Watermelon 🍉

15 0 0
                                    


"Zoro, itu semangka gede banget! Kamu dapet dari mana?" tanya Nami sambil menatap heran ke arah Zoro yang sedang membawa semangka sebesar bola basket.

Zoro mengangkat bahu. "Di pasar, diskon. Bayar satu, bawa pulang dua. Aku nggak bisa nolak."

Nami memutar bola matanya. "Jadi kamu rela capek bawa semangka segede ini keliling kampus cuma karena diskon?"

"Hey, ini bukan cuma semangka. Ini simbol keadilan," kata Zoro sambil menepuk semangka itu pelan.

"Keadilan apanya?"

"Ya, keadilan untuk mahasiswa miskin seperti kita. Ngerti, kan?" Zoro menjawab dengan nada serius, tapi Nami hanya melongo.

"Zoro, kadang aku bingung kamu itu jenius atau... ya, gitu deh."

"Tunggu. Gimana kalau aku bilang semangka ini nggak cuma buat aku? Aku bawa ini buat kamu juga."

Nami mengangkat alis. "Oh, jadi ini semacam... traktiran semangka?"

"Traktiran spesial. Kita makan bareng di taman belakang. Aku bahkan siapin pisau."

"Kamu serius ngajak aku makan semangka di kampus? Gimana kalau kita diliatin orang?"

"Kalau ada yang lihat, aku bilang aja kita bikin eksperimen: 'Apakah makan semangka di taman bisa meningkatkan produktivitas mahasiswa?'"

Nami tertawa kecil. "Alasan kamu makin absurd. Tapi ya sudah, aku ikut. Kalau nggak, kamu bakal bikin kehebohan di kelas dengan semangka itu."

Di taman belakang kampus, Zoro mulai membelah semangka dengan serius.

"Kamu bawa pisau dari mana, sih?" tanya Nami, memperhatikan Zoro yang kelihatan seperti mau operasi besar.

"Dari dapur kos. Aku selalu siap untuk misi penting seperti ini."

"Semangka aja dianggap misi penting? Zoro, kamu butuh hobi baru."

Zoro menyerahkan potongan pertama ke Nami. "Coba. Manis banget. Kalau nggak manis, aku balikin ke pasar."

Nami mencicipi. "Oke, ini enak. Tapi serius, kamu beneran mau balikin kalau nggak manis?"

"Tentu. Aku bakal bilang, 'Pak, semangkanya nggak sesuai ekspektasi. Refund, dong.'"

Nami hampir tersedak karena tertawa. "Itu cara tercepat untuk dilarang belanja lagi di sana."

Zoro hanya tersenyum puas. "Yah, untungnya ini manis. Jadi nggak perlu drama refund."

Mereka makan dengan tenang untuk beberapa saat. Tiba-tiba, Nami memecah keheningan.

"Zoro, kamu tahu nggak, kalau makan semangka di taman kayak gini tuh rasanya aneh tapi menyenangkan?"

"Aneh kenapa?"

"Ya, karena biasanya orang makan semangka di rumah, bukan di tengah kampus."

"Makanya, ini momen langka. Nggak semua orang punya cerita 'makan semangka di kampus sambil ngobrol sama aku'."

Nami menatap Zoro sambil tersenyum tipis. "Kamu suka banget bikin diri sendiri spesial, ya?"

"Bukan aku yang spesial. Ini semangkanya yang bikin spesial," jawab Zoro, menunjuk sisa semangka yang hampir habis.

Nami menggeleng sambil tertawa kecil. "Kalau aku cerita ini ke orang lain, mereka bakal pikir kita aneh."

"Tapi mereka bakal iri juga, kan?" balas Zoro sambil menyeringai.

"Yakin banget."

"Hei, percaya aja. Hidup itu nggak seru kalau nggak ada hal aneh kayak gini."

Setelah selesai makan, Zoro mengemas kulit semangka ke kantong plastik.

"Nanti aku buang di tempat sampah," katanya sambil berdiri.

Nami ikut berdiri, merapikan rambutnya. "Terima kasih untuk semangkanya... dan untuk pengalaman absurd ini."

"Kalau ada diskon lagi, aku bakal traktir kamu lagi," kata Zoro sambil menyeringai.

Nami memutar bola matanya, tapi tak bisa menyembunyikan senyum kecil. "Semoga kali ini bukan semangka."

"Yah, kalau diskon durian gimana?"

"Zoro, jangan bikin aku nyesel kenal kamu."

Mereka tertawa bersama sambil berjalan meninggalkan taman, dengan percakapan kecil yang terus mengalir sepanjang jalan.

Zoro x Nami Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang