Tubuh jangkung atletis dengan kulit putih mulus yang berdiri terkangkang dalam keadaan telanjang tanpa penutup apapun yang ada dihadapanku sekarang benar benar membuat aku kehilangan akal.
Cuma bisa mematung memandangi keindahan nyata yang terpajang didepan mata, rambut Janter yang setengah basah dan acak-acakan membingkai indah wajahnya yang persegi berahang tegas dan agak lancip.
Tubuhnya yang kekar tanpa ada sedikitpun lemak yang singgah hingga ke perutnya yang membentuk enam tumpukan otot yang keras dan padat.
Bulu bulu yang tumbuh dengan lebat dan serasi begitu rapi mengelilingi benda terindah yang menggantung terkulai tak tersunat tertutup kulit kulup di tengah tengah selangkangannya tampak yang memiliki paha yang kekar.
Kedua bolanya yang berwarna kemerahan dan sedikit tertutupi rambut yang tumbuh hingga kealur lubang anusnya. Tubuhku agak gemetar melihatnya.
Sementara itu Janter masih terus mengibas celana dalamnya tanpa melihat aku.Untung saja, jadi dia tidak melihat mukaku yang memerah terasa panas dan mengembang. Nafasku jadi tak teratur kembali menggigil dilanda nafsu.
Cepat cepat aku pakai celana panjangku agar perkakasku yang tidak bisa diajak kompromi ini terkamuflase. Aku pakai bajuku dan cepat cepat aku berbalik. Sementara itu janter telah memakai kembali celana dalamnya."Ayo kembali ke pondok, sekarang sudah sore" kataku dengan suara parau dan bergetar.
"tunggu sebentar aku pakai baju dulu." jawab janter sambil memakai baju kaus warna hijau tuanya tadi, sepertinya tidak menyadari perubahan dari suaraku. Untunglah!
Dipondok, Wahyu sedang memanggang Udang sungai yang tadi ia tangkap.
Mona dan Ranti duduk di depan menghadap api sambil mengupas kulit Udang yang berwarna merah tua dan masih berasap karena panas. Sementara itu alat-alat telah dibereskan. Hari sudah petang dan agak teduh.
Sudah jam setengah lima sekarang. Aku dan Janter bergabung bersama mereka. Aku mengambil sebatang lidi kabung dan menusuk Udang lalu membakarnya diatas bara. Empuk dan gurih daging udang yang masih segar. Masih terasa manis segera berpindah kedalam mulutku.Janter mengipas ngipas api agar tidak terlalu besar. Kalau tidak, udangnya bakalan hangus dan pahit kalau dimakan. Aku sempat melihat Ranti mencuri curi pandang melihat Janter. Entah mengapa aku menjadi sangat cemburu.
Janter tidak tahu kalau dia sedang diperhatikan secara diam-diam. Janter duduk dengan keringat yang bercucuran, matanya merah karena perih kemasukan asap. Ranti mendekati Janter dan memberikan selembar Tissue untuk menyeka keringatnya. Janter mengambil Tissue yang diberikan Ranti dan berterimakasih, lalu Ranti mengangkat Udang yang telah matang, mengupasnya dan memberikan kepada Janter. Aku cuma bisa melihat semua itu tanpa bisa berbuat apa-apa, kulihat Janter sedang makan udang yang tadi diberikan oleh Ranti. Mereka berdua tertawa-tawa dan bercanda.
Aku merasa cemburu tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Rasanya tidak rela melihat Janter begitu dekatnya dengan seorang perempuan.Aku cuma bisa melihat keakraban mereka. Tiba-tiba aku merasa kehilangan semangat dan gairah. Aku buang Udang yang tinggal separuh ditanganku lalu masuk kedalam pondok dan berbaring. Daripada hatiku terbakar cemburu lebih baik aku tidak melihatnya. Mengapa aku jadi begini, aku juga tidak tahu, tetapi aku sudah berusaha untuk tidak perduli namun hatiku terasa sakit. Ranti seorang perempuan yang masih muda dan menarik, dengan sangat mudahnya ia bisa memikat laki-laki. Mana mungkin sebagai seorang laki laki normal Janter tidak tertarik dengan Ranti.
Sedangkan aku cuma bisa memendam perasaan terhadapnya tanpa berani untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan.Aku menyender didinding pondok dengan lesu. Merokok pun rasanya tidak enak. Begini rupanya rasa sakit mencintai teman sendiri. Cuma bisa berserah diri dan menunggu datangnya keajaiban. Tetapi itu rasanya mustahil. Dari luar terdengar suara mereka berempat yang tertawa dan bercanda. Kenapa Janter tidak menyusul aku masuk kedalam pondok, malah asik bercanda dengan Ranti. Huh memangnya aku ini siapanya Janter. Sadar Niko kamu itu bukan siapa-siapa bagi dia, hanya sekedar teman dan tidak lebih, jadi terimalah konsekuensi dari perasaan kamu sendiri. Suara batinku memperingatkan aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Aku Memilih
RomanceDicintai dua orang lelaki dan satu wanita membuat Niko terjebak dalam cinta bercabang-cabang. Mungkinkah untuk memiliki ketiganya, ataukah harus memilih? Cerita ini pernah populer di forum dan memiliki banyak penggemar. Ikuti liku-liku kisah cinta y...