ZaraHampir saja aku menjatuhkan tumbler saat menyadari ada yang menunggu di teras rumah. Aku meletakkan tangan di dada, berusaha mengendalikan jantungku yang berdebar kencang.
Pak Dante menghampiri dengan wajah khawatir. “Tadi saya ketuk-ketuk tapi enggak ada yang menyahut,” ujarnya.
Sepertinya waktu aku lagi mandi, karena sejak bangun sampai sekarang aku enggak mengecek handphone jadi tidak tahu apakah Pak Dante mencoba menelepon atau mengirim pesan.
Mataku menyusuri tubuhnya. Seperti biasa, dia tampak santai tapi juga mempesona. Aku baru tahu bahwa sebuah warna bisa membuat penampilan seseorang jadi makin menarik. Seperti warna navy untuk Pak Dante. Warna tersebut cocok untuk kulitnya yang sedikit gelap akibat terlalu lama di bawah sinar matahari.
“Pak Dante enggak bilang mau datang hari ini.”
Dia menyugar rambut sambil tersenyum. “Tadinya memang enggak berniat, tapi…” Pak Dante memutus jarak denganku. Dia menyentuh pinggangku dengan ringan dan membawaku ke hadapannya. “I miss you.”
I miss you.
Tiga kata yang membuat jantungku berdebar kencang.
“Kamu keberatan?” tanyanya.
Aku menggeleng. Malah sebaliknya. Meski aku tidak menyangka pengakuan itu akan keluar dari mulutnya, aku tidak keberatan jika dia merindukanku. Aku yakin wajahku pasti memerah karena mendengar pengakuan tersebut.
The truth is I miss him too.
Menghabiskan sehari penuh bersamanya membuatku jadi terbiasa akan kehadirannya. Ketika aku mencoba untuk tidur, aku tidak bisa melupakan sentuhan rinhan yang diberikannya di tubuhku. Juga pelukannya. Terlebih ciumannya. Sepanjang malam aku tidak bisa tidur nyenyak karena terus mengulang hal yang sama.
Aku menunggu kapan bisa bertemu lagi dengannya. Aku berpegang pada harapan bahwa Pak Dante masih ingin menghabiskan waktu denganku. Mungkin seminggu atau dua minggu lagi.
Ternyata dia malah datang lagi ini, hanya berselang beberapa jam setelah dia mengantarku pulang semalam.
“Kamu mau pergi?” tanyanya.
Aku mengerang. Kalau tahu dia akan datang, aku akan membatalkan semua pekerjaan hari ini.
“Aku ada janji dengan supplier, jadi mau ke pasar kembang. Setelah itu, giliranku yang jaga toko.” Aku memasang wajah cemberut. Meski aku suka berada di toko bunga, aku akan memilih untuk menghabiskan waktu bersama Pak Dante.
“Saya boleh ikut ke pasar? Saya enggak ada kerjaan hari ini dan belum pernah ke pasar kembang,” ujarnya.
Sebaris senyum terkembang di wajahku. Sebuah tawaran yang tidak mungkin kutolak. Rasanya bahkan seperti mendapat durian runtuh. “Oke.”
Sepertinya hari ini aku akan kembali menghabiskan waktu bersama Pak Dante.
***
Pak Dante berjalan di belakangku saat aku melintasi celah sempit di antara toko bunga demi toko bunga yang ada di pasar. Sesekali dia menyentuh punggung bawahku dan melindungiku ketika berpapasan dengan orang lain. Dia begitu protektif, memberikan rasa aman kepadaku.
Biasanya aku langsung menuju toko langganan dan memesan bunga yang dibutuhkan. Tidak lama waktu yang kuhabiskan di pasar. Kali ini, aku sengaja mampir ke toko lain dan melihat-lihat bunga yang ada di sana.
“Apa bunga favoritmu?” tanyanya.
Aku sedang menimbang bunga mawar di hadapanku sebelum menoleh ke arahnya. “Bunga krisan.”
![](https://img.wattpad.com/cover/373021493-288-k912110.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher
RomanceKetika mimpi sebagai pianis kandas, Zara banting setir menjadi guru private. Perkenalannya dengan Gregoria, seorang anak berusia enam tahun, membuat hidup Zara yang sebelumnya tenang tanpa gejolak, berubah penuh intrik setelah masuk ke dalam keluarg...