Aku membutuhkan beberapa pakaian dalam baru, tentu saja. Lalu beberapa pakaian kasual untuk saat aku berada di flat Harry. Tak mungkin kan, aku hanya memakai kaus oblong dan celana pendek seperti biasanya di flatku? Aku membayar semuanya sementara Harry mengekorku di belakang. Dia menarik tanganku bersamanya setelah aku selesai membayar pakaian itu. Ia menarikku ke toko...gaun?
"Pilih yang kau suka." Gumamnya. "Hah? Maksudmu apa? Toh aku tak akan pergi kemana-mana." Balasku menolak. "Ayolah. Ikut saja untuk sekali ini." Ia memohon. "Beritahu aku dulu. Acara apa?" Aku mengotot meminta penjelasan darinya. "Sudahlah. Nanti malam kuberitahu. Kumohon turuti saja untuk sekali ini, Lex. Please...." Ia memohon dengan mata indahnya yang berkilat-kilat. Aku menarik napas panjang sebelum membuangnya kuat-kuat. "Aku percaya padamu. Jangan salahgunakan itu." Ancamku dan dia tersenyum senang.
"Cocok, tidak?" Ucapku memutar badanku di depannya. Sudah 5 kali aku berganti dress dan tak ada yang ia sukai sama sekali. "Terlalu ketat," "Terlalu panjang," "Terlalu berwarna," "Terlalu terbuka," Ugh. Aku lelah mendengar kritikannya.
Namun kali ini berbeda.
Author's POV
Harry sedikit terbelalak kali ini ketika melihat Lexa keluar dari ruang ganti. Matanya berbinar-binar. Sementara Lexa masih memutar sedikit gaunnya, menatap Harry penuh harap. "Jadi?" Harry tersadar dari lamunannya. Mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum menjawab, "Cocok. Aku suka kau dalam gaun itu." Senyum Lexa terpampang lebar mendengar pujian Harry. "Terima kasih. Kurasa aku akan membeli yang ini. Semenjak kau sangat menyukainya." Goda Lexa berlalu untuk melepas lagi gaunnya.
"Makan di flat mu saja, ya? Aku sudah lelah kesana kemari." Keluh Lexa, Harry mengangguk ke arahnya dan mempererat gandengannya.
Gumaman Lexa dalam nyanyiannya terus berlanjut. Harry bahkan sudah terbiasa sekarang. Terkadang ia juga memikirkan lagu itu selagi Lexa bersenandung.
"Lexa, kau masak apa sih? Ribet sekali kelihatannya." Lexa tergelak tawa mendengar pertanyaan Harry. "Ada yang bisa kubantu?" Lexa mengangguk dan meminta Harry untuk mengambilkan wajan penggorengan. "Wanginya saja sudah membuatku tergiur. Tunggu. Kau membuat...taco?"
Lexa melirik ke Harry dan tersenyum mengiyakan. "Sebentar lagi selesai kok. Sausnya bahkan sudah jadi. Nanti semuanya aku bereskan lagi. Tenang saja." Harry mengangguk, "Aku yang bereskan juga tak apa. Kan kau sudah memasak." "Biarkanlah, Harry. Kau sudah membiarkanku tinggal sementara disini juga sudah sangat membantuku. Dan aku berterima kasih untuk itu. Bayangkan saja jika aku harus berkendara berjam-jam menuju rumah Mom ku di Nevada. Huh." Lexa tersenyum ramah selagi mempersiapkan hidangannya di piring saji.
"Terima kasih, Lex untuk masakan ini." Harry tersenyum lebar sebelum melahap makanannya. Lexa mengangguk mengiyakan sebelum melakukan hal yang sama. "Dari mana sih, kau tahu ini makanan kesukaanku?" Harry mengunyah ria taco nya. "Kau kan sudah pernah bilang. Lagipula aku sedang ingin makan taco." Tukas Lexa. "Ini sangat-sangat lezat. Apa aku sudah pernah mengatakannya?" "Hmm. Kurasa pernah." Lalu keduanya terkekeh bersamaaan.
Harry mulai menyantap hidangan selanjutnya sementara Lexa mulai memakan taco. Yap. Lexa memasak dua hidangan. Kalau-kalau ada salah satu dari mereka yang masih lapar. Ternyata keduanya masih lapar.
"Wow. Sudah jam 3 saja. Kau mau melakukan apa, Lex? Tinggalkan saja cucian piring itu di dish washer." Ucap Harry yang sedang duduk di sofanya. Lexa keluar dari dapur, "Iya iya. Well, kau mau melakukan apa? Aku ikut kau saja." Ujar Lexa. Harry bergeser sedikit dari sofanya, memberikan Lexa ruang untuk duduk juga. Lexa pun berjalan mendudukkan dirinya sendiri di samping Harry. Harry menyalakan tv flat nya dan mencari acara yang bagus.
"Mau menonton film saja? Kau yang pilih deh. Jangan yang melankolis. Atau romantis. Aku tak begitu suka." Ucap Harry menengok ke arah Lexa. Lexa mengangguk, "Siapa juga yang mau memilih film seperti itu. Aku juga tak begitu suka." Lexa tersenyum ke arahnya sebelum bangkit dari duduknya, mengikuti Harry menuju koleksi film yang ia punya.
"Divergent?" "Nope. Sudah berkali-kali menonton." "Jurassic World?" "Nono. Sama. Sudah berkali-kali." "Tomorrowland?" "Hmm. Aku sedang malas berpikir sekarang. Next." Lexa mendengus kesal sebelum menemukan film lain. "Poltergeist?" Harry terbangun dari duduknya. "Keluaran lama?" Tanyanya. Aku mengangguk. "Huh. Seingatku aku menghilangkannya. Ya sudah, itu saja. Kau tak keberatan, kan?" Aku bangkit dan memasang DVD nya, "Aku setuju-setuju saja. Lagipula ini flat mu kan? Toh aku juga sedang ingin menonton horor."
Harry bergeser lagi dari duduknya. Aku segera duduk di sampingnya dan menikmati filmnya. Ia merangkulku dengan menaruh tangannya di pundakku. Aku diam saja menyikapi tindakannya. Ia sudah berbaik hati denganku, bukan?
2 jam yang melelahkan kemudian, film tersebut selesai. Aku masih bergidik ngeri menontonnya. Meskipun aku sudah menontonnya 3 kali sebelum ini. Tapi tetap saja. Harry di sampingku masih merangkulku seperti tadi. Beberapa kali tadi aku menutup mataku dengan membenamkan wajahku ke pundak Harry. Ia terkekeh saja. Tapi serius. Aku benar-benar takut.
"Sudah jam 5 saja." Ucapku melirik jam tanganku. "Mandi dulu sana. Kita pergi jam setengah tujuh ya. Tidak boleh terlambat." "Ya ya ya." Ujarku memutar bola mata seraya berlalu menuju kamar mandi. Acara apa itu, aku masih belum tahu. Harusnya aku ke rumah Mom saja, geramku dalam hati. Tapi tidak-tidak, batinku menggeleng. Jika aku ke rumah Mom, aku tak akan bersenang-senang seperti hari ini.