seokjin menatap langit kamarnya lamat-lamat. dia kembali menghela nafas. bayangan tadi masih memenuhi pikirannya. setidaknya dia sudah mendapat sedikit petunjuk tentang apa yang akan dilakukannya nanti. seokjin kembali menghela nafas. apakah catatan itu masih ada di ruang kerja so hee? akh, sayang sekali, ia dikuasai rasa takut sehingga tidak bisa memeriksa yang lain.
Kenangan-kenangan itu kembali menguasainya, seokjin mengacak rambutnya frustasi. Tidak bisa begini, ia segera bangkit dan berjalan keluar rumah.
Jam menunjukkan pukul 2 pagi saat seokjin sampai di apartemennya. Tempat itu sudah lama tidak seokjin kunjungi, ia menatap lamat satu per satu barang di apartemennya. Tempat ini... Sudah menjadi saksi bisu kesepiannya selama hampir tiga tahun. Seokjin tersenyum kecil, ia berjalan menuju balkon.
Begitu membuka pintu, udara dingin langsung menyambutnya, membuat giginya bergemelatuk. Tapi seokjin tidak peduli. Pikirannya sedang kacau saat ini, ia harus segera menjernihkan pikirannya dan menyusun rencana secepat mungkin. Ia harus meluruskan kesalahpahaman ini.
Seokjin meraba sakunya, tangannya menemukan sesuatu. Ia mendengus kesal. Dasar mark kurang kerjaan! Gumamnya kesal. Ia lalu menatap benda ditangannya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Sekotak rokok dan pemantik logam. Seokjin langsung terbayang wajah polos mark saat membiarkannya pulang duluan.
"kokchini~ aku tau kau pasti sedang dalam masalah kan belakangan ini?"
"Jangan ganggu aku mark!"
"Eiyy, kejam sekali! Padahal aku hanya ingin membantumu"
"Aku baik-baik saja"
"Orang yang tidak baik-baik saja selalu mengatakan bahwa dia baik-baik saja!"
"Terserahmu!" Seokjin bisa merasakan sesuatu meluncur kedalam saku celananya. Ia berniat memeriksanya. Tapi tangannya dicekal mark.
"Tenang saja, itu bukan bom kok, periksanya saat kau dirumah saja. Ini adalah barangku yang sa~ngat spesial, kau harus menggunakannya baik-baik" bisik mark. Seokjin mendengus.
"Sepertinya aku tau apa barangmu yang sangat spesial itu. Tapi aku tidak membutuhkannya"
"Aku sudah lama mengenalmu seokjin! Kau pasti akan membutuhkannya, percayalah!"ucap mark sambil memukul bahu seokjin pelan.Seokjin mendengus. Teringat percakapannya dengan mark tadi siang. Ia tidak munafik. Seokjin juga pernah merokok beberapa kali, tapi itu tidak menjadi hobinya. Dan orang yang pertama kali mengajarkannya merokok? Jangan tanya mark, tuduh saja langsung.
Dengan gerakan malas, seokjin mengambil sebatang rokok dan menyalakan pemantik. Dihisapnya dalam-dalam nikotin tersebut, sambil otaknya memasang rencana-rencana untuk membongkar kejadian di masa lalu.
Sebatang demi sebatang mulai lenyap dari kotak. Seokjin tak menyadarinya. Sudah hampir tiga jam ia duduk termenung di balkon apartemennya. Mulutnya masih asyik menyesap nikotin, sementara pikirannya berkelana entah kemana.
Saat rokok terakhir habis, seokjin menyudahi lamunannya. Ia mandi dan berganti pakaian lalu berjalan keluar apartemen. Menyalakan mesin motornya dan bergerak menuju rumahnya. Dengan kecepatan diatas rata-rata, ia berhasil sampai dirumah dalam kurun waktu lima belas menit. Waktu yang sangat fantastis.
Ia berjalan perlahan masuk kedalam kamarnya lalu membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Ia lelah sekali. Matanya baru saja terpejam saat ia mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya. Dengan malas, ia berjalan menuju pintu.
"Selamat pagi hyung~"
"Tumben kau sudah bangun jam segini, kookie" Seokjin berjalan kembali ke tempat tidurnya."Aku juga heran hyung, biasanya aku bangun paling terakhir, apalagi ini kan akhir pekan" Ucap jungkook ikut duduk di samping seokjin. Seokjin memutar tubuhnya, menukar posisinya menjadi berbaring dengan paha jungkook sebagai bantal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brother in law
FanfictionKim seokjin. seorang namja yang merasa hidupnya adalah sebuah kutukan. Lahir dengan mengorbankan nyawa ibunya, dituduh membunuh ayahnya, berusaha menahan sakit akibat hujatan orang orang disekitarnya. Akankah dia bisa bertahan?