13 - DI SISI

494 16 5
                                    


Adit memencet bel di sebelah pintu dengan tidak sabar. Setelah menunggu beberapa lama, terdengar suara 'KLEK' dari balik pintu, pintu itu terbuka dan menampakkan sosok yang sangat ingin dia temui.

"Adit? Masuklah!" Irma tersenyum lebar dan menarik pergelangan tangan Adit untuk masuk ke dalam apartemennya. Irma mengunci pintunya, menggamit lengan Adit dan menggiringnya ke ruang tengah. "Aku senang sekali kau datang, aku mencemaskan kata-katamu saat terakhir kita bertemu. Kau mau minum apa? Akan aku ambilkan."

Irma melepas gamitannya, berniat melangkahkan kakinya menuju dapur. Adit meraih lengan Irma, menyeretnya dan menghempaskannya dengan kasar ke sofa. Seketika senyum Irma memudar, matanya membelalak kaget dengan perlakuan Adit yang tidak pernah kasar padanya sebelumnya.

"Adit! Apa yang kau..." Irma menatap mata Adit, terdapat kobaran api di sana.

"Apa yang ada di pikiranmu, Irma? Kau tega melakukan hal kotor demi obsesi konyolmu itu, huh?" teriak Adit.

"Apa yang kau bicarakan, Adit? Aku sama sekali tidak mengerti." Irma menatap Adit dengan tatapan bingung.

"Hentikan kepura-puraanmu!" bentak Adit kasar. "Aku tahu kau yang mengirim preman itu untuk menculik gadis itu. Entah apa yang akan mereka lakukan jika aku tidak datang. Setelah gagal dengan rencana jahatmu itu kau dengan keji mencoba membunuhnya. Setelah ini apa lagi?"

"Apa sih maksudmu? Kau selalu menyebut gadis itu, gadis itu siapa? Dan sekarang kau menuduhku yang bukan-bukan." Irma meninggikan suaranya.

Adit menarik napas panjang, menghembuskannya dengan kasar, mencoba menenangkan gejolak dalam dadanya. Adit Mengacak rambutnya frustrasi, kemudian berkacak pinggang, dia harus memikirkan kata-kata yang tepat untuk memancingnya. Tangan Irma mulai gemetar, dia meremas erat jemarinya, menahan sakit saat kuku-kuku panjangnya menancap pada telapak tangannya.

"Kau bisa saja menyangkal, Irma. Tapi tangan kananmu itu sudah tertangkap dan mengatakan semuanya. Dia menjadi pelayan kedai, hanya dua hari bekerja di sana dan dia melarikan diri saat gadis itu keracunan," ujar Adit dengan nada yang lebih tenang.

"Dia... bisa saja dia memfitnahku."

"Bagaimana dia bisa mengenalmu sementara kau masih seminggu di sini?" Adit mendengus sinis. "Kau memilih orang yang salah untuk menjalankan rencanamu itu, pria itu pintar, dia bahkan memiliki rekaman cctv saat bertransaksi denganmu."

"Ap-apa?" Bibir Irma bergetar.

"Kenapa? Kau tidak menyangka bukan?" Adit menyeringai, umpannya mulai dimakan. "Pria itu akan menunjukkan rekaman cctv itu, dia memiliki bukti yang kuat untuk menyeretmu dan dia bisa menggunakannya untuk mengurangi masa hukumannya atau bahkan jika gadis itu memaafkannya, mungkin saja dia bebas. Sementara kau..."

Irma mematung, dia sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi sekarang. Adit telah tahu semuanya, pria itu tertangkap dan dia memiliki barang bukti. Kepala Irma terasa berat, sekuat tenaga dia menahan genangan air matanya agar tidak terjatuh, namun dengan satu kedipan mata, air matanya meleleh di pipinya. Irma menundukkan kepalanya.

"Hentikan semua ini, Irma! Ini adalah kriminal, hentikan atau aku tidak akan segan melaporkanmu."

"Apa kau mengancamku?" Irma mendongakkan kepalanya, Adit terlihat serius dan sangat marah. "Kau nggak bisa mengancamku," lanjutnya.

"Ya, aku bisa," ujar Adit penuh penekanan.

"Kau bilang, kau akan tetap berada di sisiku." Irma menundukkan kepalanya lagi, "aku... aku akui, itu semua rencanaku, aku hanya memberinya pelajaran, aku nggak menyangka akan menjadi seperti ini."

Akankah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang