"Tin, tolong ambil berkas-berkas dan nota pembelian dari toko alat-alat tulis, aku mau memeriksanya!" kataku pada Titin yang sedang duduk mengetik didepan komputer.
"iya pak... Tunggu sebentar" jawab Titin menghentikan sejenak pekerjaannya lalu berdiri dan mengambil berkas yang aku minta di dalam laci disamping mejanya. Aku langsung masuk kedalam ruanganku, kemudian menyalakan komputer dan memeriksa kembali order dari kustomer. Ada beberapa file yang belum selesai aku edit. Hari ini aku akan mendesain Banner dan Standing Talker serta beberapa Leaflet.
"ini pak berkasnya, sudah aku periksa dan hitung semua, namun boleh bapak cek lagi, siapa tahu ada yang kurang" kata Titin sambil menyodorkan map cokelat berisi berkas yang tadi aku minta.
"oh ya.. Terima kasih Tin.." jawabku mengambil map dari tangan Titin. Kemudian Titin keluar dan kembali ke mejanya. Aku memeriksa sebentar, ternyata sudah beres semua, Titin sudah menyelesaikannya. Sekarang tinggal mengerjakan desain di depan komputer. Entah berapa lama aku sudah duduk menekuni layar hingga semua selesai, sudah jam tiga sekarang. Kopi yang dibuat Titin sudah dingin. Nasi kotak juga belum aku sentuh dari tadi saking asiknya. aku istirahat dan makan nasi kotak yang sudah dingin. Titin masih sibuk di mejanya. Aku keluar dari ruanganku dan memberikan kertas yang tadi aku print pada Titin.
"besok suruh Toni mencetak ini sepuluh rim ya Tin, dan jangan lupa enam belas box kartu nama hari kamis sudah mau diambil." aku menjelaskan.
"iya pak.. Nanti saya bawa ke bagian produksi."
"aku mau pulang dulu ya, Kalau sudah beres kamu boleh pulang langsung, tidak perlu menunggu jam lima."
"iya pak terimakasih." titin menganggukan kepala.
Selesai mandi aku jalan-jalan menikmati suasana sore yang teduh di lapangan Golf Girimaya, memandangi rumput hijau yang menghampar luas mirip permadani tebal yang lebar sejauh mata memandang. Beberapa orang yang main Golf terlihat begitu kecil dari tempatku duduk. Aku raih sebotol minuman Isotonic dingin dan aku teguk hingga tinggal setengahnya. Duduk di sini sering aku lakukan untuk menghilangkan penat setelah seharian bekerja. Menyepi terkadang aku butuhkan saat pikiran sudah terlalu sesak. Beberapa SMS masuk dari teman teman, aku abaikan. Saat ini aku benar-benar ingin menikmati istirahat, tanpa diganggu oleh siapapun.
Membayangkan kembali kejadian-kejadian yang aku alami, yang baru terjadi maupun yang sudah lama berlalu. Aku masih sedikit bingung dengan Darma. Kenapa ia seperti begitu cepat mengambil keputusan. Bagiku Darma masih tetap sahabat yang terbaik yang aku punya. Kenangan bersama Darma tak akan pernah hilang begitu saja dari pikiranku. Cuma untuk masalah perasaan, sudah aku paksakan juga tidak mampu menerima kembali dalam hatiku. Sebenarnya kasihan juga dia, bertahun-tahun kami berdua memendam perasaan yang janggal, ketika sudah dewasa dan dapat mengerti makna dari kehidupan yang sesungguhnya, saat ia sudah berani mengatakan sebenarnya yang ia inginkan dan rasakan terhadapku, aku sudah kehilangan hasrat terhadapnya. Usaha ia untuk melupakan aku malah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Namun begitulah sesuatu yang kita putuskan menuruti ego, sering kali berakhir dengan penyesalan.
Dulu waktu masih sekolah, aku dan darma juga sering duduk berdua kesini, naik sepeda dan menghabiskan waktu sambil bercanda di lapangan golf ini. Terkadang aku rindu sekali dengan masa lalu, ingin aku mengulangi kenangan-kenangan masa remaja yang hampir tanpa beban. Menjalani hari-hari yang indah bersama teman-teman sepergaulan dulu. Berkumpul dan menikmati masa remaja yang sekarang telah berlalu. Banyak teman temanku yang sekarang sudah menikah dan punya anak. Ada beberapa yang sudah sukses hingga menetap di luar negeri. Nasib memang tidak bisa ditebak. Yang dulunya populer di sekolah, nyatanya sekarang kehidupannya biasa biasa saja. Malahan ada temanku yang sering jadi bahan ejekan dan bulanan-bulanan teman teman yang lain, sekarang hidupnya sukses. Salah satu ada temanku perempuan namanya Reny, waktu di sekolah dulu ia agak gaul dan selalu berkumpul dengan teman-teman yang rata-rata orang mampu, bertunangan dengan cowok yang populer, agak pemilih dalam bergaul dan berpacaran. Gaya hidupnya tinggi, dan beberapa bulan yang lalu aku bertemu dia, keadaanya sekarang dengan dulu bagaikan langit dengan bumi, tubuhnya gemuk sekali dan sedang menggendong seorang anak berumur tiga tahun. Kami sempat berbincang-bincang, disitu aku tahu ia sudah menikah tujuh tahun yang lalu, dengan Radit, temanku yang waktu SMU dulu jadi incaran para perempuan, karena tampan dan hobi main basket. Tapi sekarang Radit cuma pengangguran, kuliahnya putus ditengah jalan, gara-gara gila narkoba. Ia berpacaran dengan Reny dari SMU dulu. Karena bebasnya pergaulan akhirnya Reny hamil dan mereka terpaksa menikah muda. Sekarang Reny dan Radit tinggal bersama ibu Reny. Bapak Reny dulu pejabat. Hidup mereka lumayan kaya. Tapi pada waktu Reny lulus SMU, papanya tersangkut kasus korupsi. Hingga berakhir di penjara. Selepas keluar dari penjara, papanya sakit-sakitan. Untuk berobat mereka mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, hingga akhirnya tabungan mereka terkikis hingga habis sama sekali. Sekarang Reny dan Radit sering bertengkar. Reny gerah melihat suaminya yang belum bisa meninggalkan kebiasaan buruk memakai narkoba. Reny malu pada keluarganya. Namun ia tak bisa berbuat banyak karena sekarang ia tak populer lagi. Kecantikan di masa lalunya cuma tinggal masa lalu saja. Ia punya dua anak yang harus di beri makan. Sementara suaminya seperti tidak perduli. Aku tak menyangka sedikitpun bahwa Radit akan seperti sekarang ini. Dulu aku sempat berpikir masa depan Radit pastilah cerah. Karena ia termasuk murid berprestasi. Jago basket yang diidolakan teman-teman. Sekarang ia cuma seorang pengangguran, dan gila narkoba. Tapi memang itulah hidup. Tak selamanya terus indah dan tak selamanya penuh dengan kesusahan.
Tak terasa hari sudah hampir maghrib, aku berdiri hendak pulang. Kubuang plastik pembungkus kue dan botol minumanku ke dalam tong sampah. Aku berjalan menuju ke motorku. Baru saja aku mau memakai Helm, tiba-tiba mataku melihat ada dua orang sedang duduk di balik rumpun pohon yang agak lebat. yang satunya sudah bapak-bapak. Mereka terlihat tidak wajar seperti orang pacaran. Aku jadi penasaran siapa sih yang sore-sore begini pacaran di tempat sepi seperti ini. Aku agak merapat sembunyi di balik semak, ternyata bapak itu ditemani seorang pemuda. Mereka begitu mesra. Gila! Berani sekali ditempat seperti ini sepasang gay pacaran. Aku mendekat dan wajahku langsung pucat setelah mengenali pemuda itu. Kakiku jadi lemas. JANTER.....!!!! pandanganku jadi kabur, Tak sanggup melihat bapak itu menyandarkan kepalanya di bahu Janter. Sementara itu Janter kulihat merangkul tanggannya di pinggang bapak itu. Aku bersembunyi di balik rumpun batang daun mangkokan agar tak terlihat Janter. Rasanya seperti tersambar petir melihat kejadian itu. Pikiranku kacau balau. Rasanya ingin marah, teriak, menangis dan menghajar mereka berdua. Namun aku tak punya keberanian untuk melakukan itu. Janter, kenapa tega melakukan itu, apa artinya kata-kata yang selalu ia ungkapkan selama ini, sudah berapa lama ia berhubungan dengan bapak-bapak. Kenapa aku baru tahu sekarang. Aku mundur pelan-pelan, kembali ke motor dan pulang dengan pikiran yang masih sesak.
Tak terasa air mataku keluar. Ku pacu motor sekencang-kencangnya. Tak perduli lagi dengan keadaan di jalan raya yang penuh kendaraan. Aku cuma mau pulang secepat cepatnya. Batin ku tak sanggup menghadapi semua ini, terlalu mengejutkan bagiku. Apa ini hukuman karena aku telah menyakiti Darma. Menyia-nyia kan perhatian dari Darma hanya untuk mengejar seseorang yang baru aku kenal. Sejauh mana aku mengenal Janter ternyata hanya sebatas kulit. Bahkan nama ibunya saja aku tidak tahu. Keluarganya aku tak kenal. Punya adik atau kakak tak pernah aku tanyakan. Namun semudah itu aku telah meletakkan seluruh hidupku pada Janter. Berkorban demi perasaan yang membuaiku. Bermimpi dan terbangun paksa. Andaikan saja aku tak menuruti perasaan. Aku telah banyak berbohong, Menghianati orang yang mengasihiku hanya demi Janter. Astri, Aku telah membohonginya. Darma, Sampai dirawat dirumah sakit karena aku dorong hingga kepalanya bocor kena batu gunung. Ini lah Karma bagiku. Tiba-tiba di depanku ada sebuah mobil sedan yang berbelok dan aku tidak sadar kalau lampu sudah berwarna merah. Terus saja kuterobos dengan kecepatan tinggi. Terdengar bunyi yang memekakkan telinga. Dan aku merasa badanku bergetar keras, tersentak kuat, Kemudian aku merasakan tubuhku melayang diantara deru angin. Terakhir yang aku ingat tubuhku menghantam aspal dengan keras dan cairan hangat mengalir dari pelipisku, merembes turun ke wajahku. Setelah itu hanya dengungan yang membuat aku gelisah lalu semuanya tiba tiba menjadi gelap.
Apakah yang terjadi dengan Niko, apakah kecelakaan itu merenggut nyawanya? Dan Janter, apakah selama ini telah menghianati Niko, apakah ia cuma main-main saja dengan hubungan mereka. Apa yang terjadi pada Astri dan Darma. Ikuti pada bagian kedua cerita ini. Bagi yang menyukai cerita ini diharapkan bisa memberikan komentarnya. Apakah cerita ini layak untuk diteruskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Aku Memilih
RomanceDicintai dua orang lelaki dan satu wanita membuat Niko terjebak dalam cinta bercabang-cabang. Mungkinkah untuk memiliki ketiganya, ataukah harus memilih? Cerita ini pernah populer di forum dan memiliki banyak penggemar. Ikuti liku-liku kisah cinta y...