19 - BERPISAH

454 17 6
                                    

Entah sudah berapa kali Hasita mendesah, duduk bersila di atas gundukan tanah lapang berumput di belakang gedung kampusnya, memandangi langit berawan bersemburat warna jingga. Sepi, tidak ada orang lain dan suasana seperti inilah yang dibutuhkannya, dia butuh sendiri.

"Sudah berapa lama?" Suara seorang gadis yang sudah dihafalnya membuatnya menoleh sebentar, Karen berbicara tanpa menatapnya, kemudian dia kembali menatap lurus.

"Dan kau, sudah berapa lama jadi pengamat?" Karen kembali bersuara.

"Dia butuh sendiri." Adit menegakkan punggungnya yang semula bersandar pada tembok.

Karen menatap Adit, membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu namun dia mengurungkan niatnya dan kembali mengamati Hasita dari jauh yang sedari tadi memunggungi mereka.

"Mau ngomong apa?"

"Nggak jadi."

Adit melangkahkan kakinya menuju bukit lapang itu, Karen mengekor di belakangnya. Adit berdiri tepat di samping Hasita, gadis itu mendongakkan kepalanya setelah mendapat tepukan pelan di puncak kepalanya.

"Pulang, yuk!" Adit mengulurkan tangannya untuk membantu Hasita berdiri.

"Hemm..." Hasita berdiri, menepuk celananya yang sedikit kotor kemudian berjalan bersama Adit dan Karen menuju parkiran.

(!)

Shin keluar dari apartemennya, pada waktu yang sama, Irma menutup pintu apartemen miliknya tepat berhadapan dengan apartemen Shin.

"Morning, dear!" Sapa Irma langsung memeluk Shin.

Shin mendorong pelan tubuh Irma kemudian berjalan menuju lift tanpa mengucapkan sepatah katapun. Irma segera berlari mengejar Shin dan bergelayut manja pada lengannya.

"Kau sudah sarapan?"

"Hemm..."

"Aku buat sandwich pagi ini, tapi aku kehabisan daging asap dan tomat, sepertinya aku harus belanja setelah ini. Ah... aku masih lapar. Rambutku juga sudah kusut, aku harus pergi ke salon."

"..." Shin diam saja, menatap lampu lift yang masih menunjukkan angka 8 dengan anak panah turun.

"Oh iya, aku dengar kau akan menghadiri pesta Jimmy. Kenapa kau nggak bilang? Ah, berarti aku juga harus perg ke butik."

Denting lift berbunyi dan pintu terbuka. Shin melangkahkan kakinya keluar dan berjalan tanpa berniat menanggapi ocehan Irma hingga di trotoar jalan. Shin mengayunkan tangannya untuk memberhentikan taksi berwarna kuning, kemudian masuk ke dalamnya dan pergi tanpa menatap Irma.

Irma mendengus kesal, menatap perginya Shin hingga taksi itu tak terlihat. Dia membalikkan badannya dan kembali ke gedung apartemennya.

(!)

Shin merapikan kemejanya kemudian memakai jam tangannya. Irma sudah menunggunya sejak sore hari di ruang tengah dengan mini dress terbuka berwarna hitam, dia berdiri saat Shin keluar dari kamarnya, mengambil cardigan yang diletakkannya pada sofa kemudian mengekor di belakang Shin.

Dentum musik memekakkan telinga, lampu remang berwarna warni, junk food, aroma alkohol, para gadis seksi, benar-benar Amerika. Shin menghampiri Jimmy yang duduk di depan meja bar. Irma melepas cardigannya kemudian bergabung dengan teman-teman gadis yang sudah dikenalnya.

"What kind of party is this?" Shin duduk di kursi tinggi di sebelah Jimmy.

"It's American, just enjoy it!" Jimmy mengambil gelas kosong dan menuangkan minuman ke dalamnya.

"Yeah, it's just doesn't suit for me." Jimmy terkekeh mendengar jawaban Shin.

"Try this!" Jimmy menyerahkan gelas ukuran sedang yang sudah terisi penuh dengan minuman beralkohol.

Akankah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang