7 - MASA LALU

886 24 10
                                    

Hasita melompat turun dari kotak besi besar, memijakkan kakinya pada tanah berpaving. Orang-orang yang turun bersamanya telah berlalu mendahuluinya. Berjalan dari halte ke kampus yang hanya berjarak sekitar 100 meter sudah terbiasa dia lakoni setiap hari. Dia melihat Karen turun dari mobil putih yang selalu mengantar jemputnya, Karen melihat Hasita dan melambaikan tangannya. Hasita langsung menyodorkan buku yang dibawanya kemarin tanpa berkata apa-apa sambil tetap berjalan memasuki kampus.

"Terima kasih loh Hasita, sudah mau repot-repot bawakan bukuku." Karen menyengir.

"..." Hasita tidak menanggapi.

"Hai... Nona jutek, diam saja? Oke, sorry kemarin aku seenaknnya, kau pasti capek bawa buku sebanyak itu."

"Nah itu tahu. Sebenarnya bukan masalah bukumu itu, nggak masalah kau titip apapun padaku, tapi karena terlalu banyak yang aku bawa, aku melupakan buku jurnalku."

"Memangnya di mana buku jurnalmu?"

"Kalau aku tahu pasti aku nggak akan bingung mencarinya, Karen. Isinya itu tentang aktivitasku dan catatan penting selama satu setengah tahun ini."

"Oh... mungkin ketinggalan di suatu tempat, coba diingat-ingat lagi. Nanti aku bantu cari deh..."

"Harus, secara nggak langsung kau juga ikut bertanggungjawab."

"Okelah... omong-omong nih ya, kau kan sudah punya pacar, kenapa kau masih naik bus?"

"Memang apa masalahnya dengan bus?"

"Masa dia tega biarkan kekasihnya naik bus? Kan dia bisa antar jemput?"

"Dia bukan mas Tejo yang selalu antar jemput Ndoro Putrinya. Aku nggak mau kalau bukan dia yang menawarkan, lagi pula aku lebih suka mandiri biar nggak merepotkan orang lain."

"Yayaya. Hasita... emm... kau kan pacar Shin..."

"Hemm..." Hasita mengaggukkan kepalanya.

"Shin kan sahabat Dilon, itu tuh... Dilon Muaray." Karen memegang pergelangan tangan Hasita dan mulai mengayun-ayunkannya.

"Terus?"

"Terus, kapan kalian nongkrong bareng? Ajak aku ya... ya, ya?!"

"Nggak mau, aku bukan mak comblang."

"Ih... siapa juga yang minta dicomblangi, aku cuma ingin bertemu, itu saja. Siapa tahu kita bisa lebih dekat, kalau perkembangannya bagus aku pasti sangat berterima kasih padamu."

"Cuma terima kasih?"

"Aku traktir sarapan sekarang deh, sebagai pembayaran di muka."

"Sip. Ayo lewat sini Di Ajeng Ndoro Putri Karen Pengayem Sukmo." Hasita bersemangat menggiring Karen menuju kantin kampus.

(!)

"Apartemen anda sudah siap huni Nona, ini kuncinya," ujar pria berpakaian hitam rapi.

"Terima kasih, anda boleh pergi." Gadis itu menerima kunci yang diberikan padanya, pintu di belakangnya tertutup pelan. Dia memasuki ruang tengah dan duduk di sofa, menyentuh layar ponselnya lalu mendekatkannya pada telinga.

"Aku di Indonesia sekarang, di Surabaya," ujarnya dengan suara yang halus.

"Apa yang kau lakukan di Surabaya? Di mana posi..." belum selesai pria di ujung telepon itu bertanya namun gadis itu memutuskan sambungan teleponnya.

Gadis itu beranjak dari sofa, menyambar tas jinjing dan kunci mobil. Berjalan menuju basement apartemen tempat mobil merah menyalanya diparkir. Dia memasuki mobilnya lalu mengendarainya keliling kota Surabaya kemudian membawa mobilnya memasuki bengkel.

Akankah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang