23.

1.8K 62 0
                                    

***
Aku berangkat diantar Kak Adnan pagi ini. Yang selalu tidak sabar menungguku bersiap-siap.

"Dek udah jam berapa ini, buruan dong!" teriak Kak Adnan dari lantai bawah.

"Iya kak sabar aduh!" balasku sambil menyisir rambut.

Aku berlari menuruni tangga setelah selesai menyisir dan langsung menyambar tas.

"Ma aku berangkat ya!" seruku sambil mencium tangan. Kak Adnan sudah pamitan daritadi dan menungguku di dalam mobil dengan tidak sabar.

"Iya, hati-hati ya."

Aku masuk kedalam mobil.

"Mau ke sekolah durasi siap-siapnya sama aja kayak mau ke pesta!"

"Namanya juga cewek kak, emang ribet. Makanya punya cewek. Biar tau." balasku sambil mengoleskan lipgloss ke bibir pucatku. Aku akan terlihat tidak segar tanpa lipgloss.

"Lo aja udah menggambarkan segala keribetan cewek kok."

"Tuhkan, cari cewek lah kak! Biar gak galak-galak banget jadi cowok."

"Ya lo adek gue. Wajar gue galak. Sama cewek yang bukan adek beda lagi."

"Ih."

"Apa? Lo juga gak rese kan kalo lagi sama Ale? Beda sama pas bareng gue?"

"Iya lah. Ale kan lucu. Gak kayak Kak Adnan."

"Lucu lucu di confess bingung. Oon lo."

"Lo sendiri apakabar sama Lala? Orangnya ditanya malah gitu nggak mau ngungkit."

"Ntar aja ah ceritanya. Masih pagi."

Kenapa? Lala seperti menyembunyikan sesuatu, ternyata Kak Adnan juga.

Sampai di depan gerbang sekolah, Kak Adnan nenghentikan mobil.

"Belajar yang bener. Daripada lo nyesel." ujar Kak Adnan sambil mengacak-acak rambutku. Aku segera melangkah turun dari mobil.

Sekarang sudah jam 6.15, tapi kebanyakan kelas hanya terisi sekitar 10-15 orang. Ale pasti belum datang.

"Halo, Tia." sapa sebuah suara mengejutkanku.

Ian. Bukan, bukan Ian Somerhalder. Adrian.

"Hai, Ian." tipikal murid rajin dan pintar macam Ian tidak akan pernah datang melewati jam 6.15. Ian dan Ale sama-sama termasuk dalam daftar most wanted guys di sekolah. Karena aku mengenal mereka berdua, aku bisa melihat jelas pribadi mereka yang sangat berbeda. Kemampuan, jelas berbeda. Ian bisa menghitung besaran vektor, sementara Ale bisa menghitung elastisitas permintaan dan penawaran. Penampilan Ian di sekolah tidak akan berubah dari pagi sampai sore, rambutnya normal tidak berjambul dan kaku saat dipegang karena gel, dan celananya bukan chino dan itu juga tidak dikecilkan. Ale kebalikannya, pagi hari masih rapi kemudian saat istirahat pertama kemejanya mulai keluar-keluar, rambut berjambul dan kaku, celananya chino bukan celana seragam, dan jarang pakai kaus kaki. Tapi aku sendiri tidak bisa membayangkan Ale seperti Ian, atau sebaliknya. Mereka juga selalu terlihat spesial di hati pengagum mereka masing-masing.

"Kok udah gak sama Ale berangkatnya?" tanya Ian.

"Iya waktu itu kan cuma karena supir gue lagi mudik dan gak ada yang bisa nganterin, terus dia nawarin jemput gue."

"Oh, gue kirain kalian lagi berantem. Hahaha."

"Hah? Nggak...biasa aja ah. Lo pulang sendirian mulu, kapan ada yang bisa diajakin pulang bareng?"

"Nanti fans gue berkurang kalo gue punya cewek, gimana?" Ian memang suka bercanda soal ganteng dan banyak fans, meskipun sebetulnya itu benar-benar terjadi.

Toi et MoiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang