ZaraWaktu berlalu begitu saja sementara aku masih terjebak dalam fase denial. Rasanya ingin menyangkal semua yang terjadi selama beberapa hari belakangan. Kalau saja ada alat yang bisa menghapus ingatan, aku akan dengan senang hati menggunakannya untuk menghapus semua mimpi buruk yang menimpa.
Dari semua hal, aku masih belum mengerti dengan Alya. Atau Marni? Entahlah, aku bahkan tidak tahu siapa dia sebenarnya.
Alya datang sebagai karyawan kepercayaan Tante Rahmi. Dia sangat membantu, sehingga begitu Tante Rahmi berpulang dan aku bertanggung jawab atas toko bunga, aku tidak perlu berpikir panjang untuk memperkerjakan Alya. Terlepas dari sikapnya yanh aneh dan dingin, aku tidak peduli selama dia bisa menghasilkan rangkaian bunga.
Sedikit pun aku tidak menyangka di balik rangkaian bunga tersimpan hal buruk. Alya yang manis dan mungil berhasil mengelabui semua orang.
Terlebih aku.
Rasanya seperti orang bodoh. Selama ini Alya mengedarkan narkoba tepat di bawah hidungku dan aku tidak menyadarinya.
“Ra, lo udah tidur?” Ketukan di pintu membuyarkan lamunanku. Tak lama, pintu terbuka dan Gadis memasuki kamar.
Setelah menghabiskan dua malam di kantor polisi, aku terpaksa menginap di tempat Gadis. Rasanya sangat putus asa. Bahkan aku tidak punya tempat untuk pulang. Rumahku berada di bawah pengawasan polisi. Toko juga. Papa masih mendekam di penjara. Mama entah di mana. Dan Zen menjadi buronan.
Aku sebatang kara.
Gadis memasuki kamar tamu yang kutempati selama tiga hari terakhir. Aku tidak mungkin tinggal di sini selamanya. Namun, aku juga tidak tahu harus pergi ke mana.
“Gimana keadaan lo?” Gadis bertanya sembari ikut berbaring di sebelahku.
Aki menghela napas panjang. “Surreal.”
“Sudah ada kabar lagi?”
Aku menggelang. Dante dan Imran berjanji akan menghubungi begitu ada kabar soal Zen. Meski dia kakakku, aku ingin Zen segera tertangkap. Karena hanya dia yang bisa membuktikan aku tidak terlibat.
Diinterogasi polisi selama dua hari menjadi mimpi buruk. Selama itu pula, aku tidak melihat Dante. Dia sengaja menghindar, melimpahkan kasus kepada rekannya. Logika membuatku mengerti bahwa Dante tidak seharusnya terlibat, tapi di saat terendah seperti ini, aku membutuhkannya.
Karena saat ini, hanya dia tempatku bersandar.
Dante berjanji akan menuntaskan semuanya dan aku hanya bisa berharap semoga dia mewujudkan tekad tersebut.
“Lo masih syok,” tukas Gadis.
Sekali lagi, aku menghela napas panjang. “Setelah apa yang terjadi pada Papa, gue mati-matian menjalani hidup dengan benar. Ternyata masih ada aja orang jahat yang memanfaatkan gue.”
Gadis mengusap lenganku, berusaha memberikan ketenangan yang sangat kubutuhkan.
“Ini ada hubungannya sama kasus bokap lo?”
“Kata Dante begitu. Dia juga enggak berbagi banyak sama gue.”
“He has too.”
“Gue paham. Tapi salah enggak kalau gue butuh dia?” aku menatap nanar ke jendela yang kubiarkan terbuka.
“Sekuat apa pun, tetap aja lo butuh tempat bersandar. Sekarang yang lo punya cuma Dante. Ini cuma sementara. Setelah dia berhasil membongkar semuanya, dia akan kembali.”
Terlepas dari hidupku yang hancur berantakan dan pengkhianatan Alya, hal lain yang tanpa sadar juga melukai adalah adanya jarak antara aku dan Dante. Sebelum jujur kepadanya, aku sudah menguatkan hati akan kemungkinan terburuk ini. Nyatanya, saat terjadi, aku tak sekuat itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher
RomanceKetika mimpi sebagai pianis kandas, Zara banting setir menjadi guru private. Perkenalannya dengan Gregoria, seorang anak berusia enam tahun, membuat hidup Zara yang sebelumnya tenang tanpa gejolak, berubah penuh intrik setelah masuk ke dalam keluarg...