16 - SIBUK

447 18 1
                                    

Shin melemparkan ransel dan menghempaskan tubuhnya di sofa, kepalanya di sandarkan pada punggung sofa, menengadah menatap langit-langit. Dilon meliriknya saat mengambil dua kaleng minuman soda di kulkas mini, dilihatnya Shin beberapa kali mengambil napas dalam-dalam, mengisi penuh kedua rongga paru-parunya setelah itu dihembuskannya perlahan. Dilon menarik sudut sebelah bibirnya dan menggeleng pelan.

"Kau jelas sekali sedang depresi saat ini." Dilon meletakkan minuman bersoda di meja dan duduk di sofa seberang Shin.

Shin hanya mengendikkan bahunya, menyambar minuman kaleng itu dan menenggaknya sampai habis tak tersisa.

"Tentang Hasita dan Irma?"

"Aku bertemu perempuan gila itu, kemarin saat Hasita keluar dari rumah sakit. Dia mengakui telah memata-mataiku selama ini dan juga Hasita, dia mengakui semua kejahatannya, dia membayar orang untuk menculik Hasita juga orang yang memasukkan racun di minumannya dan menyusupkan botol racun ke dalam tas Karen" pandangan Shin menerawang, "dia mampu melakukan hal-hal gila untuk mencapai obsesinya, lama-lama aku ketularan gila." Shin mengusap-usap wajahnya dengan kasar.

"Baguslah dia mengakuinya, kau bisa gunakan itu untuk menekannya."

Shin menggelengkan kepalanya pelan "nggak segampang itu..." Shin mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan berat "Dia mencoba bunuh diri."

"Hah?! Wah... benar-benar gila dia!"

"Aku nggak mau Hasita kenapa-kenapa, karena aku dia mengalami itu semua, aku harus melindunginya jadi aku terima kesepakatan perempuan gila itu. Sebelumnya aku sempat merekam pembicaraan kita, tapi dengan bodohnya aku bisa lalai dan dia berhasil menghapusnya saat aku mengambilkan perban untuk menolongnya." Shin mengacak rambutnya frustrasi "Hash... bodoh!"

"Ck, iya kau bodoh..." Dilon berdecak dan menatap Shin dengan tatapan mengejek, "itulah gunanya smartphone jika manusianya melakukan hal bodoh sepertimu."

Shin menatap Dilon dan mengangkat sebelah alisnya sementara Dilon menatapnya datar. Shin sedikit membuka mulutnya dan mengangguk mengerti, kemudian dia mengambil ponselnya dari saku celana dan mengecek web storage di ponselnya.

"Ah... bagaimana aku bisa lupa layanan auto backup? Nanti aku kirim ini padamu."

"Oke, tapi... kesepakatan apa yang kau maksud?"

"Kau bisa menebaknya," jawab Shin malas sambil menyandarkan badannya pada sofa.

"Baiklah..." Dilon mengendikkan bahunya "Kapan kau ke Amerika Serikat?"

"Dua minggu lagi, aku hampir melupakannya. Bagaimana aku bisa meninggalkan dia selama satu tahun."

"Tapi itu mimpimu yang sudah lama ingin kau bangun."

"Aku tahu," Shin membetulkan posisi duduknya dan menatap Dilon dengan serius. "Aku butuh bantuanmu, Dilon."

(!)

'TOK TOK'

Tidak ada sahutan dari dalam, Karen membuka perlahan pintu kamar Hasita, mengintip dari balik pintu dan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar.

"Tadi kata Tante, Hasita di kamar kan? Kok nggak ada ya?" tanya Karen lirih, bicara pada dirinya sendiri. Kemudian matanya tertuju pada jendela lebar kamar Hasita yang terbuka, semilir angin meniup tirai putih yang kini melambai-lambai dan di balkon terdapat kertas yang ditindihi sebuah cangkir di atas meja patio kecil berwarna ungu. Karen membuka mulutnya hingga terbentuk huruf O dan membelalakkan matanya. "Astaga, jangan-jangan..."

"Hasita...!" Karen berteriak, mendorong sekuat tenaga pintu kamar Hasita dan menerjang masuk menuju balkon, diiringi suara 'BRAK' saat daun pintu membentur tembok.

Akankah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang