Jeno memasang wajah garang begitu mereka sampai di keramaian ibu kota, di tengah hiruk-pikuknya kenikmatan duniawi yang fana, di bekas tongkrongannya dulu.
Sepertinya sudah lama Jeno tak merasakan atmosfer kecemburuan, ketidakrelaan yang begitu besar, melihat istrinya jadi pusat perhatian pria-pria di club malam yang padat malam ini. Mungkin karena ini akhir pekan, banyak yang mencari pelarian sesaat di tempat yang menyesatkan tersebut.
Mereka baru sampai sekitar lima menit, dan Jimin sudah mendapatkan perhatian sebesar itu. Padahal, sudah jelas-jelas perempuan hamil itu datang dalam gandengan seseorang.
Namun sepertinya, banyak yang tak mempermasalahkan keberadaan Jeno. Mungkin, sebagian dari mereka justru tertantang bermain api. Pasangan orang lain kadang lebih memikat dan menggoda.
"Aku mau dansa," kata Jimin begitu mereka dekat dengan lantai dansa.
Jeno membuyarkan perhatiannya ke sekitar, lantas mentap istrinya. "Aku temani."
"Tapi kau tidak pernah mau dansa."
"Memang tidak."
"Kau mau jadi patung di lantai dansa?"
"Jadi pagar."
"Ha?"
Jeno mendengus geli mendengar ucapannya sendiri. "Aku tidak tenang. Bagaimana kalau ada kejadian yang tidak diinginkan? Bagaimana kalau kau terdorong secara tidak sengaja?"
Jimin menempelkan telunjukanya ke bibir suaminya. "Oke. Tapi jangan jadi party pooper."
"Hm."
Jeno membiarkan dirinya ditarik Jimin ke lantai dansa.
"15 menit cukup, kan?" ujar Jeno di samping telinga istrinya.
"Kok, sebentar?" protes Jimin.
"Sayang, nanti kau kelelahan bagaimana?"
Bibir Jimin mengerucut lucu. Hal itu, mendapatkan perhatian dari pria-pria yang memperhatikannya. Dan sekali lagi, Jeno harus menatap tajam ke arah mereka.
Mood Jimin segera membaik begitu lagu berganti. Tubuh moleknya mulai bergerak pelan. Bibirnya mulai terangkat membentuk senyuman. Beberapa detik kemudian, ia benar-benar berhasil menikmati ritme yang DJ ciptakan.
Perhatian Jeno tertinggal di sosok Jimin. Tatapan mendambanya tertuju hanya pada sosok perempuan itu. Bibirnya tersenyum tipis melihat Jimin benar-benar menikmati waktunya.
Ia tak biarkan Jimin berada terlalu jauh darinya, sudah mirip patung konkrit yang sama sekali tak membaur untuk suasana hiruk-pikuk lantai dansa.
"Aduh!" Jimin mendesis karena kandung kemihnya lagi-lagi penuh. Ia mendekat ke Jeno. "Aku ingin ke toilet."
KAMU SEDANG MEMBACA
ROYAL AND NOBLE
RomanceYoo Jimin tahu garis hidupnya sudah diatur, dan Royal Empire adalah masa depannya. Apa pun keputusan dalam hidupnya, semua sudah diatur oleh ayahnya yang otoriter. Jimin tidak terkejut kala sang ayah mengatakan bahwa ia akan segera bertunangan. Ia s...