15 - PERCAYALAH

482 19 5
                                    

Shin memperhatikan Hasita yang sedang dibantu oleh perawat untuk melepaskan jarum infus dari tangannya, dia melirik sedikit dan tersenyum pada Shin saat Shin masuk dan duduk di sofa.

"Kau sudah sarapan?" tanya Shin beberapa saat setelah perawat keluar dari kamar perawatan.

"Sudah, kau?"

"Sudah" Shin bangkit dari sofa dan berjalan mendekati Hasita, dia duduk di tepi ranjang menghadap Hasita dan menyilakan sebelah kakinya, "Apa yang kau rasakan sekarang? Masih sakit?"

Hasita menggelengkan kepalanya "Tidak. Lihat, aku sudah sehat," jawabnya sambil mengangkat lengan dan mengepalkan tangannya, bibirnya tersenyum lebar memperlihatkan gigi kelincinya.

"Kau masih perlu banyak istirahat, kau masih belum sembuh total."

"Tapi aku sudah merasa sangat sehat..."

"Kau masih harus rutin minum obat dan tidak boleh banyak aktivitas."

"Aku tahu, aku tahu..."

"Bagus." Shin menepuk pelan kepala Hasita.

"Aku ingin jalan-jalan, ruangan ini sangat membosankan."

"Baiklah, akan kutemani." Shin membantu Hasita turun dari ranjang dan memakaikan sandalnya.

Hasita berjalan dengan semangat, seakan baru bebas dari penjara. Dia menyapa dan memberikan senyuman pada setiap orang yang berpapasan dengannya. Shin berjalan di belakangnya ikut tersenyum dan menganggukkan kepalanya pada orang-orang yang di sapa oleh Hasita.

"Oh... liftnya!" seru Hasita saat melihat lift terbuka, dia melangkahkan kakinya lebar-lebar menuju lift itu kemudian lengannya dicekal dan ditarik dari belakang.

"Liftnya sudah penuh," ujar Shin datar.

Hasita mendongakkan kepalanya, menatap Shin yang juga sedang menatapnya, "tapi itu... aku lihat cuma beberapa orang..."

"Aku bilang, penuh." Shin menekan setiap kata dan menatap Hasita penuh arti.

"Oh, oke." Pandangan Hasita tidak beralih dari Shin, seakan dirinya terhipnotis.

Shin mengalihkan pandangannya pada pintu lift yang sudah tertutup, Hasita masih memandangnya lekat-lekat, Shin meliriknya dari ekor matanya kemudian menatapnya lagi dan tersenyum lembut padanya, seketika Hasita menundukkan kepala, menatap jemari kakinya yang digerak-gerakannya dan mengulum senyumnya, tingkahnya seperti anak remaja yang baru mengenal pria. Shin menekan tombol panah pada dinding pintu lift, beberapa detik kemudian pintu lift kembali terbuka. Shin menggenggam jemari Hasita, menggandengnya masuk ke dalam lift yang kosong.

"Sesuatu yang mengganggu pikiranmu?!"

"Apa itu sebuah pertanyaan?"

"Sikapmu sedikit berbeda sejak kau keluar bersama Adit dan Dilon kapan hari itu, dan aku mendengar kerja sama. Kerja sama apa?"

"Urusan pria," jawab Shin singkat, Hasita menyipitkan matanya. Shin mendekatkan kepala Hasita pada dadanya dan mengecup puncak kepalanya "hanya kau yang ada di pikiranku saat ini, kau jangan berpikir macam-macam."

Shin keluar dari lift terlebih dulu, meninggalkan Hasita yang masih terbengong-bengong di dalamnya. Shin berbalik dan segera menahan pintu lift yang akan tertutup.

"Sampai kapan kau akan berdiri di situ?"

"Huh? Oh, iya." Hasita terkesiap, dan segera melangkahkan kakinya keluar dari lift.

Hasita dan Shin berjalan-jalan di taman belakang rumah sakit, sebuah taman dengan beberapa pohon besar, semak hias dan bunga-bunga yang didominasi oleh bunga bougenville, di sana banyak pasien yang juga sedang menghirup udara segar.

Akankah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang