Twelve

9.2K 953 59
                                    

Angin cukup kencang, tapi tidak sekencang badai. Bahkan tak bisa menggoyahkan tubuh pria yang sedang berdiri dalam diam ini. Hanya beberapa helai rambutnya yang tersibak angin sepoi-sepoi ini.

Pria berambut hitam pekat ini sedang berdiri di depan halaman rumah seseorang yang baru pertama kali ia datangi. Ya, pria ini adalah Hoseok. Dia datang untuk melihat Yeeun, karena jujur ia merindukan gadis itu.

Krek--pintu terbuka. Menampakkan seorang gadis dengan baju rumahnya, dan rambut coklat terurainya. Ia masih berdiri di ambang pintu dan menatap datar pria yang sedang berdiri di depannya itu.

Yeeun--dia hanya bisa membeku di tempatnya. Walau ia sudah menyiapkan mentalnya untuk keluar setelah membaca pesan Hoseok yang mengatakan bahwa pria itu menunggu di halaman rumahnya. Dan sungguh Yeeun terkejut.

"Apa kabar?" sapa Hoseok duluan.

Yeeun masih membeku, berkutik dengan fikirannya. Bahkan ia sangat enggan menatap Hoseok terlalu dalam seperti ini. Rasanya matanya ingin segera beralih ke arah lain saat ini juga.

"Kau semakin cantik, Yeeun."

"Sebenarnya untuk apa kau kemari?" tanya Yeeun sesopan mungkin. Entah kenapa ada rasa ingin menyuruh Hoseok pergi saat ini juga. Ia bingung, antara rindu atau benci. Ia bimbang.

Hoseok pun ikut terhenyak dengan sederet kalimat yang mustahil terlontar itu, tapi sekarang rasanya kata-kata beginilah yang akan lebih sering terlontar dari mulut Yeeun.

"Kau tidak senang?" tanya Hoseok sedikit kecewa, "Uhm, A-aku hanya---"

"Kenapa kau tidak pulang saja?" balas Yeeun dingin. Seakan Hoseok baru saja dihujami beribu jarum ke dalam dadanya. Ia merasa sesak saat Yeeun mengatakan itu. Dan membuatnya merasa dibenci.

Hoseok menyesal. Ia menyesal pernah menyatakan perasaannya dulu, dan memilih menghindari gadis itu. Hoseok selalu membenci fakta bahwa 'penyesalan selalu di akhir'.

Hoseok berusaha tersenyum walau sangat miris, "Aku akan pulang mungkin setelah percakapan ini."

Ya, Hoseok rasa dirinya harus mundur. Ia harus menyadari kenyataan bahwa Yeeun sudah menolak dirinya untuk mengisi hari-hari Yeeun lagi. Ia merasa sudah tidak dibutuhkan gadis ini lagi.

"Kau benar-benar tidak merindukanku, ya?" Satu kalimat muncul dari mulut Yeeun. Gadis ini menatap Hoseok yang baru saja mengubah ekspresi kecewanya. Ia tersenyum tipis. "Sayangnya aku sangat merindukanmu, Hoseok."

"Yeeun? Kau?" Hoseok tertahan, ia membeku di tempatnya. Fikirannya masih mencoba mencerna apa yang ia lihat sampai ia tidak mampu menghilangkan rasa menyekat di tenggorokannya, "kau tidak marah padaku?"

Yeeun mendekati pria itu, maju ke hadapannya. "Aku akan lebih marah kalau kau tidak datang."

"Yeeun. Ini sungguhan?" Hoseok memperdalam senyumannya. Ia seakan sedang bermimpi kalau Yeeun benar-benar tidak marah padanya.

Yeeun hanya tersenyum begitu tenang. Karena memang suasana hatinya sudah cukup lega. Ia lega karena Hoseok datang padanya hari ini. Ia merindukan Hoseok. Hoseok yang bicara padanya dengan senyuman khas yang ia suka. Ia merindukan Hoseok.

Yeeun melamun. Bahkan ia tidak sadar akan benda lunak yang menempel pada bibirnya. Seakan ia baru saja terhipnotis akan lamunan anehnya. Dan sekarang ia hanya bisa membeku dan tidak tahu harus melakukan apa. Karena ia baru sadar kalau ternyata Hoseok sedang menciumnya.

Yeeun buru-buru mendorong tubuh Hoseok dari tubuhnya. Wajahnya memerah, sangat merah. Bagaimanapun juga, Hoseok adalah pria. Dan Hoseok pun bisa membuatnya malu karena hal yang bahkan baru pertama kali ia lakukan ini. Ya, ini adalah first kiss Yeeun.

[1] Beauty at All | +jeon jungkook [re-write]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang