I thought she was screaming, but she's not.
Aku memasang kaca mata bacaku dan mulai membuka berkas yang diberikan oleh Violet tentang penanganan yang menjadi tugasku saat ini. Aku sedikit menaikkan alis saat membaca identitas yang tertulis disana.
Nama: Karma Arifani Rosyid
Umur: 19 Tahun
Kelas: A
Status: Menetap
Penanggung jawab: Serenade Putra AdikusumaAku membalik kertas yang ada tetapi hanya segini info yang kudapat. Apa-apaan ini? apa riwayat lainnya tidak ada? Informasi yang lebih pentingnya mana? Banyak sekali pikiran yang menari dikepalaku hingga ada suara ketukkan yang membuatku mengalihkan diri dari kertas tersebut.
Aku membuka pintu kamarku dan disana berdiri Violet dengan wajah cerianya dan sedikit guratan lelah yang berusaha ditutupi. Perempuan itu dengan seenaknya memasuki kamarku sebelum aku mempersilahkan. Khas Violet sekali, tidak tahu diri.
"Violet, akan lebih baik jika kamu tidak seenaknya memasuki kamar seseorang. Terlebih itu adalah kamar seorang pria dewasa," ucapku selagi menutup pintu. Kulihat dia tertawa lepas dan duduk dikursi yang sebelumnya kududuki. Lalu memutar sedikit badannya.
"Wah, apa kau mau macam-macam denganku? Tidak boleh~" aku hanya menatap malas dan memilih duduk ditepi kasur. Mengabaikan nada takut yang sebenarnya terdengar sangat ceria dan mengejek itu.
"Jadi ada apa kamu kesini, Vio?" tanyaku to the point. Violet berdehem pelan dan memutar badan menghadap meja didepannya. Kulihat ia mulai membuka berkas yang sebelumya kubuka tadi.
"Menurutmu, Karma itu gimana?" aku menatap punggung kecil perempuan didepanku tanpa memberi jawaban. Aku sendiri bingung menjawabnya.
"Sei?" aku menghela nafas pelan saat mendengar Violet memanggil namaku seakan menuntut jawaban dari pertanyaannya. Aku membaringkan tubuhku dikasur dan membiarkan kedua kakiku menggantung.
"Tidak terlalu berkesan. Ia hanya perempuan datar," selanjutnya aku menyesali kalimatku saat kudengar kekehan yang berasal dari bibir perempuan itu. Aku berani bertaruh saat ini pasti ia sedang memasang senyum mesum yang menjijikkan.
"Tenang saja Sei~ itu hanya pengaruh pakaian saja kok. Aku yakin tubuh Karma itu menarik, tidak sedatar yang kamu kira," aku bangun dari posisiku lalu mengambil sebuah bantal dan melempar kuat kearah perempuan mesum didepanku. Tepat mendarat dikepalanya dan punggung perempuan itu pun bergetar karna tertawa lepas.
"Hentikan otak mesummu, Vio. Maksud datarku itu adalah ekpresinya asal kamu tahu," ucapku yang dibalas anggukan pelan olehnya dan tawa yang terdengar samar. Setelah berhasil menghentikan tawa sepenuhnya, keheningan memenuhi ruangan ini. Violet maupun aku mulai sibuk dengan pikiran masing-masing tanpa mau membuka suara duluan. Selang beberapa menit keheningan berlalu, akhirnya Violet berdiri dari tempat duduknya dan memutar posisi kursi untuk menghadapku. Kini aku dan Violet saling duduk berhadapan.
"Sei, aku kesini untuk mengkonfirmasi berkas yang barusan kuberi. Berkas itu sengaja kuambil beberapa untuk disimpan," ucapnya sambil menatapku dengan tatapan serius. Kurasa kali ini dia tidak akan bercanda lagi.
"Kenapa? Bagaimana aku bisa menanganinya kalau begitu? Jangan seenaknya," ucapku sedikit tidak terima.
"Akan ada saatnya kamu mengetahuinya tapi bukan sekarang. Setidaknya kamu harus mendekati Karma dulu," ucapannya membuatku menaikkan sebelah alisku dan tersenyum meremehkan.
"Ini bukan ajang perjodohan dengan alibi tugas kan? Kamu gak lagi ngebuat drama murahan seperti novel yang sering kamu baca kan, Violetta?" aku melihat senyum tipis dari bibir mungil Violet. Perempuan itu mengalihkan wajahnya ke jendela dan berkata lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Glitter Days
General Fiction[15+] Aku langsung saja ya? Aku tidak akan membagi cerita dengan akhir yang mempermainkan kalian semua. Malahan, aku akan membocorkan akhir cerita itu kepada kalian semua; ini bukanlah cerita dengan akhir yang bahagia. Aku tidak akan memaksa kalian...