Hinata baru selesai mandi setelah tadi makan malam, ia mengenakan piyama tidurnya. Ia menuju keluar kamar berniat menunggu Naruto di ruang tengah sambil menonton televisi, namun baru saja ia keluar kamar Hinata mendengar bel apartemennya berbunyi. Dengan segera ia membuka pintu apartemennya yang mungkin itu Naruto.
Pintu terbuka, belum sempat Hinata melihat siapa yang datang tubuhnya langsung diterjang dengan pelukan erat dari orang yang ada didepannya. Hinata dapat mencium aroma parfume yang sangat iya kenali, parfume Naruto.
Hinata membalas pelukan sang kekasih dengan memberikan usapan pada punggung kekasihnya itu, sepertinya ada terjadi sesuatu pada Naruto.
"Ada apa, hm?" Hinata bertanya dengan lembut.
Naruto hanya membalasnya dengan sebuah gelengan, tangannya semakin erat memeluk tubuh Hinata wajahnya di benamkan pada perpotongan leher wanita cantik itu, menghirup dalam-dalam aroma menenangkan dari kekasihnya.
Dengan perlahan Hinata melepaskan pelukan Naruto, tetapi Naruto tak bergeming ia masih memeluk Hinata dengan erat.
"Lepas dulu ya, didalam saja." Sambil kembali berusaha melepaskan pelukan Naruto. Akhirnya Naruto mau dan menurut, mengekor dibelakang Hinata yang sebelumnya tadi sudah menutup pintu apartemennya.
Mereka berjalan ke ruang tengah, mendudukkan diri disana dengan Naruto yang kembali memeluk tubuh Hinata. Hinata pun membalas pelukan kekasihnya itu, kembali memberi usapan pada punggung lelaki itu.
"Ada apa?" Hinata kembali bertanya, "Jika ada masalah ceritakan saja."
"Hanya kesal saja, tadi saat makan malam ternyata rekan kerja Papah itu adalah orangtua Shion. Aku muak sekali dengan dia yang selalu ada di sekitarku." Akhirnya Naruto menceritakan kekesalan harinya pada Hinata, matanya terpejam dengan kepalanya bersandar pada bahu sempit Hinata.
Hinata mengernyit, "Shion? Murid kelas 12 IPS yang tempo hari memelukmu itu?"
Naruto mengangguk, sungguh ia malas sekali membahas Shion. Gadis itu sungguh mengganggu hidupnya, ia tak pernah merasa nyaman disekolah karena selalu ditempeli gadis pirang itu. Jika dengan Hinata tentu beda lagi, ia pasti merasa senang.
Hinata cemberut, tangannya mengeratkan pelukannya pada tubuh Naruto. Tiba-tiba ia dilanda rasa cemburu saat mengingat gadis itu yang dengan lancang memeluk lengan kekasih tampannya ini.
"Gadis itu sepertinya sangat menyukaimu, aku takut nanti kau balik menyukainya dan meninggalkanku." Ucap Hinata.
Mendengar itu Naruto langsung membuka kedua matanya dan melepas pelukan mereka, ia menangkup wajah mungil Hinata dan menatap mata amethyst itu.
"Hei, mana mungkin itu terjadi. Aku tidak mungkin aku menyukainya apa lagi sampai meninggalkanmu, kau tau aku sangat mencintaimu sayang. Jadi tak mungkin aku suka padanya." Naruto menatap Hinata dengan pandangan tulus penuh cinta dan keyakinan. Mengelus pipi gembil Hinata dengan lembut.
"Baiklah, aku percaya. Awas saja jika kau berani meninggalkan ku, akan ku potong penis besar mu itu." Hinata menatap Naruto dengan tajam dan nada mengancam.
Naruto menelan ludah dengan susah payah, rasanya penisnya terasa ngilu membayangkan nya.
"Baiklah sayang, bagaimana kalau sekarang kita tidur? Aku ingin tidur sambil memelukmu." Kata Naruto.
Hinata mengangguk, keduanya beranjak menuju kamar Hinata. Sebelum tidur Hinata menyuruh Naruto berganti baju dulu karena saat ini Naruto mengenakan setelan kemeja panjang dengan celana jeans, tentu itu akan terasa tak nyaman kalau di pakai tidur.
Hinata mendudukkan dirinya diatas kasur sembari menunggu Naruto yang berganti pakaian. Tak lama Naruto datang dan langsung bergabung bersama Hinata di atas ranjang, keduanya merebahkan diri dengan saling berpelukan dan Naruto yang menduselkan wajahnya pada dada sintal sang kekasih.