Tetesan Ungu

701 48 0
                                    

You want to die, but in reality you just want to be saved.

Aku mengetuk pintu ruangan Violet sejak beberapa menit yang lalu, namun tidak ada jawaban. Aku mencoba menunggu lebih sabar lagi hingga aku mendengar bunyi buku-buku berjatuhan didalam kamarnya.

"Violet?!" panggilku dan memutar gagang pintu ruangannya yang ternyata tidak dikunci. Aku membuka pintu tersebut dan selanjutnya aku tidak tahu harus menyesal, marah karna menunggu lama, atau miris melihat hal yang ada didepanku.

Didepanku kini Violet dengan pakaian dan rambut yang berantakan sedang memeluk leher seorang lelaki yang sedang asyik menciumi leher dan sekitar bahunya. Buku-buku dan beberapa berkas kini tergeletak begitu saja dibawah lantai karna dijadikan tempat duduk perempuan itu. Lenguhan terdengar dari bibir dua insan yang sedang asyik bercumbu.

"Apa aku mengganggu kegiatan kalian?" tanyaku sambil menyenderkan badan ditepi pintu. Pasangan yang dimabuk cinta itu menoleh. Violet dengan wajahnya yang memerah dan tertawa kecil memperbaikki pakaiannya. Sedangkan si lelaki hanya menggaruk tengkuk dan tersenyum tidak enak lalu berjalan menuju kulkas.

"Kamu datang terlalu cepat Sei," ucap Violet sambil menggelung tinggi rambutnya dan menyusun kembali buku-buku yang berantakan.

"Bilang aja kalian masih mau bercinta," ucapku dan mendudukkan diri disofa yang ada dikamar ini. Violet melirikku lewat ekor matanya, "Kok ga barengan sama Raka?" tanya perempuan itu dan kini ia telah selesai menyusun buku dan berkas yang berantakan.

"Raka katanya masih mau ketemu sama orang," ucapku yang dibalas anggukan mengerti oleh Violet dan ia mendudukkan dirinya disampingku.

"Untung saja Raka tidak bareng sama kamu ya. Nanti aku yang ga enak hehehe," Violet meringis pelan. Lelaki tadi kini kembali dengan gelas bening yang berisi minuman soda yang dingin dan memberikan kepada Violet. Gelas itu disambut senang hati oleh perempuan itu.

"Emangnya Raka masih ngejar Vio?" Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya sambil merangkul bahu Violet yang kini sedang meminum minuman yang ia beri. Aku baru akan menjawab, seseorang yang dibicarakan kini telah ada didepan pintu dengan wajah kusut dan entah kenapa aura yang dikeluarkan sangat jelek.

"Hai Raka, apa kabar? Bagaimana keadaanmu? Sehat saja kan?" lelaki itu tersenyum ramah dan dibalas delikan kesal oleh Raka.

"Ga usah sok asik lu," ucap Raka ketus dan mendudukkan dirinya dikursi kerja Violet dan memutar kursi itu menghadap kami bertiga.

"Sensian banget kayak cewek PMS," gerutu lelaki itu yang disambut tawa Violet.

"Kalian bisa gak akur sekali saja kalo ketemu?" tanyaku dengan nada kesal.

"Hah? Maksudmu akur sama si Virgo? Cih, masih terlalu cepat 1000 tahun!" Raka melipatkan tangannya dan menatap tajam lelaki yang bernama Virgo tersebut.

"Kamu cuma iri ga bisa dapatkan Violet. Makanya lahirlah lebih cepat, wahai anak muda," Virgo tersenyum miring dan mencium pipi Violet sekilas. Raka menatap pemandangan itu dengan tajam.

Memang bukan rahasia lagi jika Raka begitu menyukai Violet. Tapi perempuan itu hanya menganggap Raka seperti adiknya sendiri dan tidak pernah membalas perasaan bocah malang tersebut. Namanya Raka itu babal, sekalipun Violet memiliki Virgo, tetap saja ia mencoba mendapatkan Violet. Walaupun tidak sesemangat dulu dan cenderung hanya main-main, tapi aku masih bisa melihat perasaan Raka masih ada buat Violet.

"Dari nama aja mereka sudah jodoh. Menyerah sajalah Rak," ucapku memanas-manasi yang dibalas ekspresi syok yang sangat alay dan membuatku ingin sekali menendang bocah itu keluar dari sini.

"Pengkhianat kau, Serenade!" ucapnya sambil menutup mulutnya dengan dramatis.

"Kenapa kamu ga mati aja, Rak?" ucapku yang membuat Violet tertawa kencang dan Virgo menggeleng sambil mendecak. Sedangkan Raka kini memasang wajah bete.

Glitter DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang