Chapter 10

99 18 2
                                    

"Lexa, kita sudah sampai."

"Hmmh."

Lexa menapakkan kakinya ke daratan keluar dari mobilnya. Kata-kata dokter tadi terngiang-ngiang di telinganya. Lexa harus beristirahat di flat nya selama 3 hari. Entah apa yang ia lakukan selama 3 hari itu. Merenungi nasib, mungkin. Ia sama sekali tak suka ketika disuruh berdiam diri di rumah dan "beristirahat". Dia melangkahkan kakinya dengan malas menuju flat nya. Harry mengekornya di belakang masih membawa kunci mobil Lexa dan sekantung obat-obatan milik Lexa juga.

"Kau mau kutemani lagi?"

Lexa dalam hati merasa tidak enak juga. Ia merasa telah memanfaatkan pria ini berulang-ulang kali. Tak peenah ia sangka pria di hadapannya juga memiliki hati yang cukup...baik?

Harry tak menunggu jawaban untuk masuk dan langsung melengos ke dalam. Lexa memutar bola matanya dan menutup pintu flat nya.

"Lex, kunci mobilmu kutaruh di atas sini."

Lexa mengangguk mengiyakan.

"Obat-obatmu disini."

Sekali lagi Lexa mengangguk ke arahnya.

***

Harry berjalan mondar-mandir di dalam flat Lexa. Lexa yang duduk di sofa sambil memeluk bantal mengangkat satu alis melihatnya. Dalam hati Lexa berpikir apa gerangan yang membuatnya terlihat begitu gelisah?

"Lex, kurasa aku harus pulang."

Lexa terbelalak mendengarnya. Ia baru saja melewati 1 jam ini tanpa muntah ditemani Harry dan sekarang ia ingin pergi?

Lexa's POV

"Mom ku datang berkunjung, aku harus menjemputnya dulu di bandara."

Oh. Jadi Harry menjemput ibunya di bandara. Aku tersenyum kecil mendengarnya, namun mengalihkan wajahku dari pandangannya.

"Hmmhh. Iya. Hati-hati di jalan. Terima kasih untuk hari ini. Say hi to your mother for me."

Aku bahkan tak tahu bagaimana aku bisa merangkum begitu banyak kalimat menjadi satu dan mengatakannya begitu cepat. Harry terkekeh pelan, lalu tersenyum menunjukkan lesung pipinya yang begitu indah di wajahnya....? Kenapa aku melantur? Dan kenapa aku menyebutnya indah?

Aku menggelengkan kepala cepat untuk menyingkirkan semua itu dari pikiranku, dan Harry menatapku bingung. "Aku tidak apa-apa kok. Oke mungkin demam dan mual tetapi selebihnya aku tidak apa-apa." Ucapku menjawab tatapannya itu. Harry menganggukkan kepalanya pelan dan memberiku sebuah pelukan hangat darinya dan ia segera melepaskannya. Aku tak tahu harus berbuat apa, hanya berdiam ketika dipeluknya. Bahkan tak mengangkat tanganku sedikitpun untuk membalas pelukannya. Pelukan singkat seorang teman. Ini tidak apa-apa, Lexa, batinku. Ia melambaikan tangannya pelan padaku dan berjalan keluar dari flatku.

***
Aku melakukan segalanya seperti biasa. Bersiap-siap pergi ke kampus. Ya, ya, ya. Aku tahu aku harus istirahat di rumah selama 3 hari, tapi kakiku dan pikiranku yang sudah kebosanan ini harus pergi dari flat ini hari ini juga, hari ketiga dimana aku diperintahkan untuk "istirahat". Lagipula, demam dan muntah apa sebegitu membahayakannya?

Cafè-cafè sudah ramai pada jam ini. Begitu pula dengan kedai makanan. Aku tahu itu. Jadi aku akan pergi ke kampus. Meskipun jam sudah menunjukkan pukul setengah 12, aku tetap akan mengikuti kelas selanjutnya pada pukul 12.30. Aku merindukan Kate, by the way. Aku tahu ia selalu menyempatkan waktunya untuk Skype denganku untuk menanyakan kabarku dan mengirim e-mail menjelaskan materi atau tugas yang diberikan. Meskipun hanya 2 hari, tapi tetap saja.

Lalu lintas hari ini untungnya mendukung, tak terlalu padat seperti pagi hari di Manhattan biasanya. Hanya ada hambatan kecil ketika ada kecelakaan mobil yang melewati batas kecepatan tadi. Aku mengecek lagi barang-barangku dalam tas sebelum melangkah keluar dari mobilku. Aku meraih 2 kapsul obat dan meneguknya bersama air mineral botol. Obat-obat ini harus kukonsumsi 2 kali sehari. Dan aku tak mau sakit terus menerus, jadi aku minum saja obat itu. Demamku sudah agak mereda sejak aku beristirahat di flat.

RealityWhere stories live. Discover now