12 - BERPALING

508 20 12
                                    

Adit bersandar di depan kelas, memperhatikan para mahasiswa lalu-lalang yang keluar dari dalam kelas. Kelas itu sudah mulai sepi, seorang dosen keluar, Adit segera berdiri tegap dan menganggukkan kepalanya untuk memberi salam pada dosen tersebut, bisa dipastikan bahwa sudah tidak ada orang lagi di dalam sana. Adit hendak melihat ke dalam kelas kemudian Karen keluar, dia berjalan sangat lambat dan menundukkan kepalanya. Langkah kaki Karen terbentur sepatu seseorang yang ada tepat di depannya, dengan malas dia mendongakkan kepalanya.

"Sorry..." ucap Karen lemas kemudian dia bergeser sedikit dan melangkahkan kakinya lagi.

"Karen? Tunggu!"

"Hemm? Apa? Kau siapa?"

"Kau tidak ingat? Aku Adit."

"..." Karen diam mematung, pandangannya menerawang.

"Halo?" Adit melambaikan tangannya di depan muka Karen.

"Oh... kau?" Karen melangkahkan kakinya lagi, dia tidak menghiraukan Adit.

"Kau terlihat sangat sedih, ada apa?" tanya Adit mengiringi langkah Karen.

"Iya... sedih... Hasita..." Karen menarik napas panjang dan berat, berkali-kali, kemudian terisak.

"Hei, kau menangis? Jangan menangis di sini, banyak orang melihatmu." Adit celingukan, beberapa orang di sekelilingnya melihat padanya dan berbisik-bisik. "Ada apa dengan Hasita?" lanjutnya.

"Huuu... uuu." Karen semakin terisak dan mulai menangis seperti anak kecil.

"Haduh, kenapa tangismu semakin kencang? Mereka pikir aku yang membuatmu menangis," bisik Adit.

"Mam-maaf..." ucap Karen lirih sambil mengusap air matanya.

"Oke... tenang, tenang, Karen. Tarik napas... buang... lagi, lakukan lagi! Tarik napas... buang..." instruksi Adit yang diikuti oleh Karen. "Ayo, ikut aku!"

Adit menarik pergelangan tangan Karen dan membawanya ke parkiran, memintanya masuk ke dalam mobil untuk menceritakan apa yang terjadi.

"Ayo, ceritakan padaku! Apa yang terjadi dengan Hasita? Aku tidak melihatnya dari tadi pagi," desak Adit dengan nada tidak sabar.

Karen mengernyitkan alisnya, termenung, menimang-nimang tentang apa yang harus dia katakan pada pria yang kini sudah duduk di sampingnya, di kursi pengemudi. Pertama kali bertemu dengannya, Karen merasakan ada sesuatu pada pria ini, tatapannya pada Hasita sangat berbeda, aura yang dia keluarkan sangat misterius, tapi Hasita bilang pria ini adalah temannya. Entah kapan dan dari mana Hasita mengenalnya, yang jelas Hasita tidak pernah bercerita. Melihat keduanya beberapa hari yang lalu, seolah-olah mereka adalah teman akrab. Ditilik dari cara bicaranya barusan, sangat kentara kegelisahan terselip dalam nadanya. Apa yang harus dia lakukan? Bolehkah menceritakan semuanya? Ah, Karen butuh seseorang di sisinya, bukan, di pihaknya.

Diliriknya ragu-ragu pria itu, sorot tajam matanya terlihat tidak sabar menanti kata-kata yang terucap dari mulutnya. Karen tertunduk lemas, bulir bening mengalir lembut di pipinya, inilah keputusannya.

"Aku..."

"Ya?"

"Bagaimana aku harus mengatakannya?"

"Katakan saja! Semua, dari awal."

"Hemm..."

"Oh... come on, Karen! Just tell it!"

"Oke." Karen menarik napas panjang dan menceritakan semuanya, Adit memasang telinganya tanpa melewatkan setiap detailnya.

"Dia... dia belum sadar sampai sekarang. Aku sedih banget..." lanjut Karen.

Akankah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang