Kate's POV
Oh no. Aku melihat Harry dan Brit berjalan berdua di depan aula ketika aku mendekornya tadi. Aku buru-buru berlari keluar, mencari Lexa, memastikan bahwa ia tak akan melihat Harry dan Brit bergandengan tangan.
Ternyata ia disana. Berdiri di depan lokernya. Aku buru-buru menghampirinya dan menariknya pergi. Aku tahu Harry dan Brit akan berbelok menuju lorong ini. Aku melewati mereka tadi.
Sialnya, Lexa tak mau kutarik pergi. Dia bersikeras memasukkan buku catatannya dulu. Astaga. Jika aku tak bisa melindunginya, aku bersumpah akan-
Shit.
Author's POV
Kate dan Lexa melihat itu berdua. Harry dan Brit berjalan bergandengan tangan berdua dengan mesranya. Kate yang dari tadi mencengkram Lexa kuat-kuat, memaksanya untuk pergi, sekarang tangannya sudah terlepas. Gagal untuk melindungi sahabatnya itu.
Lexa mematung. Air mukanya berubah. Menegang. Matanya menatap Harry lekat-lekat. Hatinya sakit. Tapi aku kuat, pikirnya. Aku sudah pernah mengalami yang lebih buruk, batinnya menenangkannya. Buru-buru ia memalingkan wajahnya, menutup pintu lokernya, dan pergi bersama Kate.
Lexa's POV
Hell. Mengapa aku harus menyaksikan itu? Sakit memang. Mengapa aku tidak mengikuti Kate saja? Mengapa aku harus menjadi begitu keras kepala? Ya Tuhan.
Meskipun sebenarnya aku tak memiliki hak untuk marah. Aku kan hanya 'pasangan prom'nya saja. Tapi mengapa aku merasakan ini? Sedikit...sakit melihat pemandangan tadi.
"Harry sialan. Dari awal aku tahu ada sesuatu yang salah dengannya. Seharusnya aku tak pernah membiarkannya mendekatimu. Seharusnya aku bisa menjauhkanmu dari keparat itu. Uhh." Kate bicara sendiri frustasi.
"Sebenarnya, ia tak salah apa-apa, Kate. Mungkin Brit itu pacarnya. Aku tak begitu perlu mengetahuinya. Aku dan dia, kan hanya sebatas teman. Dia hanya menawariku menjadi pasangannya di prom night, kami tak memiliki hubungan lebih. Aku tak seharusnya patah hati. Lagipula, aku baik-baik saja kok." Jawabku membohongi diri sendiri.
Tentu saja aku tidak baik-baik saja! Dan Kate menyadari itu. "Kau tetap akan pergi ke Prom bersamanya?" Tanyanya sarkas. "Tentu. Mungkin Brit berhalangan untuk datang, jadi Harry mengajakku." Sebenarnya tidak. Aku tidak ingin datang. Aku hanya ingin pergi dari flat agar tidak sendirian, karena ketika aku sendirian, aku akan merenungi Harry dan Jack dan mantanku dan akan berakhir menangis. Menangis sendirian itu menyakitkan.
"Kenapa kau keras kepala sekali? Kubilang, jika kau tak mau datang, tak usah datang. Aku akan menemanimu di flat dan menyuruh Niall untuk tinggal sementara di rumahku sendirian." Aku juga bersimpati dengan Niall. Dia datang jauh-jauh dari Irlandia untuk datang ke prom bersama Kate, tetapi Kate membatalkannya. Menyedihkan juga.
Aku menggeleng mantap, merasa diriku kuat. Walaupun mungkin diriku tak sekuat yang kukira.
Kate's POV
Entah apa yang salah dengannya. Berani-beraninya. Aku akan mendatanginya. Sekarang juga.
Selepas dari flat Lexa tadi, membicarakan tentang perasaannya, aku menggedor kuat-kuat pintu Harry. Amarahku sudah di puncak. Bedebah. Aku tahu Lexa sakit hati. Aku tahu ia berbohong. Ia membohongi dirinya sendiri. Harry harus kuberi pelajaran.
Berkali-kali aku menggedor pintunya, ia pun membukanya dengan amarah di wajahnya. Aku menatapnya nanar. Tatapan mematikan. "Apa yang kau mau, hah?" Tanyanya sok berani. Semua orang tahu bagaimana aku ketika aku marah. Bahkan Lexa tahu. Ia berusaha paling keras membuatku tidak marah. Tetapi kesabaranku habis menghadapi Harry ini.