendiri, perempuan itu juga tentu sudah berkorban untuk ini.

Namun, lelaki berjas navy itu tetap melanjutkan langkahnya keluar dari rumah. Jam ditangan kirinya sudah menunjukkan pukul sembilan. Iya sudah janji untuk rapat 30 menit lagi. Sudahlah, masalah Rindu biar Ia selesaikan nanti, pikir Adnan.

Mobilnya melaju memecah kemacetan. Memang ini bukanlah ibu kota, tapi tetap saja dijam sibuk seperti ini semua orang berlomba lomba untuk segera sampai ke tempat tujuan.

Adnan menghentikan mobilnya saat lampu lalu lintas berganti merah. Sesaat kemudian sebuah pesan singkat masuk. Ia membuka pesan tersebut sembari menunggu lampu hijau.

From : My Lady ❤️

Aku lagi masak nih. Nanti siang aku anterin makanannya ya sayang.

Menerima pesan singkat itu membuat mood Adnan tiba-tiba saja membaik. Ia pun mengetikan pesan balasan untuk Zizi. Ah wanita itu, kalau di ingat-ingat ini sudah tahun ke sepuluh Adnan mengenalnya.

Zizi adalah teman dekatnya sedari SMA dulu. Adnan memang sudah menyimpan rasa saat itu, tapi baru bisa mengungkapkannya 7 tahun yang lalu. Bertemu dengan Zizi adalah salah satu keberuntungan yang sangat Adnan syukuri.

Klakson dari mobil di belakang menyadarkan Adnan yang sedari tadi senyum senyum sendiri memgingat kenangannya dengan Zizi. Tanpa menunggu lama Ia langsung menjalankan mobilnya.

Tak lama, sampailah Adnan di sebuah bangunan elit tempat dimana Ia memimpin perusahaan. Bak seorang CEO di drama, Ia turun dari mobil dengan dibukakan pintu oleh satpam yang segera mengambil kunci mobil untuk diparkirkan.

Adnan berjalan masuk sambil memasukkan sebelah tangannya ke saku celana. Beberapa karyawan dengan takut takut menyapanya, ada juga yang diam diam mengagumi kegagahannya. Adnan memang terkenal dingin dan cuek di kantor, karena itulah para karyawan disini kecuali sahabatnya Cakra sangat segan padanya.

"Nan!!! Tungguin!" Panggil Cakra yang lari mengejar lift.

Adnan menekan tombol di lift itu agar pintunya tetap terbuka.

"Thank you thank you, hss hss" Ucap Cakra dengan napas tersengal. Rupanya berlari dari parkiran cukup membuatnya kehabisan napas.

"Ehm.. gimana nih" Kata Cakra tiba-tiba. Kebetulan hanya ada mereka berdua di lift itu.

"Gimananya apanya?"

"Yaa itu... lo udah.." Cakra menggantung kalimatnya.

"Udah apa?!" Adnan merasa tidak enak dwngan pertanyaan Cakra kali ini.

"Dari roman romannya nih kayaknya belum deh. Ckck parah parah, punya istri secantik itu di anggurin doang. Yaelah"

"Lu pikir gue cowok apaan. Gue cuma cinta sama Zizi"

"Lah? Bukannya kebalik ya? Harusnya gue yang tanya. Lo cowok macam apa punya istri tapi punya pacar juga" Pungkas Cakra tepat saat pintu lift terbuka. Ia lalu berjalan pergi meninggalkan Adnan yang mematung ditempatnya.

Adnan berjalan menuju ruangannya sambil memijat pelipisnya. Bahkan sahabat dekatnya saja seakan lebih memihak Rindu dari pada dirinya.

'Lo cowok macam apa punya istri tapi punya pacar juga?'

Kata-kata Cakra tadi seakan bergema di telinga Adnan. Iya, dia memang pria yang sudah beristri. Tapi dia juga punya kekasih yang sangat dicintainya. Hari ini sudah dua kali rasanya Adnan tertampar perasaan bersalah.

Tapi, lelaki itu dengan cepat membuang rasa bersalahnya. Ya, ini bukan salahnya. Ia tidak mungkin mengorbankan Zizi hanya untuk wanita yang baru Ia kenal.

Adnan menghembuskan napas kasar lalu segera ke ruang meeting. Sepertinya Ia harus melupakan masalah pribadinya sejenak dan memimpin rapat pagi ini.

* * *

Seorang gadis cantik dengan rambut panjangnya yang di cepol diatas terlihat sedang sibuk di dapur. Apron yang Ia gunakan pun penuh dengan cipratan bahan makanan. Namun, senyumnya tidak pernah lepas dari wajah indahnya. Ia sesekali bersenandung sambil mengaduk spaghetti di wajan.

"Semoga aja Adnan suka" Gumamnya setelah makanan yang Ia masak sudah matang dengan sempurna.

Zizi kemudian memindahkan makanan itu ke sebuah wadah agar mudah di bawa . Setelahnya, Ia segera membersihkan dirinya dan siap-siap untuk ke kantor Adnan.

Tak butuh waktu lama, wanita itu sekarang sudah berada di depan meja riasnya. Seperti wanita pada umumnya, Zizi sangat senang dengan make up dan fashion. Dulu, Ia sempat mengikuti kursus menjahit, karena itulah sekarang dia membuka usaha butik kecil-kecilan. Tentunya usahanya itu sangat di dukung oleh kekasihnya. Bahkan Adnan rela memberikan modal yang tidak sedikit untuk Zizi mewujudkan mimpinya.

Zizi memperhatikan pantulan dirinya di cermin. Ia memang terbilang sangat cantik dengan tubuh yang tinggi semampai, badan langsing, dan kulit yang cerah dan mulus. Matanya juga sedikit sipit dan terlihat sangat menggemaskan ketika Ia tertawa. Tawa itulah yang selalu menjadi candu untuk Adnan.

Sebuah dress pink pastel dengan motif floral kecil

menjadi pilihan outfitnya hari ini. Rambutnya dibiarkan tergerai indah setelah tadi sempat di catok untuk membuat kesan wavy hair. Ia tersenyum puas lalu meraih sling bag nya. Tak sabar rasanya ingin bertemu dengan kekasihnya.

"Apa aku beli buah dulu ya?" Zizi berbicara pada dirinya sendiri. Tiba-tiba saja dia ingat akan buah kesukaan Adnan.

Gadis itu mengemudikan mobilnya dengan anggun. Tujuan pertamanya adalah ke supermarket terlebih dahulu sebelum ke kantor Adnan. Zizi kemudian memarkirkan mobilnya di sebuah pusat perbelanjaan tak jauh dari bangunan apartemennya.

Tujuannya hanya satu, yaitu membeli buah. Karena itu Ia langsung berjalan menuju stand yang menjual banyak jenis buah-buahan. Matanya tertuju pada buah tropis yang berwarna kuning, dengan cepat Ia meraihnya. Namun, ada sebuah tangan lentik juga yang mendarat di atas satu sisir pisang yang sudah diincar oleh Zizi dari jauh.

"Duh mbak, maaf. Boleh gak ya kalo pisangnya untuk saya saja?" Tanya Zizi sopan.

"Emm... Tapi saya juga butuh banget" Pemilik tangan lentik itu tersenyum kikuk ke arah Zizi.

"Ah atau kita bagi aja? ini pisangnya kan satu sisir jadi mungkin bisa dibagi dua" Sarannya kemudian.

"Oke kalo gitu" Jawab Zizi bersemangat. Untung saja yang berebut dengannya adalah wanita baik ini, kalo orang lain pastilah Zizi tidak akan bisa membawakan Adnan buah kesukaannya.

Mereka kemudian berjalan bersama menuju kasir. Tadinya Zizi menawarkan diri untuk membayar buah pisang itu. Namun wanita tadi menolak. Ia lebih memilih untuk menerima setengah dari harga pisangnya.

"Makasih banyak ya mbak. Ini buah kesukaan pacar saya soalnya. Mari mbak" Zizi berpamitan dengan wanita bergamis itu. Lalu berjalan menuju parkiran dengan membawa setengah sisir pisang di tas kresek bening.

Dengan semangat, Zizi mengendarai mobilnya menuju kantor Adnan. Sepanjang perjalanan, Ia tidak henti-henti nya tersenyum menebak bagaimana ekspresi Adnan saat mencicipi makanan buatannya itu.

Rindu untuk AdnanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang