part 6

70 14 0
                                        

  setelah selesai bekerja di toko roti jin melanjutkan pekerjaan di cafe. Dia benar benar tidak ingin pulang meskipun kepalanya serasa ingin meledak. Jin menghela nafas. Kenapa migrainnya tidak hilang juga? Kalaupun ia pulang sekarang pasti saudaranya akan mengusut kemarahannya lagi. Jin tidak yakin bisa menahan mereka dengan baik saat kondisinya seperti ini.

Jin memarkirkan motornya diparkiran khusus pegawai dibelakang cafe. Berbarengan dengan Mark yang keluar untuk membuang sampah.

   "Oho~ kau mendapatkan motormu kembali?" Goda Mark. Jin mendengus. Berjalan melewati Mark. Mark mengikutinya lalu menyampirkan tangannya di bahu jin.
  
   "Apa kau tertarik untuk ikut balap liar lagi?" Bisik Mark. Jin berdecak.
   "Andwae! Aku cukup waras untuk tidak terlibat dengan polisi lagi. Cukup saat itu saja" ucap jin penuh penekanan. Mark mengangguk paham. Jin merenung. Bagaimana bisa dia terjebak di kejahatan itu.

  Delapan tahun yang lalu, saat ia bahkan masih berumur 17 tahun, ia sudah bisa mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Salahkan saja dirinya yang bertemu dengan Mark yang ternyata bukan lelaki baik-baik-(dalam artian suka tawuran dan ikut balap liar). Ia ingat sekali kejadian itu, dua bulan setelah ayahnya meninggal, seokjin yang depresi mencari penghiburan dengan ikut balap liar. Dan tanpa diduga polisi datang menggerebek lokasi balap liar tersebut. Untung saja seokjin berhasil kabur berkat bantuan dari Mark. Sejak saat itu seokjin berhenti ikut balap liar, dan siapa sangka ia kembali bertemu dengan Mark saat bekerja di cafe La seanna.

Seokjin menggeleng, melupakan sejenak kejadian tersebut. Ia memakai apronnya dan mulai bekerja.

  •∆•


   Seharusnya seokjin sudah menutup cafe nya sejam yang lalu. Tapi entah mengapa salah satu pengunjung cafe malah tertidur dan seokjin tak tega untuk membangunkannya. Seokjin mencari kesibukan lain, entah itu mengepel, menyapu, membuang sampah atau bahkan membersihkan kaca jendela cafe tersebut. Tapi pelanggan tadi tidak terusik sama sekali. Seokjin tak punya pilihan. Ia juga ingin segera beristirahat dirumah. Maka ditepuknya pelan bahu lelaki tersebut dan mempersilahkan nya pulang. Lelaki tersebut terbangun. Menggumamkan maaf berulang-ulang lalu pergi dari sana. Seokjin menghela nafas. Ia lalu segera menutup cafe dan berjalan menuju parkiran motor. Saatnya pulang...

   •∆•

   "Hei~ park jimin~, kau bilang akan melunasi hutangnya hari ini~" seokjin yakin sekali segerombolan orang itu memanggil nama Jimin. Ahh, ada banyak nama Jimin di Seoul. Pikirnya. Namun rasa penasaran menggelayutinya. Seokjin menepikan motornya. Sepertinya tidak ada masalah untuk mengeceknya sebentar. Seokjin mendekat mencari tau siapa orang tersebut. Matanya melebar. Ia bergegas mengambil masker hitam dari kantong celananya. Aish, kenapa mereka selalu terlibat perkelahian sihh..

   "Ya! Ya! Apa yang kalian lakukan?!" Bentak seokjin.
   "Heeii~ siapa ini? Kenapa menganggu kami?" Salah seorang diantara mereka menatap seokjin dari atas sampai bawah. Seokjin mendengus.

   "Kau mabuk"ucap seokjin. Para lelaki tersebut tertawa. Seokjin menghitung, enam orang dan mabuk semua. Seokjin menatap Jimin yang sudah terkapar dengan lebam di wajahnya dan sepertinya adiknya itu dalam keadaan mabuk. Seokjin memutar otak. Pertama-tama ia harus memancing mereka bicara.

   "Eii~, kenapa serius sekali~ memang apa yang dilakukan bocah ini sampai kalian memukulinya~"ucap seokjin santai. Enam orang tersebut saling tatap. Dengan sempoyongan salah satu dari mereka mendatangi jin.

  "Ya~, kau tau? Dia berhutang lima puluh ribu won padaku. Dan dia tidak membayarnya sampai jatuh Tempo waktu~"ucapnya. Seokjin mendesis. Bau alkohol tercium pekat darinya.

Brother in lawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang