7. Darma Sakit

1K 25 1
                                    

Mengapa aku bisa begitu kasar kepada Darma tadi. Aku sangat menyesal sekali. Mungkin besok aku belum terlambat untuk meminta maaf. Mungkin sudah sewajarnya Darma kesal kepadaku. Berjam-jam dia menunggu untuk bertemu dengan aku. Ingin merayakan hari yang spesial bagiku. Setelah sekian lama kami tidak bertemu dia masih tetap ingat dengan hari ulang tahunku. Berarti dia memang tidak berbohong kalau dia selalu memikirkan aku.

Aku pegang bungkusan yang sebesar Televisi 29 inchi. Terbungkus plastik berbunga dengan kertas kado warna Biru Metalik. Pastilah tadi dia berkeliling seharian untuk mencari hadiah yang bisa membuat aku senang. Moment yang seharusnya aku lewatkan dengan Darma malah tadi aku bersama Janter. Pasti sebelum kesini Darma telah membayangkan kalau aku bakalan bahagia mendapatkan hadiah dan perhatian darinya. Tetapi yang ada dia mendapat kemarahan dariku. Tapi aku juga sudah bingung harus berbuat apa. Perasaanku sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Yang hanya bisa meratapi nasib saat kehilangan seseorang yang aku sayangi. Butuh bertahun-tahun aku bisa melupakan Darma. Dan disaat dia kembali, aku merasakan kalau yang dulu aku alami bersamanya hanyalah sekedar kenangan masa lalu. Aku tidak mau disakiti untuk kedua kali oleh orang yang sama. Andaikan dulu dia masih memberi kabar setelah kuliah, aku mungkin akan terus menunggunya. Aku sempat mengira ia sudah menikah dan punya anak sekarang.
Aku menangis... Air mataku jatuh menetes membasahi kartu selamat ulang tahun pemberian darma. Kubuka plastik pembungkus kado ulang tahunku dari darma. Ternyata isinya sebuah miniatur kapal Titanic yang lumayan besar dan sangat mirip dengan aslinya. Ada colokan Adaptor untuk arus listriknya. Aku bisa membayangkan tentulah dia sangat ingin sekali membuat aku senang. Bukannya gampang mencari hadiah seperti ini. Mungkin dia sengaja membawanya ketika dia keluar negeri. Aku letakkan kapal Titanic itu diatas lemari kaca tempat aku menyusun buku-buku.
Besok aku harus kerumah Darma untuk meminta maaf dan berterimakasih atas hadiahnya dan aku ingin mentraktir dia makan. Mataku mulai mengantuk. Aku matikan lampu kamar. Aku nyalakan lampu Titanic ku. Sungguh sangat indah sekali. Lampunya berpendar pendar warna warni. Dan berkelap kelip. Kemudian aku naik kekasur dan berbaring.

Jam 8 pagi aku kekantor. Memeriksa pembukuan dan Order baru masuk, serta melihat apa saja yang harus dikirimkan hari ini, aku tenggelam menekuri angka-angka dan tugas didalam ruanganku, tanpa terasa hari telah siang. Waktunya makan. Aku keluar dari ruangan, kulihat Titin masih menelpon dimejanya, beberapa Karyawan yg lain telah keluar makan siang.
Aku menitipkan pesan pada Titin kalau nanti ada yang mau memesan sesuatu tolong langsung dia tangani. Karena aku mungkin langsung pulang saja. Dengan sigap Titin mengambil Map yang aku sodorkan padanya. Aku sangat beruntung sekali mendapatkan sekertaris seperti Titin. Anaknya sangat rajin dan pintar melobi. Semua tugas yang aku serahkan tidak pernah berantakan. Dia sangat bisa dipercaya. Aku meninggalkan kantor dengan tenang karena semua yang aku tidak sempat periksa telah Titin ambil alih. Sekarang saatnya aku harus menemui Darma. semoga saja dia ada dirumah.
Mobilku masuk ke pekarangan rumahnya dan kuparkir ditempat yang agak teduh. Aku berjalan menaiki undakan tangga rumahnya. Bentuk rumah darma sangat unik. Fondasinya tinggi jadi dari jauh rumahnya terlihat tinggi.
Aku membunyikan bel yang ada disamping pintu. Sesaat kemudian pintu terbuka. Pembantu rumah tangga yang masih muda berdiri dihadapanku.

"Darma ada?" tanyaku sambil melongok kedalam.

"oh ada, tapi dia belum bangun dari semalam"

"boleh aku masuk?"

"silahkan, langsung saja kekamarnya." aku masuk mengikuti perempuan muda yang kelihatannya bukan orang Bangka. Dari logatnya sepertinya dia orang Jawa.

"itu kamarnya" tunjuknya kepadaku.

Aku mengetuk pintunya pelan. Tetapi tidak ada jawaban. Aku coba memutar handle nya ternyata tidak dikunci. Aku tidak bisa melihat apa apa. Karena kamarnya gelap. Kuraba dinding mencari sakelar. Ketemu juga, langsung aku nyalakan lampu. Baru aku bisa melihat semua isi kamar Darma. Kamar yang lebih kecil sedikit dari kamarku. Ada kamar mandi didalam juga, Sebuah pesawat televisi 29 inchi dan playstation disudut kamar. Selebihnya lemari. Meja dan buku buku. Darma masih tidur diranjangnya. Aku hampiri dia hendak membangunkannya. Aku pegang tangannya dan ku goyang agar dia terbangun. Astaga panas sekali tangannya. Aku raba leher dan keningnya.
Panas juga. Pantas saja dia belum terbangun. Rupanya dia sakit. Cepat-cepat aku keluar kamar dan meminta air dingin dan saputangan untuk mengompres nya. Aku peras saputangan itu lalu kulipat dan aku kompres keningnya. Darma menggumam tidak jelas. Matanya terbuka dan melihatku.
Pucat sekali wajahnya. Dia tersenyum seperti tertahan. Sepertinya dia senang melihat aku datang dan merawatnya. Tetapi dia tidak bisa terlalu senang karena sakit.

Biarkan Aku MemilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang