Seventeen

8.8K 812 41
                                    

"Saranghaneun, Jeno-ssi! Saengil chukha Hamnida!" Prok prok -- tepuk tangan yang sangat meriah walau hanya berasal dari satu orang saja. Sepi namun terdengar sangat ramai. Bahkan membuat Jeno tersentuh akan suara tepuk tangan itu.

Hari ulang tahun Jeno yang ke-15 baru saja dirayakan. Ya, walau hanya dirayakan bersama seorang gadis berwajah manis yang hanya berstatus sebagai teman sekelasnya itu. Tetapi ia bahagia karena berasal dari gadis itulah kebahagiaannya.

"Selamat ulang tahun, Jeno! Kuharap kau semakin baik di kemudian hari dan jangan suka mengerjaiku lagi!" Seru gadis itu dengan senyuman hingga membentuk lesung pipi di kedua pipinya sembari sebelah tangannya menepuk pundak Jeno.

"Ah, aku hanya membawa kue ini untukmu." Gadis itu menyodorkan kotak makan dengan isi kue bolu di dalamnya. "Aku sendiri yang membuatnya. Ya, walau aku baru pertama kali membuatnya, semoga rasanya enak."

Meskipun tak meriah dan tanpa perlengkapan apapun. Meskipun hanya bertempat di bawah pohon plum yang sejuk dan hampa tanpa hiasan apapun. Meski tanpa apa-apa, Jeno sudah senang. Bahkan sangat terlihat rasa senangnya saat baru saja ia menarik kedua ujung bibirnya hingga mmbentuk sebuah senyuman.

"Gumawo." Jawabnya singkat dan menerima sodoran kotak makan tersebut dari tangan gadis itu--Herin. "Aku senang kau mengucapkan selamat ulang tahun padaku."

"Ah, Jeno! Kurasa itu hal biasa, kita sudah duduk dibangku kelas 1 SMA. Mengucapkan selamat ulang tahun itu hal yang wajar. Kita kan teman?" Balas gadis itu dengan memperlebar senyumannya.

"Iya, kau benar."

Perlahan senyuman Jeno memudar. Ada sesuatu yang mengganggu fikirannya tiba-tiba. Kita kan teman? Oh ya, mungkin kalimat itu. Dan apa yang ada di fikirannya adalah sesuatu yang kurang pas dalam kalimat itu. Sudah jelas ia berharap bahwa Herin tak menganggapnya teman, tapi mereka bahkan masih kelas 1 SMA.

"Kau mau makan kuenya sekarang?" tanya Herin membubarkan lamunan Jeno barusan.

Pria 15 tahun itu segera mengangguk pelan, "Baiklah akan kucoba."

Jeno duduk bersandar pada pohon plum di taman dekat rumahnya. Ia memangku sekotak kue bolu yang Herin berikan padanya. Kemudian membuka perlahan kotak itu hingga menampakkan sebuah kue bolu seukuran kotak makannya yang sudah diiris rapi dengan warna coklat yang menggugah selera. Sungguh tak dapat dipercaya.

"Ini buatanmu?" Tanya Jeno sedikit tak percaya. Bukannya selama ini Herin tak pernah bisa memasak sebaik ini?

"Tentu saja." Herin yang baru saja duduk segera meninju pelan lengan Jeno karena tidak terima, "Makan saja dulu, baru berkomentar!"

Ia tersenyum puas karena berhasil meledek gadis itu. Namun tak lama ia segera melahap kue bolu itu. Tapi ekspresinya tak berubah bagus maupun jelek dan membuat Herin sedikit khawatir kalau kue bolunya akan terasa hancur.

"B-bagaimana?" Tanyanya hati-hati.

Pria itu masih melahap perlahan kue di dalam mulutnya. Ia menatap kotak makan di pangkuannya datar. "Tak begitu buruk, ini lumayan."

"Haaah." Demi apapun Herin baru bisa bernafas lega setelah itu. Setidaknya kuenya tak sebegitu buruk seperti yang biasa ia masak.

Diam-diam gadis itu memperhatikan Jeno yang tengah duduk di sampingnya sambil melahap kue buatannya. Herin memang masih berumur 14 tahun, tapi ia berharap bahwa perasaannya tak salah. Semoga ia tak salah mengira bahwa ia memiliki perasaan pada temannya itu--Jeno. Walau ia masih terlalu pengecut untuk mengatakannya.

Walau Jeno tak begitu pandai dalam bidang akademis, tapi ia pandai dalam bidang olahraga dan membuat Herin takjub. Walau Jeno tak begitu pandai dalam pelajaran matematika dan fisika, tapi ia pandai di bidang kimia dan biologi. Walau Jeno tak memiliki harta benda melimpah sepertinya, tapi Jeno tulus menjadi temannya dan ia selalu menyukai hal itu.

[1] Beauty at All | +jeon jungkook [re-write]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang