"Seperti daun yang perlahan jatuh dari tangkainya."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Katanya, kita dan semesta itu saling terikat. Dan katanya pula, menyembuhkan diri sama artinya dengan menyembuhkan semesta beserta isinya. Juga ada banyak yang bilang kalau waktu mampu menyembuhkan luka. Namun nyatanya itu tidak berlaku baginya. Kala tirai malam turun dan kedua matanya tertutup, bayang-bayang itu kembali muncul. "Aku harus bagaimana?" kembali berbicara seorang diri, luruh sudah air matanya.
Disana, di sudut kiri tempat tidurnya ia duduk sembari memeluk erat wiranya. Entah sudah berapa bentang malam dilaluinya bersama redam tangisnya. Entah sudah berapa sambut mentari yang ditakutinya. Dan entah sudah berapa kali lantun doa dan maaf terucap dalam diam luruh air matanya. Semesta seolah memaksanya untuk menari dalam kesakitan. Tenggelam jauh di dalam jerit bersalahnya.
"Jungkook-ah?" tepuk pelan pada pundak serta panggil halus namanya berhasil mengambil alih seluruh atensinya. Buat si empunya nama menarik kecil kedua sudut bibirnya sembari jatuhkan fokus netra pada sosok sang kakak yang melangkah mendekat ke arahnya. "Selamat pagi." adalah sapa hangat yang tak pernah tertinggal bersama usap halus pada puncak kepalanya. "Selamat pagi, hyung."
"Sarapan sudah siap, ayo bangun dan bersiap. Hari ini biar hyung yang antar." mengangguk paham, Jungkook segera bangkit dari tidurnya. Menuruni kasur dengan perlahan lalu melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Meninggalkan sang kakak, Taehyung yang berdiri diam di tempatnya tanpa alihkan sedikitpun pandangannya dari punggung sang adik yang perlahan menghilang dibalik pintu kayu yang kembali tertutup.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Terimakasih, kalau begitu saya permisi." memberi satu bungkuk hormat serta senyum kecilnya, ia segera beranjak keluar dari dalam ruangan selepas dapatkan balas yang serupa. Menyeret langkah yang rasanya teramat berat, kedua matanya memanas. Katanya bercerita adalah satu-satunya obat yang mampu menyembuhkannya.
"Kamu hebat, adik ku hebat." sembari berikan pelukan erat pada tubuhnya, sang kakak tidak pernah lupa bisikkan kalimat yang sama setiap kali menyambut datangnya selepas menemui psikiater yang coba membantunya. "Kita pulang sekarang ya? Biar hyung buatkan makan siang untukmu." tanpa berikan balas yang berarti, Jungkook biarkan jemarinya bertaut erat dengan jemari sang kakak yang mulai menuntun langkah mereka.
Di sepanjang jalan yang terasa menyita banyak waktu, matanya menatap kosong ke arah luar jendela. Menatap bagaimana semesta bekerja seolah tak pernah hancurkan diri. "Hyung, aku ke kamar dulu ya?" Taehyung mengangguk, memberi satu tepuk pelan pada puncak kepala sang adik. "Nanti biar hyung panggil begitu makanannya siap." katanya kemudian. Biarkan Jungkook melangkah menjauh menaiki anak tangga lalu menghilang dari pandangnya.
"Belum ada yang berubah." pantul dirinya berbicara pada wiranya yang berdiri tegap di depan cermin. "Dan tidak akan bisa berubah." kembali basahi pipi, air matanya mulai berjatuhan. Utarakan semua rasanya berarti lepaskan segala gelombang hantaman memori yang sangat menyesakkan. Rasanya penuh, pun rasanya sepi. Setiap tarik dan hembus nafasnya benar-benar menyakitkan. Karena setiap helanya merupakan hasil dari renggut mereka yang patah.
Dia hidup, tapi tak hidup.
Setiap langkah yang diambilnya selalu diiringi jerit serta bisikan luka. Mencoba berenang ke tepian, namun nyatanya setiap gerak yang diambilnya malah menariknya tenggelam lebih jauh ke dalam palung rasa bersalah. Membawanya jauh dari daratan waktu, ke tempat dimana semuanya tanpa ujung.
Apa menurutmu aku bisa terus melangkah tanpa mengingat?
Kadang dirinya berteriak memanggil namanya yang tak lagi disisi. Bertanya dalam raung tangisnya. Memohon agar sekiranya mereka mau kembali dan menolongnya. "Aku rindu." tersenyum tipis pada pantul diri yang terlihat menyedihkan, kedua matanya lantas ia pejamkan. Karena hanya dengan begini dirinya mampu temukan lagi wajah-wajah yang selalu dicintanya. Wajah dari mereka yang telah menyebrang jauh ke tepian yang berbeda darinya. "Hyung, maaf dan terimakasih untuk semuanya."
Akhirnya Jungkook diam, tak lagi melawan. Membiarkan tubuhnya masuk dalam dekap riak tenangnya air yang memenuhi bak mandi, Jungkook benar-benar menyerah pada alirannya. Karena mungkin, hanya dengan tenggelam, Jungkook bisa temukan lagi damainya yang tak pernah ia temukan di atas permukaan. Sebab akunya yang menggebu tentang segala luka tak mampu perbaiki apapun. Terlalu besar cela di hati, terlalu menganga lebar sampai tak lagi mampu menyembuhkan.
Maka biarkan nafasnya berhenti menjadi nada adalah satu-satunya jalan keluar yang mampu membawanya lepas dari segala jerat sesak. Dimana henti nafasnya mampu mengundang raung tangis yang benar-benar memilukan.
Hyung, mungkin caraku ini salah. Mungkin pula air matamu akan jatuh karenanya. Kalau benar begitu adanya, tolong jangan biarkan duka kepergianku memelukmu terlalu lama sebab aku tidak mau menjadi alasan luka lainnya bagi mereka yang aku kasihi. Aku tidak hilang, hyung. Aku hanya menjadi satu dengan semesta. Aku melepas segala bebanku agar lebur tanpa menyiksa diri lebih jauh lagi. Aku tidak pergi, aku hanya pulang, hyung. Pulang ke tempat dimana aku bisa melepas semua penatku selama ini. Dan disana, aku akan menunggu——menunggu sampai waktu mempertemukan kita lagi. Terus melangkah maju ya, hyung? Langkah semuku pasti selalu mengikutimu.
—The end—
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Penutupan yang benar-benar akhir dari kisah ini. Semoga rasanya bisa sampai bagi setiap yang membaca, ya? Tapi tidak untuk ditiru. Ayo berbagi cerita kalau memang berat di hati, aku bisa jadi pendengarnya ❤