13

727 187 6
                                    

Walaupun Hendry sedang berduka tapi dia harus melakukan kewajibannya sebagai seorang raja. Setelah melewati waktu yang cukup lama menyendiri di kamar, akhirnya Hendry keluar untuk menyelesaikan tugasnya.

Eso, pelayan Hendry tidak mau terlalu menuntut raja muda ini, dia meminta agar Hendry bisa bekerja semampunya saja dulu.

Hari-hari Hendry lalui seorang diri, dia pergi menemui rakyat, makan dan tidur sendiri. Terkadang bayang-bayang Riel masih menghantui Hendry akan tetapi Hendry mencoba terbiasa tanpa kehadiran Riel.

Suatu malam, Hendry baru menyelesaikan tugasnya, Hendry beristirahat di kamar setelah dia selesai mandi. Hendry duduk di atas kasur sembari melihat beberapa catatan yang akan dia lakukan besok, Hendry yang tengah fokus tiba-tiba dikejutkan dengan bayangan seseorang masuk ke dalam kamarnya.

Hendry menoleh tapi tidak ada seorang pun yang masuk karena pintunya sudah dua tutup rapat, Hendry memijat keningnya.

"Hanya halusinasi ku saja, sepertinya aku lelah" gumam Hendry.

Tapi kembali bayangan itu berjalan melewati Hendry, raja muda ini berdiri.
"Siapa ?" Tanya Hendry tapi tidak ada jawaban.

Hendry akhirnya memilih tidur saja untuk mengistirahatkan tubuhnya, saat Hendry mulai terlelap dia bisa mendengar suara seseorang terus menyebut nama Hendry.

"Yang mulia Hendry.. "

"Mm?" Hendry merasa terganggu.

" ..Hendry.. yang mulia.. Hendry.. "

Hendry membuka matanya lebar, dia bisa melihat langit-langit kamarnya.
"Ap-apa yang terjadi? Sepertinya.. aku mendengar suara Riel" ujar Hendry, dia perlahan bangun sembari memijat keningnya.

Tak lama kemudian, pintu kamar Hendry terbuka, dia bisa melihat Eso masuk membawa nampan dengan segelas air putih.
"Selamat pagi yang mulia, pagi ini Anda ada jadwal kunjungan ke salah satu sekolah untuk peresmian bangunan baru"

Hendry menatap Eso.
"Sekolah? Aku?" Tanya Hendry karena seorang raja tidak melakukan hal seperti itu, tugas itu dilakukan oleh Adipati yang memimpin setiap wilayah tertentu.

Eso tersenyum.
"Ya, Anda sendiri yang ingin pergi.. apa Anda lupa?"

"Sekolah mana?" Tanya Hendry.

"Sekolah putra Tihata" jawab Eso.

Deg!

Hendry terkejut.
"Sekolah putra Tihata? Bukankah itu satu tahun lalu saat aku menjadi Adipati?"

Eso terlihat bingung.
"An-Anda Adipatinya"

"Aku.. Adipati?" Mata Hendry langsung mengitari kamar ini, dia semakin terkejut karena sekarang Hendry ada di kamarnya dulu di mansion saat dia masih menjabat sebagai Adipati.

Hendry berjalan menuju jendela, tempat ini benar-benar mansion miliknya.

Eso mendekat.
"Anda baik-baik saja?" Tanya Eso.

"Tidak.. " Hendry menyentuh kepalanya.
" ..ini sangat aneh dan aku merasa kebingungan"

Kilauan cahaya terlihat dari pantulan jendela kamarnya, Hendry langsung melihat sesuatu yang menggantung dileher Hendry.

"Ini.. " Hendry menarik benda itu yang ternyata sebuah liontin bermata hijau jambrut seperti mata Riel, liontin yang berniat Hendry berikan pada Riel.

" ..kalau memang aku kembali menjadi Adipati seperti satu tahun lalu, benda ini tidak mungkin ada saat ini karena aku baru membelinya" gumam Hendry.

Eso mengaruk kepalanya ikut bingung dengan sikap tuannya, Eso kembali memberitahu Hendy masalah sekolah itu, karena Hendry tidak mau membuat orang-orang menunggu akhirnya dia bergegas mandi dan sarapan sebelum akhirnya dia dan Eso pergi ke sekolah yang Eso katakan.

Hendry benar-benar mengingat setiap detail apa saja yang terjadi saat dia menghadiri acara di sekolah ini, dari beberapa anak yang sedikit terlambat juga teks yang dia baca saat memberi kata sambutan.

"Semuanya sama" gumam Hendry, Eso yang duduk didekat Hendry menatap tuannya.

"Maaf yang mulia tapi sejak tadi.. um, sepertinya Anda bergumam hal aneh" ujar Eso.

Hendry menopang dagunya menatap keluar jendela kereta.
"Apa kamu percaya kalau aku kembali ke masa lalu hanya untuk menebus kesalahanku?" Tanya Hendry balik.

"Maaf?" Eso tidak tau apa yang Hendry maksud.

Hendry menghela nafasnya berat.
"Tidak, lupakan saja.. "

Hendry mengeluarkan liontin yang sejak awal terpasang di lehernya, Hendry menatap liontin tersebut.
"Apakah kamu bisa membuat surat pada yang mulia raja? Aku berniat berkunjung untuk beberapa hari, sudah lama aku tidak pulang"

Eso mengangguk.
"Baik, akan saya kirimkan suratnya"

Tak perlu waktu lama bagi Hendry untuk menerima balasan dari kakaknya Tirta, raja menyambut baik kedatangan Hendry karena Hendry sudah cukup lama tidak pulang ke istana.

"Selamat datang adikku, sudah lama kita tidak bertemu!" Tirta memeluk Hendry saat Hendry keluar dari kereta.

"Terima kasih yang mulia" Hendry menepuk-nepuk pelan punggung kakaknya.

"Bagaimana kabar mu?" Tanya Tirta.

"Baik.. sangat baik,." Hendry melihat kearah belakang Tirta, seorang pria muda berdiri dengan senyum simpul dibibirnya.

" .. bagaimana dengan Anda yang mulia.. Riel? Apakah Anda sehat?" Tanya Hendry.

Orang yang ternyata Riel sedikit terkejut ditegur oleh Hendry karena sejak menikah dengan Tirta, bisa hitungan jari saja dia berbicara dengan Hendry.

"Saya sehat, terima kasih atas perhatian Anda Adipati" ujar Riel.

Riel mencoba sebaik mungkin masih mempertahankan senyumannya agar perasaan canggungnya tidak menjadi-jadi saat bicara dengan Hendry.

.
.

Bersambung ...

Under the apple tree (Mpreg 18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang