10 - ANCAMAN

631 19 5
                                    

Makanan Shin nyaris utuh, siku kiri bertengger di meja makan menopang kepalanya sedangkan tangan kanannya memegang garpu dan hanya mengaduk-aduk makannanya.

"Kenapa tidak dimakan? Makananya tidak enak?" tegur Hasita yang sedari tadi memperhatikan Shin "makanlah sedikit, kau bilang dari tadi pagi belum makan," lanjut Hasita yang tidak mendapatkan jawaban dari Shin.

"Kau sakit? Coba lihat..." Hasita mengulurkan tangannya namun Shin meletakkan garpunya dan menyandarkan badannya pada kursi, menarik napas dalam-dalam dan menggelengkan kepalanya tanpa sepatah katapun yang terucap dari bibirnya.

"Terus kenapa? Ada masalah? Dari kemarin sikapmu aneh, kenapa diam saja?" Hasita kesal dan mulai habis kesabaran, dia paling tidak suka didiamkan, makanannya dihabiskan dengan lahap dan berujar, "aku sudah selesai, lebih baik kita pulang sekarang!"

Hasita berdiri dan melangkah pergi, Shin ikut berdiri kemudian duduk kembali karena Hasita berhenti melangkah dan membalikkan badannya, dia menyambar gelas yang ada di meja. Shin reflek mengerjapkan matanya, mengantisipasi jika nanti Hasita akan menyiramkan isi gelas itu padanya. Hasita menenggak habis jus jeruk tanpa gula yang dipesannya tadi, Shin membuka matanya dan bernapas lega.

"Assseem!" umpat Hasita dengan memercingkan sebelah matanya.

"Itu jus jeruk, bukan jus asem," sahut Shin.

Hasita meliriknya dengan tajam dan bibirnya dimanyunkan. Shin tersenyum tipis dan berjalan melalui Hasita kemudian Hasita berjalan mendahului Shin. Seorang gadis berambut lurus sebahu dengan senyum lebarnya sedikit berlari, pandangan matanya mengarah pada seseorang di belakangnya.

"Shiiiin..."

Hasita mendengar suara seorang gadis dari belakangnya memanggil nama Shin dengan manja, Hasita menoleh dan membelalakkan matanya saat melihat gadis itu memeluk Shin. Semula Shin kaget gadis itu memeluknya kemudian dia membalas pelukannya sesaat setelah Hasita menoleh kepada mereka.

"Hai, Irma," sapa Shin kemudian melepaskan pelukannya, "kau sendirian?"

"Ya... selalu, aku belum punya teman di sini," Irma mengendikkan bahunya. "Kau juga sendirian?"

Shin menggelengkan kepalanya lalu menatap Hasita, Irma turut menoleh ke arah pandangan mata Shin, dia kembali menatap Shin sambil menaikkan alisnya. "Dia Hasita, kekasihku." Shin mengedipkan sebelah matanya.

"Oh..." Irma memasang senyumnya, senyum yang sedikit dipaksakan. Dia berjalan beberapa langkah menghampiri Hasita dan mengulurkan tangannya, "hai... Hasita."

Hasita memperhatikan gadis yang sekarang berdiri di hadapannya. Baju berwarna merah jambu pucat tanpa lengan dengan rok biru tua selutut berbahan sifon, sepatu ankle boots dengan hak sekitar lima senti berwarna senada dengan roknya, gelang giok merah jambu melingkar di pergelangan tangannya, rambut lurus sebahunya dibiarkan tergerai dan diselipkan di belakang telinganya sebagian. Modis, satu kata yang dapat mendiskripsikannya. Suara lembutnya menyapanya, selembut wajahnya. "Hai..." Hasita menjabat uluran tangan itu.

"Aku Irma. Teman Shin, untuk saat ini." Irma tersenyum ramah lalu membalikkan badannya dan menatap Shin, "sepertinya kalian akan pergi, aku juga akan pergi mencari meja." Irma menatap Hasita lagi, bibirnya membentuk senyuman sinis, dia memajukan badannya agar semakin dekat dengan Hasita lalu berbisik, "mungkin kita nggak akan melihat senyummu lagi setelah ini, bersiaplah!" kemudian dia berlalu.

Ucapan itu membuat tubuh Hasita terasa membeku, mencoba mencerna semua perkataan gadis itu. Suara dan wajahnya lembut namun tidak dengan ucapannya. Shin menghampirinya, merangkul pinggangnya kemudian mengajaknya pergi.

"Ayo!"

Hasita melepaskan tangan Shin dari pinggangnya dan diam membisu saat berjalan menuju parkiran hingga berada di atas motor, dia bertanya pada dirinya sendiri, sebenarnya siapa gadis yang memeluk Shin tadi? Ada pandangan kebencian di matanya, senyum sinisnya terasa seperti peringatan dan juga hal yang terakhir diucapkannya.

Akankah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang