Dante
Zara memaksakan diri. Hal itu membuatku ingin memeluknya dan membawanya pergi jauh dari tempat ini. Keinginan utnuk melindunginya begitu kuat. Namun tidak ada yang bisa kulakukan. Dengan berat hati, aku membiarkan Imran membawa Zara ke ruang interogasi.
Aku tidak berbohong ketika menyatakan posisi Zara sangat terpojok. Sekilas lihat, orang dengan mudah melabelinya sebagai tersangka. Zara pemilik toko. Namanya ada di daftar pemilik setelah tantenya mewariskan toko itu kepadanya. Barang bukti ditemukan tersimpan di lemari di toko tersebut. Jumlahnya tidak sedikit. Jika terbukti terlibat, Zara bisa dikenakan hukuman seumur hidup, atau bahkan hukuman mati.
Meski aku percaya kepada Zara, tapi tak semudah itu untuk membuatnya dinyatakan tidak bersalah. Zara tetap harus menjalani pemeriksaan. Saat ini statusnya sebagai saksi dan kehadirannya di pemeriksaan ini untuk membantu membuktikan siapa pemilik narkotika tersebut.
Tadinya aku ingin menjadi pihak yang mewawancara Zara, tapi di detik terakhir aku berubah pikiran. Keadaan bisa semakin pelik jika hubunganku dan Zara diketahui. Jadi aku menyerahkan semuanya kepada Imran. Aku percaya dia bisa objektif.
Sementara itu, aku memusatkan perhatian kepada Alya.
Dari pemeriksaaan sementara, kecurigaanku terbukti. Data yang ada menunjukkan bahwa nama sebenarnya adalah Mariana. Di kalangan pengedar dia dikenal dengan nama Marni. Dia menghampiri tantenya Zara dan berpura-pura menjadi Alya. Setelah kasus Sandy mencuat, Marni harus mencari tempat lain sebagai kamuflase. Dia menemukannya di sebuah toko bunga yang tak berdosa, dengan pemilik seorang perempuan tua yang sudah sakit-sakitan. Meski dia belum jujur, aku yakin alasan pemilihan Blueming ada kaitannya dengan Herman Zainal.
Aku melingkari nama Zen. Dia kakak Zara yang luput dari pengegrebekan. Dia berhasil lolos dari jebakan Indra. Awalnya aku yakin dia akan memberitahu Marni, tapi melihat Marni yang butuh waktu sampai tiga hari untuk mencoba kabur, membuatku mempertanyakan hal lain.
“Gimana menurut lo?” tanya Imran.
Aku menunjuk nama Zen. “Harusnya dia langsung laporan ke Marni.”
“Buktinya enggak. Jadi ada dua kemungkinan. Dia terpaksa jadi kurir, dan ini kesempatannya lepas dari Marni atau dia berdiri di dua kaki,” timpal Imran.
Aku mengusap dagu tanpa mengalihkan pandanggan dari nama Zen. Seharusnya dia segera memperingatkan Marni, tapi buktinya dia malah menghilang. Baik dari Marni dan antek-anteknya, maupun dari polisi.
“Zara bilang apa soal Alya?”
“Dia kaget Alya ada di toko hari ini, karena seharusnya Alya libur. Waktu datang, Zara melihat Alya lagi mencari sesuatu. Zara sempat merasa aneh karena Alya panik, tapi sebelum dia tahu lebih lanjut, lo menelepon.” Imran menatapku dengan ekpsresi tidak setuju.
Namun, aku mengabaikannya.
“Kalau Zen laporan, harusnya mereka sudah bergerak dari kemarin. Enggak mungkin mereka menunggu selama empat hari buat bergerak. Gue yakin Alya ke toko hari ini karena dia baru tahu soal penangkapan kemarin,” jawabku.
Imran menunjuk foto Zen. “Zara juga curiga pada Zen.”
“Dia cerita soal laki-laki asing yang bikin dia ketakutan?” tanyaku.
Imran menjawab. “Gue udah minta Indra buat menyisir area sekitar toko. Kalau benar dia yang mengawasi Zara, harusnya dia ada di toko.”
“Kita harus menangkap Zen,” tukasku.
“Gue udah mengirim petugas ke semua alamat yang diberikan Zara.” Imran berpangku tangan sambil menatap papan. Sekarang, foto Marni sudah diberi tanda. “Gue masih enggak nyangka kita berhasil menangkap Marni.”

KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher
RomanceKetika mimpi sebagai pianis kandas, Zara banting setir menjadi guru private. Perkenalannya dengan Gregoria, seorang anak berusia enam tahun, membuat hidup Zara yang sebelumnya tenang tanpa gejolak, berubah penuh intrik setelah masuk ke dalam keluarg...