(23) Baikan

188 27 1
                                    

Jessa POV

Andai aja gue jujur dari awal. Andai aja gue cerita semuanya secara detail ke Leo. Kalau gue lakuin itu, hal ini pasti gak akan terjadi. Baru gue sadar bahwa jujur itu penting kapanpun dan dimanapun.

Sekarang gue bisa apa? Dia gak akan mau balas chat, angkat telepon, atau balas sosial media yang lain. Udah beribu kali gue coba, beribu kali itu pula gue ditolak. Kok gue bisa sesabar ini hadapi dia? Apa memang gue udah jatuh terlalu dalam sampai mustahil rasanya untuk bangkit? Oh Tuhan jawab teka-teki dari misteri cinta hamba-Mu ini.

Tok..tok..tok...

"Siapa?" Teriak gue.

"Ini gue Ca, gue bawain lo makan malam. Bukain dong." Dari suaranya aja udah jelas siapa yang ngetuk pintu barusan.

"Gue males, Yon. Lo habisin aja masakan dari Bi Sum." Teriak gue lagi sembari menatap bintang yang kerlap-kerlip.

Lo itu bagaikan bintang yang cuma bisa gue liat, gue kagumi, atau bahkan gue sukai. Tapi sampai kapanpun gue gak bakalan bisa meraih lo.

"Jangan gitu, Ca. Gue gak mau lo sakit. Sobat gue yang gila kan cuma lo doang."
Sumpah, Yon. Pemaksa banget, pakai ngeledekin juga.

"Masuk deh. Ntar gue makan sendiri."

Kenop pintu terbuka lalu muncullah sesosok makhluk tampan yang sedang membawa nampan berisi sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk dan segelas air putih.

"Tarok aja diatas meja." Lanjut gue lalu berbalik menatap bintang lagi. Dijawab anggukan oleh Carrion Britman.

"Lo ngeliatin apaan?" Tanya Rion menganga.

"Bintang." Jawab gue cuek.

Lalu dia ikut ngeliatin bintang. "Sumpah ekspresi lo jelek banget. Malu punya sahabat kayak lo." Kekeh gue.

"Harusnya gue yang malu, Ca. Lo sakit atau gila? Ngeliatin bintang segitunya sampai cuek ngomong sama gue. Berharap bintang jatuh atau berharap ngobrol sama bintang?"

Gue ketawa ngakak dengar omongannya barusan. Rion rada-rada gila, bahkan jauh dibawah orang gila.

"Ditanyain malah ketawa." Cibirnya.

Gue pun menahan rasa tawa kemudian mencoba mengontrol detak jantung, suara, dan ekspresi. "Gue teringat Leo aja." Gue tersenyum saat menyebutkan namanya, padahal hati gue memberontak pengen nangis histeris.

"Dia pasti juga kangen lo kok." Rion berkata lembut dan serius seolah kali ini dia jujur.

"Darimana lo tau, Yon?" Gue meliriknya, menanti jawaban.

Cukup lama hingga ia mau buka suara. Serius amat, Yon. Biasanya bloon.

"Gue udah ngomong ke dia kok. 3 hari lalu gue kerumahnya."
Gue terus meliriknya, menanti sambungan selanjutnya.

"Awalnya dia marah terus pada akhirnya dia terdiam pas kalimat terakhir yang gue ucapin. Kayaknya dia mencoba memahami lo, Ca. Tenang aja, dia cuma terbawa amarah. Gue yakin di lubuk hatinya dia pengen deket sama lo lagi. Alvin yang jadi penghalang buat dia." Rion ikut melirik gue tapi ekspresinya sedih saat bilang nama Alvin.

Alvin? Apa dia cemburu sama Alvin? Ya Allah sensitif ya lo, Leo.

Gue beralih pandangan, kembali menatap bintang dilangit malam. "Gue gak tau sih lo bohong atau gimana."

"Lo kira gue bohong, Ca? Emangnya wajah gue gak nunjukin ekspresi serius ya?" Protesnya sambil berkacak pinggang. Sumpah kayak banci kalau lo kayak gitu, Yon.

JESSALEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang