21 - YANG BENAR-BENAR DIINGANKAN

849 27 11
                                    

Irma berhenti menarik kopernya, dia membalikkan badannya. Hasita, Adit, Karen dan Dilon menghentikan langkah mereka. Dia menghampiri Hasita, meraih kedua tangannya kemudian tersenyum tipis.

"Aku benar-benar pergi kali ini. Kau bisa bersorak bahagia setelah ini kerena nggak akan ada lagi yang mengusik hidupmu."

"Yah, tentu. Aku akan menggelar pesta untuk merayakan kepergianmu." Hasita tersenyum lebar.

"Ya... aku nggak akan menemuimu lagi. Oh, dan ingat, putuskan hal yang benar-benar kau inginkan saat Shin kembali nanti. Berbahagialah bersamanya." Irma tersenyum miring.

Irma melepas genggaman tanggannya pada tangan Hasita. Dia mengerjapkan matanya saat Hasita tiba-tiba memeluknya.

"Apa ini? Kau memeluk musuhmu?"

"Kadang musuh juga perlu kasih sayang," Hasita terkekeh, "datanglah berkunjung sesekali, kita berteman sekarang." Hasita menguraikan pelukannya dan tersenyum tulus, Irma membalas senyum itu.

"Adit..." Irma menatap Adit canggung.

"Aku melepasmu, jangan khawatirkan perasaanku," ujar Adit dengan mantap.

Irma melangkahkan kakinya mendekati Adit, dia memeluknya erat. "Kau adalah sahabat terbaikku."

Adit membalas pelukan Irma tak kalah erat, beberapa detik kemudian Adit menguraikan pelukannya. "Pergilah! Jangan membuatku berubah pikiran."

Irma mendengus pelan kemudian menggeser langkahnya untuk menyalami Karen dan Dilon. Dia menggeret kopernya menuju pemeriksaan paspor kemudian melambaikan tangannya sebelum menghilang di balik pintu.

Hasita, Karen dan Adit berjalan meninggalkan bandara, Dilon masih diam di tempatnya berdiri tadi dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya lalu menempelkan ponsel itu di telinganya. Karen menoleh pada Dilon yang tertinggal di belakang mereka, Dilon melihatnya dan mengangkat tangannya di depan dada, mengisyaratkan untuk pergi lebih dulu, Karen menganggukkan kepalanya.

"Dilon?" tanya Hasita.

"Dia masih terima telepon, kita jalan duluan saja," jawab Karen.

Dilon terdiam dan menggut-manggut mendengarkan penjelasan Shin yang kepulangannya akan sedikit mundur dari tanggal perkiraan.

"Ya, kondisinya sudah benar-benar beres di sini. Kau hanya tinggal pulang tanpa beban," ujar Dilon.

(!)

Tiga bulan berlalu setelah keberangkatan Irma kembali ke Jakarta. Selama itu kehidupan Hasita dan lainnya berjalan normal. Mereka melanjutakan rutinitas sehari-harinya dengan Dilon yang sudah semakin jarang mampir ke kampus Hasita karena sudah ada Caraka yang menemaninya sebagai soulmate barunya.

Seorang pria berkaos hitam pas badan dengan jaket dan celana jean serta topi yang menutupi sebagian wajahnya sedang berdiri di depan gerbang kampus. Matanya tidak berhenti mengamati setiap gadis yang melintas di depannya. Pandangannya terkunci pada satu gadis yang berjarak cukup jauh darinya. Gadis itu berjalan bersama seorang pria yang merangkul bahunya, sesekali gadis itu menepis tangan pria itu namun pria itu mengulangi perbuatannya lagi. Kali ini pria itu mendekatkan wajahnya pada telinga gadis itu dan sepertinya membisikkan sesuatu, gadis itu menatapnya sebentar sebelum pria itu pergi meninggalkannya. Mereka Hasita dan Aditya.

Setelah Adit meninggalkan Hasita, ada seorang pria lagi menghampiri Hasita sambil membawa gulungan karton berwarna merah, biru dan putih. Pria yang mengawasi Hasita itu menundukkan kepalanya sambil menarik topinya yang semakin menutupi wajahnya saat Adit dengan motor hijaunya menatapnya curiga. Pria itu bernapas lega setelah Adit berlalu. Dia menatap lurus kembali, namun Hasita sudah tidak ada di tempatnya berdiri tadi.

Akankah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang