21

152 17 2
                                    

...

Kafe miliknha sudah mulai buka, meskipun matahari baru saja menampakkan dirinya di ufuk timur. Sebagai pemilik, Hyunsuk biasanya datang lebih pagi untuk memastikan semua berjalan lancar. Namun, hari ini sedikit berbeda-ia tidak datang dengan semangat yang biasanya ia bawa. Langkahnya terasa berat, dan wajahnya masih menyimpan sisa-sisa emosi dari percakapan dinginnya dengan Jihoon di rumah.

Di belakang meja kasir, Asahi sudah mulai bekerja. Dengan sikap tenang yang selalu ia tunjukkan, ia melayani pelanggan yang memesan kopi dan sarapan. Senyumnya tipis, tapi cukup untuk membuat suasana kafe terasa ramah. Meski demikian, Asahi tidak bisa mengabaikan aura gelap yang terpancar dari Hyunsuk saat ia masuk ke dalam kafe.

"Pagi, bos," sapa Asahi singkat, mencoba menyembunyikan rasa canggung.

Hyunsuk hanya mengangguk kecil tanpa membalas sapaan itu. Langkahnya langsung menuju ruang belakang, tempat ia bisa mengasingkan diri sejenak dari hiruk-pikuk pelanggan.

Sementara itu, di dapur, Ryujin dan Yeji sibuk menyiapkan pesanan yang terus berdatangan. Kedua gadis itu bekerja seperti tim yang sudah lama terbentuk, saling melengkapi dengan cekatan. Ryujin dengan energi cerianya bertanggung jawab pada masakan berat, sedangkan Yeji, dengan sikap teliti dan penuh perhatian pada detail, lebih fokus pada hidangan manis seperti kue dan pastry.

"Ryujin, tolong bawain telur ke sini," panggil Yeji sambil memeriksa oven yang mulai berbunyi.

"Bauk, chef! Telur siap dikirim!" sahut Ryujin sambil bercanda, meskipun tangannya bergerak cepat mengambil bahan yang diminta.

Di sisi lain kafe, Doyoung, adik ipar Hyunsuk sekaligus barista andalan kafe itu, tengah sibuk meracik kopi pesanan pelanggan. Gerakannya elegan dan terampil, seperti seorang seniman yang menciptakan karya seni. Doyoung tidak hanya membuat kopi yang enak, tetapi juga selalu menambahkan sentuhan visual dengan latte art yang membuat para pelanggan terkesan.

"Cappuccino untuk meja tiga, satu Americano untuk takeaway," katanya pelan namun tegas, memberikan minuman yang sudah ia siapkan kepada Asahi di meja kasir.

Asahi melirik Doyoung. "Kamu lihat Hyunsuk pagi ini?" tanyanya dengan nada pelan, memastikan pelanggan tidak mendengar.

Doyoung mengangguk sambil mengusap tangannya dengan kain bersih. "Sudah. Kak Hyunsuk masuk langsung ke belakang. Kenapa? Ada masalah lagi?"

Asahi menghela napas. "Entahlah. Kayaknya ada sesuatu yang berat. Dia biasanya nggak begini."

Doyoung mengangguk, wajahnya terlihat sedikit khawatir. Sebagai adik ipar Hyunsuk, ia tahu betul bahwa Hyunsuk tidak mudah menunjukkan kelemahannya di depan orang lain, apalagi di tempat kerja. Tapi jika sudah seperti ini, berarti ada sesuatu yang benar-benar mengganggunya.

Sementara di Ruang Belakang, Hyunsuk duduk di sofa kecil ruang kerjanya, memandang dokumen-dokumen di atas meja tanpa benar-benar membacanya. Pikirannya melayang ke kejadian di rumah tadi pagi. Wajah Junghwan yang ceria, suara tawa kecilnya, dan tatapan polosnya-semuanya membuat Hyunsuk merasa bersalah. Bagaimana ia bisa menunjukkan ketegangan ini di depan anaknya?

Namun, di balik rasa bersalah itu, ada amarah yang terus membara terhadap Jihoon. Foto-foto yang ia lihatkemarin siang tidak bisa ia lupakan begitu saja. Rasa sakit itu seperti duri yang menusuk hatinya.

Married by Accident - HoonsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang