25 menit kemudian Kate datang. Ia pasti mengebut. Aku tak peduli. Aku belum menghapus riasanku dan belum melepas kembali gaunku. Aku pasti terlihat berantakan. Dengan maskaraku yang tersebar kemana-mana karena air mataku yang terus-menerus mendesak keluar.
Kate memelukku sampai tangisanku berhenti. Tak memintaku untuk bercerita sampai aku selesai menangis.
""Harry...Dia datang ke prom dengan Brit. Tadi ia datang kesini dan bilang bahwa Brit itu pasangannya. Mereka cocok sekali bersama."
Mata Kate berkaca-kaca melihatku begini. Kami memang saling berbagi apapun. Bahkan perasaan sekalipun. Makanya dia bisa merasakan apa yang kurasakan saat ini.
"Lupakan dia. Buang dia jauh-jauh dari pikiranmu. Maksudku, ada banyak pria lain diluar sana yang lebih baik darinya. Seperti Niall, misalnya." Ucapnya menenangkanku, memberiku segelas air mineral dan mengelus lembut punggungku.
Kate menemaniku selama dua jam. Kami mebicarakan banyak hal. Dia membuatku tertawa untuk melupakan masalahku. Aku jadi tidak enak pada Niall. Ia pria baik. Tapi Kate bilang ia tak apa menunggu di rumah Kate.
Kate's POV
Benar kan? Keparat Harry menyakiti Lexa. Lagi.
Aku menggedor lagi pintu flat nya. Tak peduli ini sudah pukul berapa. Beberapa tetangga Harry bahkan keluar dan menengok ke arahku sebentar sebelum aku menatap tajam mereka satu persatu dan mereka kembali masuk ke dalam.
"Apa sih maumu? Kau tak lihat ini pukul berapa, hah?" Akhirnya.
Aku mendorong kuat-kuat pintunya, sehingga Harry ikut terjengkang di belakangnya. Dia menggumamkan sebuah umpatan yang pastinya ditujukan padaku. Aku tak menghiraukannya.
"Apa yang kau pikir kau lakukan, hah? Kau menyakiti Lexa lagi dan lagi! Aku sudah bilang padamu, jauhi Brit, atau jauhi Lexa! Kau PILIH SALAH SATU! BUKAN MENIDURI KEDUANYA! ITU YANG KAU MAU BUKAN?! TIDUR BERSAMA MEREKA SATU PERSATU?! IYA?!" Entah dari mana aku mendapat kata-kata itu. Aku sudah kelewat marah padanya.
Dia menggebrak kencang meja di depannya. Wajahnya memerah menahan amarah. Aku tak mundur sama sekali. Bahkan semakin garang. Aku mendekatinya.
"Kau bahkan tidak melihat bagaimana Lexa setelah kau datang ke flat nya berdua dengan Brit. Dia menangis. Terus menerus. Karenamu. Selama satu jam penuh. Itu yang kau mau? Itu yang kau sebut melindunginya?" Ucapku lebih datar sekarang. Suaraku sudah normal.
Gerak-gerik dan air muka Harry berubah ketika aku menyebut kalimat 'Lexa menangis terus menerus karenamu.' Dari matanya tersorot...kekhawatiran? Tapi aku tak akan mengira dia menyesal. Harry-bajingan-Styles.
"Kau mengajaknya menjadi pasanganmu ketika prom, tetapi ternyata kau berdua dengan Brit dan pergi dengannya ke prom, dan bahkan tidak memberitahu Lexa! Cara terbaik untuk menyakitinya." Lanjutku sarkas.
Ia yang dari tadi menunduk menatapku sekarang. "Aku ke flat nya untuk minta maaf." Ucapnya singkat.
"Hahaha. Caramu sungguh yang terhebat. Datang ke flat nya dengan orang yang mungkin paling ia benci dan kau pergi bersamanya. Jangan lupakan bahwa kau tak menghiraukan Lexa. Wow. Kau memang hebat." Ujarku getir.
"Aku..." Ia menggantung ucapannya. Bingung hendak mengatakan apa. Lalu menghela napas panjang.
"Bukan aku yang butuh penjelasanmu. Tetapi aku butuh kau untuk menjauhi Lexa. Aku tak ingin ia tersakiti lagi. Jauhi Lexa. Enyah darinya." Potongku cepat. "Aku tidak bisa." Balasnya.
Aku tertawa sarkas. "Kau berada di dekatnya hanya akan membuatnya makin sakit. Dan yang kau lakukan padanya hanya menyakitinya lagi dan lagi. Kau kan tahu betapa rapuhnya dia. Ternyata kau tega juga."