25.

1.6K 67 0
                                    

Karena makin banyaknya tugas, aku jadi lupa kejadian hari Jumat. Tapi saat sedang rapat tentang buku tahunan di hari Rabu, aku jadi teringat lagi.

Ale datang bersama Nadine, memisahkan diri dari Gio dan Andre. Padahal biasanya mereka bertiga hampir tidak pernah berpisah.

Monika seperti bisa menebak pikiranku.

"Eh Gio, Andre kok berdua aja? Biasanya ada yang nempel kan satu lagi." cetusnya.

"Biasa, asik sendiri dia Mon. Eh Tia, biasanya juga ada yang nempel kan?" Andre mengutip pertanyaan Monika. Bukannya kesal, aku tertawa karena mendengar nada bicara Andre.

"Apaan Ndre yang nempel? Lakban? Selotip? Double tape? Apa super glue?" tanyaku.

"Ih pengen ngelucu Gi dia Gi...tawa yok tawa. Hahahahahaha!!" Andre dan Gio tertawa agak kencang.

Ale yang duduknya masih tidak jauh dari tempat Gio dan Andre menoleh setelah mendengar suara tawa Gio dan Andre.

"Ndre ada orang sombong Ndre nengok-nengok. Sini dong lu gak asik banget!" seru Gio. Aku menyingkir, bergabung dengan Monika, Lala, dan lainnya. Cowok-cowok itu mulai berisik jadi lebih baik pindah saja.

Ale diam saja, tidak menyapaku atau apapun. Hanya menatapku datar.

Aku melihat ada sesuatu yang akan diutarakan Ale, tapi tidak tahu apa. Sebetulnya, setelah aku sadari Ale menyapaku terakhir kalinya sekitar dua minggu yang lalu. Selebihnya tidak pernah. Chat juga tidak. Hanya tatapan datar yang aku terima saat di kantin, di lorong, dimanapun itu.

Setelah rapat selesai, hampir semua anak berebutan beranjak dari aula untuk pulang. Karena malas beranjak, aku memperlambat gerakanku. Ian sudah menghilang bersama Rico, Tando, dan Ardi. Lagipula, aku belum dijemput. Aku berjalan lambat sambil mengetik SMS untuk supirku sampai aku tidak sadar aku menabrak pelan punggung seseorang di depanku.

"...Maaf Le." ujarku pelan. Bahkan saat menabraknya seperti ini saja aku merasa kaku untuk minta maaf. Ale sedang sendiri. Hanya tersisa Ale dan aku di aula, serta dua orang panitia buku tahunan yang duduk di sudut lain. Jauh dari Ale dan aku.

Ale hanya tersenyum kaku.

"Ale, sebetulnya kenapa kamu jadi diemin aku?" aku rasa aku mengucapkan kalimat ini di waktu yang kurang tepat.

"Lo yang harusnya nanya ke diri lo sendiri lo itu kenapa!"

Ale membentakku. Tapi masih dalam volume wajar.

"Kamu tiba-tiba ngejauh dari aku." elakku.

"LO BILANG GUE TIBA-TIBA NGEJAUH?! EMANGNYA SIAPA YANG JALAN BERDUA SAMA IAN?" aku menoleh kearah dua panitia buku tahunan tadi berada dan mereka ternyata sudah pergi. Pantas Ale semakin menjadi-jadi.

"Itu kan gara-gara abis dari art gallery Le, lo sendiri juga tiba-tiba deket sama Nadine!"

"Gue tanya sekarang mau lo apa? Gue confess lo, lo minta waktu dulu. Gue kasih. Tapi apa? Lo malah deket-deket Ian!"

"Iya terus lo mau bales gue dengan cara lo deketin Nadine? Le, Ian gak pernah ada apa-apa sama gue. Mungkin ini cuma gara-gara gue nggak pernah cerita apapun awalnya...tapi itu juga gue sengaja biar lo nggak mikir gue milih Ian. Dia deket sama gue, cuma karena dulu duduknya deketan pas kelas 11 dan sering barengan kalo ada tugas kelompok. Udah gitu doang..."

Toi et MoiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang