Berita Kematian Misterius

4 2 0
                                    

"Hei, Sada, sudah dengar soal pembunuhan wanita di daerah Tanjung Priok kemarin? Wah, beritanya lejit sekali. Thomas yang diutus untuk meliput, sepertinya bakal balik beberapa hari lagi sekalian menunggu press-conference dari pihak kepolisian."

"Ah, belum dengar, Bang."

"Haish, kamu ini. Makanya jangan asik bekerja saja. Ayolah setel berita supaya kamu melek informasi terbaru."

Sada yang ditugasi untuk mengantarkan pulang senior satu kantornya itu hanya mengangguk dengan kikuk. Soalnya memang betul bahwa dirinya hampir tak ada waktu untuk memeriksa kabar terkini apalagi menggulir berita hangat di media sosial karena bosnya sedang gemar memberi tenggat mepet. Sada dengan seniornya itu, Bang Jaka, sudah beberapa hari ini pulang lewat tengah malam karena harus kejar tayang artikel. Minggu ini adalah minggu yang panas, maksudnya banyak sekali berita-berita panas yang harus segera ditayangkan. Sebagai seorang script writer, Sada menerima kumpulan informasi yang harus segera disusun dalam satu naskah untuk ditayangkan di liputan berita tiap hari. Namun karena ada program baru, Sada kemudian menjadi script writer di sana, jadi tidak tahu menahu lagi soal berita kecuali ada yang membahas. Sedangkan Bang Jaka merupakan kameramen yang sering diajak mencari berita, tetapi akhir-akhir ini ditarik kantor untuk mengganti kameramen yang sedang cuti sakit.

Sudah beberapa kali ini Sada dan Bang Jaka ditugaskan di satu shift. Seperti hari ini, mereka baru keluar dari kantor menjelang pergantian hari. Berhubung rumah mereka searah, Sada tidak keberatan dimintai tolong untuk mengantar pulang. Hanya tinggal mengikuti jalan utama dari apartemen Bang Jaka lalu berbelok ke kanan dan lurus sejauh satu kilometer, Sada sudah sampai di daerah tinggalnya.

"Memangnya gimana beritanya?"

"Ah, itulah, kurang tau juga perkara duit atau ada kaitannya sama gembong narkoba yang akhir-akhir ini lagi diusut itu. Wanita itu ditemukan di salah satu peti muatan, baru ketahuan waktu bongkar muatan di pelabuhan. Dari autopsi sih ditemukan patah tulang leher dan tulang ekor. Dari dugaan ngawurnya si Thomas, kemungkinan wanita itu sengaja dibuat lumpuh dulu, baru dihabisi. Caranya, nah itu belum diselidiki lagi, ada spekulasi dipelintir kepalanya."

"Aduh, ngeri, Bang. Nggak tega saya sama korban."

"Iya, Sad. Untunglah identitasnya sudah di tangan kepolisian. Pihak keluarga sudah dihubungi buat datang ke RSCM secepatnya." Bang Jaka batuk-batuk ringan karena tak sengaja menghirup debu. Setelah tenggorokannya lega, baru berdehem. "Keluarganya sekarang nggak tinggal di Indonesia itu. Waktu dihubungi, ternyata sekarang tinggal di Dili."

"Tapi kalau sampai di dalam peti muatan, pasti terlibat itu dari pihak kapal. Sudah diperiksa polisi, kah?"

"Baru penyelidikan, tetapi beberapa awak yang bertugas dan tenaga kerja bongkar muat sedang diperiksa sekarang. Entahlah bagaimana kejelasannya, kalau sudah ada panggilan dari kantor buat lembur pasti tandanya Thomas sudah dapat update kasusnya." Bang Jaka berdecak sembari menggelengkan kepala. "Padahal, Sad. Korban masih muda sekali. Masih kepala dua. Katanya setelah lulus dari universitas di Malaysia, kembali ke Indonesia untuk bekerja. Tinggal di sini dengan abangnya. Eh, malah jadi korban pembunuhan. Katanya pernah menjalin asmara sama seorang awak kapal dari perusahaan itu tapi kandas karena ketahuan si korban terlilit hutang cukup banyak. Sering minta transfer sampai 80 ribu ringgit gitulah buat bayar hutang. Ya mungkin sih memang betul dibunuh karena terlilit utang, ya?"

"Ya kurang tahu juga, Bang. Kok ya bisa masih muda punya hutang sebanyak itu? Apa kenal dengan judi online?"

"Wah, ya nggak tahu. Anak muda zaman sekarang kalau sudah kenal duit ya buta sama segalanya, Sad."

"Yang tua juga, Bang."

"Hahaha, sialan lu," maki Bang Jaka sembari meninju pelan lengan Sada.

Sada tertawa kecil. Dia tahu bahwa Bang Jaka pernah hampir ikut-ikut main judi online karena teman masa mudanya pernah dapat sampai berapa puluh juta. Hoki, lah. Uangnya kemudian dibuat berdagang. Entah bagaimana usaha teman masa mudanya Bang Jaka sekarang, tetapi katanya tiap melihat status terbaru temannya itu terlihat laris manis.

"Eh tapi, kamu dulu juga pernah tinggal di Dili, kan? Kenal tidak dengan orang tuanya korban?"

"Ya Abang aja nggak kasih tahu siapa nama korbannya, mana saya bisa tahu siapa orang tuanya. Memang dikira saya cenayang apa? Gabut juga kalik saya absen satu-satu penduduk di Dili."

"Kalau nggak salah ingat nih, Paula Nuz Paula... eh bukan... Paula Nuz Pamola?"

Sada mengerem mendadak. Setelah Bang Jaka cari tahu, rupanya mobil depan juga berhenti mendadak entah karena apa.

"Asem, lah!" rutuk Bang Jaka.

Setelah itu beberapa klakson berbunyi termasuk klakson dari mobil Sada. "Sad, udah ambil kanan aja! Nggak usah ditunggu," buru Bang Jaka.

"Bang, namanya Paula Nuz Paloma? Orang tuanya menetap di Dili sejak 2015, kah? Abangnya Paula sekarang bekerja di Riau, sepertinya ikut perusahaan asing di sana."

"Nah, iya betul! Itu kamu tahu, Sada. Thomas juga pernah menyinggung soal abangnya yang tinggal di Riau sekarang." Bang Jaka menjentikkan tangannya, tetapi kemudian segera mengernyitkan dahi. "Loh, kamu kenal sama korban?"

Sada menengok ke arah Bang Jaka. Wajahnya sudah pucat pasi seperti habis melihat hantu. Secepat kilat ia menelan salivanya. "Dia mantan pacar saya waktu SMA, Bang."

Cinta Tak Selamanya AbadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang