14 - RIVAL ADALAH REKAN TERBAIK

493 18 3
                                    

Karen menatap terpaku pada gadis yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Hanya dia satu-satunya yang berada di sampingnya, pagi-pagi Karen sudah datang untuk menggantikan orang tua Hasita yang harus pulang untuk mengurusi catering dan karyawannya sementara Caraka keluar sebentar untuk membeli sarapan. Adik Hasita itu beberapa hari membolos sekolah untuk menemani kakaknya, sama seperti Karen yang lebih memilih menemani Hasita daripada bosan di kelas.

"Astaga... Hasita." Karen membelalakkan matanya.

Karen bangkit dari kursinya, meraih dan menekan tombol pada sisi ranjang Hasita. Karen berteriak memanggil dokter dengan panik, dia berlari menuju pintu, masih berteriak memanggil dokter ataupun perawat. Caraka yang baru saja sampai langsung berlari menghampiri Karen.

"Kak Hasita kenapa Kak?" tanya Raka panik.

"Raka... cepat panggil dokter, sekarang!"

"I-iya." Caraka melepaskan kantong kotakan nasi yang dibelinya, dia segera berlari menemui dokter yang menangani Hasita selama ini.

Dokter dan perawat berlarian menuju kamar perawatan Hasita. Shin yang semula berjalan gontai ikut berlari saat dia memikirkan pasti ada kemungkinan buruk yang terjadi pada Hasita.

"Dokter, Hasita, Dok," ucap Karen terisak.

Dokter dan perawat itu diam terpaku saat melihat kondisi Hasita. Caraka dan Shin berdiri tidak berkutik di ambang pintu. Perlahan dokter itu mendekat dan dibantu oleh perawat untuk melepaskan alat bantu pernapasan.

"Kau berisik sekali, Karen," ucap Hasita lirih sesaat setelah matanya terbuka kemudian memejamkannya sebentar untuk menyesuaikan cahaya yang beberapa hari ini tidak dilihatnya.

"Syukurlah Nona Hasita siuman dan kondisinya baik," ujar dokter dengan senyumnya yang lebar setelah memeriksa keadaan Hasita.

"Ah... Syukurlah. Aku senang saat pertama kau mengerjapkan matamu, Hasita. saking senangnya aku jadi panik," ujar Karen berseri-seri dan memeluk Hasita.

Hasita tersenyum dan menganggukkan kepalanya pelan. Shin dan Caraka tersenyum lega, mereka menghampiri Hasita dan Karen.

"Kau membuat kami jantungan, Kak," ujar Caraka.

"Baiklah, kami akan kembali dan mempersiapkan perawatan selanjutnya untuk nona Hasita, kemungkinan perlu perawatan satu minggu, permisi," ujar dokter ramah kemudian pergi dan diikuti oleh para perawat.

"Kami semua mencemaskanmu, Hasita. Sudah tiga hari kau nggak sadar," ujar Karen.

"Dokter bilang kau menelan racun arsenik pada kopi yang kau minum," timpal Caraka.

"Dan botol racun itu ada dalam tasku, aku sendiri nggak tahu bagaimana cara aku meracunimu, tapi sungguh itu bukan aku. Sumpah!"

"Ada yang ingin mencelakaimu Kak, tapi Kak Shin sudah menyelidikinya, jadi jangan khawatir."

"Aku percaya bukan kau pelakunya, Karen. Tapi bisakah kita bahas ini lain kali? Kepalaku masih pusing dan aku kurang paham maksud kalian."

"Baiklah, tapi aku sangat senang kau sudah sadar. Kami semua sampai rela bolos sekolah dan bolos kuliah untuk menunggumu bangun. Dan kau tahu, Shin terlihat sangat kacau karenamu, kalau kau melihatnya mungkin kau nggak akan tega deh..." cerocos Karen.

Hasita memandang ke arah Shin dan tersenyum lembut padanya. Shin mendekatkan diri, Caraka dan Karen mundur untuk memberikan ruang pada Shin. Shin tersenyum lega, dia membelai rambut Hasita, membungkukkan badannya dan mengecup keningnya, seketika jantung Hasita berdesir dan merasakan bulu kuduknya meremang di sekujur tubuh.

Akankah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang