PROLOG

4.5K 95 1
                                    

sudah banyak tamu yang datang, seperti tak putus-putus memasuki gedung tempat resepsi pernikahanku dengan Astri. Bermacam hidangan telah tersaji diatas meja panjang yang dialasi taplak dihiasi rimpel warna putih dan krim, pondok-pondok kecil yang di isi dengan bermacam buah, makanan khas daerah, serta minuman es buah. Berderet di sisi kiri dan kanan gedung. Tubuhku sedikit capek karena sudah dari tadi duduk berdiri lalu duduk lagi untuk menyalami tamu tamu yang memberikan ucapan selamat menempuh hidup baru.

Baju dari bahan beludru tebal warna merah tua dihiasi dengan manik warna emas bermotif bunga dan pucuk rebung, yang aku pakai ini terasa gerah. Mahkota diatas kepalaku dari beludru berbentuk kopiah dihiasi bantalan yang melilit dan bunga emas, membuat keningku tak pernah kering dari keringat. Rupanya pakaian adat bangka ini benar benar tidak nyaman di badan. Tapi aku heran dengan astri, tidak nampak wajah letihnya. Justru, ia selalu tersenyum menyambut tamu tamu yang menyalaminya, Wajar saja, Ia memang telah lama menunggu hari ini tiba. Wajahnya di rias tebal ala pengantin. Pipinya merona merah, kelopak matanya di beri warna emas, hingga berkilau tiap ia berkedip.

Aku nyaris tidak mengenali wajahnya waktu ia dan keluarganya menyambut kedatanganku dan keluargaku, yang membawa hantaran pinangan sesuai tradisi adat bangka. Bunga bunga emas yang di tancap dirambutnya, terlihat sangat ramai bergoyang goyang tiap ia menggerakan kepalanya. Butiran mote menari diatas kepalanya sehingga memantulkan cahaya berkilauan. Bajunya juga terbuat dari beludru dengan motif yang sama dengan aku pakai. Bawahan nya memakai kain Tenun Songket Cual bersulam benang emas. Membuat ia bagaikan bidadari dari kerajaan Sriwijaya.

Sebenarnya tubuhku kurang sehat, tapi aku tidak mau sampai tamu dan kerabat mengetahui itu. Pernikahan yang selama ini begitu aku takutkan akhirnya datang juga. Berakhir statusku sebagai seorang bujangan, Terganti dengan status sebagai seorang suami. Hari-hari yang penuh dengan tantangan ke depan telah tiba tanpa bisa aku hindari. Berkali-kali Astri tersenyum bahagia menatapku. Bahagia yang tanpa kepura-puraan. Inilah hari yang telah lama ia nantikan. Tapi saat ini batinku sedang memikirkan hal lain, Aku belum merasa bahagia memikirkan Darma. Andai saja ia belum pergi, ke Palembang mungkin saat ini ia ada disini, memberikan kekuatan untukku agar lebih tegar. Namun ia telah pergi jauh itu semua karena salahku. Cinta yang besar terhadapku justru kesedihan baginya, Berkali kali aku membuatnya kecewa. Berkali ia memaafkanku, Namun batas kesabaran manusia pasti ada. Aku memang telah merusak segalanya. Itu semua gara gara cinta butaku pada janter. Lelaki yang selalu ada dihatiku Yang mengombang ambingkan hidupku, menyiksa batin dan membuat aku menderita, aku memang terbawa perasaan waktu itu. Hingga Darma yang jadi korban dari semua ini. Kemana kamu Janter , Jangan sampai kau tak datang!. Tak tahukah kamu aku hampir gila karena kamu?. Kenapa aku harus mencintaimu?. Aku tak bisa menepis rasa cinta padamu, aku tersiksa oleh hatiku sendiri!

Untung saja Astri selalu ada untuk menghiburku, memberikan pengertian dan kasih yang tak terbatas, mengerti semua keadaanku, menerima aku dengan ikhlas walau pernah aku kecewakan. Istriku yang penuh santun dan kasih. Walau tahu aku bukan lelaki yang baik, tapi ia tetap mencintai dan menerimaku, Aku akan berusaha untuk menyayangimu, Menjadi suami yang terbaik bagimu. Walaupun aku belum bisa mencintaimu. Aku memandangi tamu tamu yang duduk, yang berdiri dan yang baru masuk, mencari cari sesosok tubuh yang paling aku rindukan. Apakah di hari ini ia tak datang juga. Tolong jangan buat pengorbananku selama ini jadi sia-sia. Kepalaku tiba-tiba sakit sekali. Keringat dingin mengalir dari pelipisku, Astri tidak menyadari itu. Namun sepertinya mamaku tahu, ia memberi isyarat lewat matanya, Menanyakan ada apa denganku. Aku menggeleng pelan, Tak mau mama kuatir.

Mamaku cantik sekali hari ini, memakai baju bahan Tulle warna hijau lumut, rambutnya di sanggul indah dengan hiasan permata tiruan, wajahnya dirias hingga terlihat makin cantik, mama yang menyiapkan pesta meriah ini, tak tahu berapa yang ia keluarkan agar pesta ini menjadi meriah, Pesta impian mama. Aku masih tetap melayangkan pandang sambil menyalami tamu yang menghampiri kami. Aku masih mencari sosok itu. Dimana dia, apakah dia tak tahu kalau hari ini hari pernikahanku. Aku merasa sangat kecewa. Setelah tamu yang menyalami sudah sepi aku duduk kembali. Saat itulah orang yang aku tunggu tunggu itu datang. Berjalan dengan langkah pasti, memakai baju batik dan celana hitam, betapa tampannya. Tapi ia tak sendiri, ia bersama seseorang. Orang yang aku benci, tapi aku tak perlu cemburu padanya. Aku tahu ia bukan siapa-siapa bagi Janter. Tiba-tiba sakit kepalaku makin menjadi. Mataku jadi berkunang-kunang, Pandanganku semakin gelap.

Janter menghampiriku semakin dekat,Tapi aku sudah tidak kuat lagi. Semua jadi gelap, masih bisa aku rasakan sebuah tangan yang kekar menahan tubuhku agar tak terjatuh dari pelaminan. Tapi itu bukan Janter. Wangi tubuhnya tak asing bagiku, Aku tak sadar dalam pelukannya.

Biarkan Aku MemilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang