(28) So Fine

153 23 0
                                    

Jessa POV

Jantung gue berpacu cepat. Mata membulat nyaris keluar nih bola mata. Sesak di dada semakin menggebu-gebu. Sangat sakit rasanya sampai bernafas pun sulit. Gue mulai merasakan keringat dingin. Badan serasa bergetar, bahkan sulit rasanya untuk bergerak. Gue terdiam terpaku menyaksikannya.

Tetesan air mata mulai turun. Jatuh membasahi pipi gue yang dihiasi riasan make up tipis natural.

Tidak ingin berlama-lama, gue segera berbalik badan masuk kembali ke dalam rumah Albert.

"Ca, are you okay?" Alica tampak shock melihat bulir-bulir air mata gue.

"So fine. Gue mau balik duluan ya, Albert. Semuanya gue pamit dulu." Gue mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja.

"Kok buru-buru, Ca? Leo mana?" Tanya Albert yang ikut-ikutan shock.

Tanya aja sendiri sama sahabat lo yang kegatelan itu.

"Ca, ada apaan sih? Mood lo jadi berubah." Rion mendekat dan menangkup wajah gue yang sejak tadi menunduk.

"Ca, lo nangis? Kenapa nangis? Gara-gara Leo? Bikin masalah lagi tuh anak." Rion tampak geram dengan mengepalkan tangannya. Gue yakin sebentar lagi dia bakal mau nonjok Leo.

"Gue mau pulang, Yon. Anterin gue." Suara gue terdengar serak.

"Oke. Kalian jagain Thian ya. Gue mau anter Eca."
Troy, Albert, Alica, dan Agnes mengangguk setuju. Mereka semua juga prihatin dengan kondisi gue. Alica, Agnes, dan Thian beberapa kali mencoba menenangkan gue.

"Ca, kamu mau kemana?" Tanya Leo saat gue dan Rion berada di dalam mobil. Bersiap untuk pergi dari sini. Sekarang gue cuma liat Leo sendiri. Mungkin 'dia' udah pulang.

"Gak usah lo banyak tanya! Brengsek!" Itulah kalimat terakhir yang di lontarkan Rion sebelum pada akhirnya kami benar-benar pergi dari sini.

***

Cahaya yang menyilaukan membuat gue terbangun dari mimpi buruk. Mata serasa berat untuk dibuka. Pasti sembab deh.

Mengabaikan puluhan ping!!!, puluhan line yang masuk, termasuk whatsapp dan skype. Lalu gue mematikan benda tipis tersebut. Sangat mengganggu batin tentunya.

Gue mengucir rambut asal lalu beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka sekalian untuk mandi. Gak mungkin gue datang ke sekolah dengan keadaan yang sangat mengenaskan ini.

***

"Ca, lo udah baikan?" Rion tampak bersandar di pintu kelas. Pasti dia nungguin gue untuk nanyain hal ini.

"Lumayan." Gue menjawab singkat. Kayak gak ada tenaga buat ngomong.

"Ya udah. Masuk gih. Ntar gue anter lo pulang. Kalau sama gue lo bakal aman." Rion mengacak rambut gue.

Pas di dalam mobil Rion semalam, gue memang telah menceritakan alasan gue untuk menangis saat itu. Rion pengen meledak rasanya. Tapi gue coba tahan dan menenangkannya.

Rion adalah sahabat yang paling mengerti gue. Gak akan dia biarin satu orang pun nyakitin gue biar pun orang tersebut adalah sahabatnya juga. Toh, Leo masih berstatus sahabat barunya. Gue sangat bersyukur memiliki sahabat semacam dia yang akan dengan senang hati memberikan sandaran saat gue rapuh.

Gue menunggu Rion di parkiran. Alasannya piket, tumben tuh anak mau berbuat baik. Lama banget deh. Udah 15 menit gue tunggu. Kebanyakan yang lain udah pada pulang. Gue bakal angkat kaki kalau sampai gue sendirian nunggu disini.

"Caca."
Gue mengenal suara khas tersebut. Dan gue memilih untuk tidak menoleh padanya. Kalau gue noleh, makin tersiksa batin ini.

"Ca, please jangan gini terus." Namun gue tetep diam seolah nganggap bahwa gak ada dia disini.

JESSALEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang