Semua negara hidup dalam perdamaian, meski konflik tak akan pernah bisa sepenuhnya dihilangkan.
Hinata akhirnya menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin klan. Naruto juga telah menggantikan posisi Kakashi sebagai Hokage ke-7.
Namun, apa jadinya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pemilik Hati Yang Siap Bertempur
Pagi yang cukup cerah untuk memulai hari. Toneri dan Hinata duduk di ruang tamu seperti biasa. Menyesap teh yang dihidangkan oleh pelayan dan beberapa kudapan yang terhidang di hadapan mereka.
Setelah cukup berbasa-basi, Toneri dan Hinata kembali membahas urusan klan yang seolah tidak akan ada habisnya. Pun lelaki itu sudah mulai mengungkit tentang hutang piutang yang dilakukan oleh klan Hyuga. Juga sesuatu yang pernah dipinjam Hyuga dari klan Otsutsuki.
Hinata baru pertama kali mendengarnya dan tampak terkejut atas keterangan tersebut.
"Hiashi sudah lama meminjamnya. Kami membutuhkan hal itu sekarang." Ujar Toneri dengan raut wajah sedih.
"Benda apa yang kamu maksud?" Tanya Hinata.
Toneri menggeleng, pura-pura tidak tahu.
"Aku tidak tahu pastinya seperti apa, tapi bisakah kau mencarinya untukku?"
"Otou-sama pasti menyimpan catatan atau dokumen mengenai benda yang kamu maksud. Aku akan coba cari dulu berkasnya." Ujar Hinata, lalu menyesap tehnya yang mulai dingin.
"Terimakasih." Ucap Toneri dengan senyum yang merekah.
Lalu mereka kembali membicarakan urusan klan, yang sejujurnya Hinata sudah mulai muak. Semua ini memuakkan.
Ia sudah berusaha menerima Toneri, berusaha untuk menyukainya. Tapi entah mengapa hatinya begitu enggan.
Toneri selalu datang membawakan Hinata buket bunga dan coklat. Lantas, apakah tangki cintanya terpenuhi karena itu semua? Tidak. Karena banyak hal dari sikap Toneri yang tidak bisa Hinata terima.
Seperti saat ini, mereka tengah berada dalam perbincangan serius dan seekor burung tak jauh dari tempat mereka duduk sedang berciap-ciap bahagia setelah minum dan membasahi tubuhnya dengan air kolam.
Namun Toneri merasa sangat terganggu dengan hal itu lalu menatap burung tersebut sekilas. Sebilah cahaya menghampiri burung tersebut secepat kilat dan dalam sekejap burung itu mati terpanggang.
Hinata tahu dan melihat semuanya. Ia sempat begitu terkejut lalu segera mengendalikan ekspresinya, pura-pura tidak mengetahui apapun yang dilakukan oleh Toneri. Ia tidak pernah menyangka jika lelaki yang selama ini berbicara dengan begitu ramah kepadanya, mampu bersikap kejam pada makhluk hidup yang tidak berdaya.
Hinata menutupi ekspresi keterkejutannya dengan meminum tehnya sekali lagi. Ia tidak memungkiri jika rasa takut mulai menghampirinya. Selama beberapa bulan mereka menjadi kekasih, ia tidak benar-benar bisa memahami Toneri.