16.

2.4K 90 1
                                    

Senin siang aku sudah pulang dari rumah sakit, dan sorenya teman-temanku datang. Seperti sudah lama rasanya aku tidak melihat wajah dan mendengar suara-suara khas mereka meskipun mereka semua berisik seperti lebah, begitu kata Kak Adnan.

"Nih, fans-fans lo menitipkan banyak sekali makanan." Rico meletakkan beberapa kotak yang berisi cupcake atau macaroon dan juga beberapa batang coklat. Memakan satu macaroon saja aku akan merasa berdosa sekali karena manis, apalagi coklat? Mungkin aku hanya akan memakan yang dark saja, sisanya aku hanya makan sedikit.

"Sok banget ngasih coklat, jenguk juga nggak." celetuk Ale.

"Bilang aja mau coklatnya." balasku iseng. Jarang-jarang aku bisa iseng dengannya. Bagaimana bisa iseng kalau baru melihat mukanya dari jarak beberapa meter saja jantungku sudah berdebar kencang seperti ingin bertemu presiden atau pejabat negara yang sejenis dengan presiden.

"Hehe." Ale hanya bisa nyengir lebar.

"Tuh Le, makanya buruan nanti diambil sama yang lain!" ujar Andre.

"Coklatnya Le maksudnya yang diambil sama yang lain." tambah Gio. Mereka berdua kemudian tertawa-tawa penuh rahasia.

Aku memakan hadiah-hadiah itu bersama teman-temanku. Apalagi semua anak laki-laki yang datang kuat sekali makannya.

"Oh macaroon dari Arga." cibir Ale. Kak Arga, kapten tim futsal sekolah. Ale memang tidak menyukainya tanpa alasan yang jelas.

"Sok manis deh." tambahnya lagi setelah membaca kartu kecil yang ditempel diatas kotak. Baru saja aku ingin membacanya, kartu itu sudah dibuat menjadi sobekan-sobekan kecil oleh Ale.

"Baru mau liat!" aku mengerenyitkan kening.

"Ngapain sih kayak gini aja di liat-liat segala. Mending liat aku." balasnya dengan cuek. Tanpa disuruh pun juga aku akan senang sekali melihat mukanya.

Aku agak menjauh dari tempat Ale, menghampiri Jazlyn, Monika, dan Lala.

"Apalagi yang lo tahu soal Nadine?" bisikku.

"Nggak ada, cuma yang gue bilang di chat aja yang gue tahu." Jazlyn menggelengkan kepala.

"Gue stalk sampai ke Facebook tuh kemarin, tapi gak ada foto dia. Blog juga ada tapi ya ala-ala anak SMP gimana sih di blog. Twitter digembok, avatar juga bukan fotonya. Susah deh. Adanya bekas mention dari Ale yang muncul banyak makanya gue bisa ambil kesimpulan dia sayang banget sama Nadine dari mention-mention itu."

"Eh gue kan ada Instagram-nya!" pekik Lala.

"Kok bisa La?" tanyaku.

"Awalnya dia itu tuh temennya temen Twitter gue gitu, sama-sama Directioner. Entah karena apa gue jadi saling follow sama dia juga. Nadine Tatjana kan? Iya dia pernah bilang orang Indonesia tapi tinggal di Belgia. Tapi gue lupa baru keinget gara-gara ngerasa pernah kenal sama orang namanya Nadine."

"Lah akunnya beda ya sama yang gue temuin?" Monika terlihat bingung.

"Iya dia buat Twitter baru lagi itu berarti." timpal Jazlyn.

Aku melihat Instagram milik Nadine dari handphone Lala. Nadine jauh dari dugaanku. Kupikir dia seorang gadis Eurasian yang bertubuh tinggi langsing dengan rambut panjang sepunggung yang terawat serta hampir selalu memakai make-up kemana saja.

Ternyata tidak. Wajahnya benar-benar Asia. Aku pikir mungkin dia ada keturunan Jepangnya juga. Rambutnya hitam lurus sebahu. Tingginya wajar, mungkin setinggi Lala. Tidak terlalu langsing sih, tapi tetap enak dilihat kalau memakai baju yang sedikit terbuka.

Toi et MoiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang